Episode 6

79 20 5
                                    

Waktu terus berganti mengikuti jalan hidupnya yang menyedihkan. Jam menunjukkan pukul 21:00, dimana para pengawal makan malam di markas. Nam Ji menyibakkan selimut yang menutupi kakinya, menarik paksa infus yang menempel pada punggung tangannya, satu per satu Nam Ji menurunkan kedua kakinya, melangkah menuju pintu yang tak jauh dari tempat tidurnya.

Perlahan-lahan Nam Ji memiringkan gagang pintu tersebut dengan hati-hati, sedikit demi sedikit pintu terbuka lebar, sebelum seluruh badannya keluar dari ambang pintu Nam Ji mengintip terlebih dahulu, kepalanya menjulur ke luar, matanya melirik ke kanan dan ke kiri memastikan semuanya aman. Lorong menuju kamarnya terlihat sangat sepi tidak ada satupun pengawal yang berjaga-jaga.Nam Ji mengeluarkan seluruh tubuhnya lalu menutup kembali pintu kamar tersebut, menyusuri lorong-lorong rumah sakit, tidak ada satupun pengawal yang terlihat.

Sedikit lagi langkahnya sampai menuju pintu depan rumah sakit yang bolak-balik terbuka dengan sendirinya karena hentakan kaki, sebelum dia melangkah lebih jauh Nam Ji melihat dua orang pengawal yang berjaga di depannya. Nam Ji menyenderkan badannya ke dinding, menghela panjang napasnya yang mulai terengah-engah lalu berbalik arah menuju pintu belakang rumah sakit.

Kakinya kembali melangkah menyusuri lorong belakang rumah sakit, tak sengaja mata Nam Ji tertuju pada sebuah masker dan sepasang sepatu yang bergelantung di pintu toilet yang tak jauh dari tempat dia berdiri. Tanpa berpikir panjang Nam Ji berjalan menuju kedua benda itu lalu mengambilnya. Nam Ji tidak memperdulikan siapa orang yang memiliki kedua benda yang ada di genggamannya sekarang dia hanya berpikir bagaimana caranya agar bisa keluar dari rumah sakit ini dengan aman.

Nam Ji duduk pada salah satu bangku di sudut ruangan, menjatuhkan sepasang sepatu kulit berwarna coklat ke lantai sejajar dengan kedua kakinya yang di perban. Nam Ji menggoyang-goyangkan jari-jari kakinya yang sebagian terlihat, menarik ujung sepatu yang meluapkan kedua kakinya. Tidak ada lagi kain kasa yang terlihat, kaki ini baik-baik saja tidak ada sedikitpun luka yang tergores. Nam Ji menatap senang kedua sepatu kulit itu, seolah-olah dia mendapat sepatu baru berlapis emas di pinggirnya.

Salah satu tangan merogoh-rogoh kantung baju berwarna biru muda di sebelah kanan, mencoba meraba-raba isinya. Nam Ji mengeluarkan masker mulut berwarna senada dengan bajunya. Kedua tangan Nam Ji menepiskan rambut-rambut yang menutupi kedua kupingnya. Menyelipkan rambut itu ke belakang mengenai kedua daun telinganya yang tak beranting emas maupun perak. Nam Ji memasang masker itu menutupi mulut dan hidungnya lalu berdiri untuk kembali melangkah.

Nam Ji tersenyum lebar ketika melihat pintu belakang rumah sakit tinggal beberapa langkah lagi darinya. Tangannya berusaha menggapai sisi pintu itu, dan sedikit meringkuk kelelahan. Ketika Nam Ji ingin melangkahkan kakinya ke luar pintu, dia melihat ada dua pengawal lagi yang sedang berjaga. Nam Ji berfikir berusaha mengelabui kedua pengawal itu, dia menyanggul rambut panjangnya ke belakang, membetulkan posisi maskernya dan merapikan bajunya.

"Rileks." Nam Ji mengayunkan tangannya dari atas dada ke bawah sambil menarik panjang napasnya seolah-olah dia sedang melakukan pemanasan.

Nam Ji berusaha berjalan dengan normal seperti orang pada umumnya. Mata Nam Ji terus mengamati gerak gerik kedua pengawal itu. Ketika mereka sedang asyik berbincang dan merokok, Nam Ji mulai mengayunkan langkah kakinya, jantungnya berdetak kencang ketika dia tepat di depan kedua pengawal itu. Semakin lama kakinya terasa denyut, wajahnya sedikit menyerngit kesakitan. Nam Ji berusaha mempercepat langkahnya.

"Yaa!"

"놀랐어 Nollass-eo (Kaget aku!!)" Sontak Nam Ji menoleh kebelakang, sambil mengelus dadanya dengan jantung yang hampir copot.

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang