Episode 11

70 9 3
                                    

Aku tidak tau kemana takdir akan membawaku pergi, seperti waktu yang terus berjalan dan seperti hari yang terus berganti. Aku akan melewatinya, kebahagiaan atau kesedihan yang kudapat tergantung pada usaha dan niat yang tulus. Aku yakin aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang kuinginkan...

Nam Ji

Nam Ji tidak bisa menahan isakan tangis yang masih mendesak di dadanya, pistol itu bunyi itu, membuat suatu ketakutan yang mendalam. Ketakutan yang tidak ia mengerti. Ketakutan yang datang secara tiba-tiba seolah mengulang trauma yang ada pada dirinya.

Dalam tangisnya, Nam Ji teringat pada sesosok pria yang telah menolongnya, pria yang hanya meminta hutang budi terhadap apa yang telah dia lakukan.

"Ayolah Nam Ji dia sudah menyelamatkanmu."

Nam Ji memukul dadanya pelan mencoba menghilangkan kekesalan yang mengumpat di hatinya, matanya yang sembab berusaha untuk menatap pria yang sedang menyetir di sebelahnya.

Pria itu sama sekali tidak mengeluh kesakitan walau lengan tangan kanannya masih terluka. Jaket tebal berwarna coklat tua kini telah dilepasnya, tinggal kaos hitam berlengan panjang melapisi badannya yang bidang. Masker hitam yang melapisi sebagian wajahnya juga telah dia lepas hanya topi hitam yang sedikit dia turunkan. Sesekali pria itu tampak menekan cengkramannya pada stir mobil, sehingga terlihat jelas urat-urat yang tergambar di tangannya.

Nam Ji tidak mengerti mengapa dia melakukan hal seperti itu.

"괜찮 으세요? Gwaenchanha euseyo? (Kau yakin, kau baik-baik saja?)" Tanya Nam Ji dengan suara yang parau.

Pria itu menatap sekilas luka yang ada di lengannya itu, lalu kembali menatap jalan di depannya.

"이 상처는 심각하지 않습니다. 걱정마 i sangcheoneun simgaghaji anhseubnida, geogjeongma (Ini tidak parah, jangan khawatir)" Jawab pria itu tidak menoleh.

"그래 Geurae (baiklah)." Nam Ji membuang tatapannya.

Kelopak mata Nam Ji kini telah membengkak, sesekali ia megerdipkan kedua matanya untuk menghilangkan kantuk yang kini sudah menyapa. Akan tetapi bengkak itu sudah menghanyutkan kedua bola matanya. Nam Ji sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya akan tetapi dirinya masih tidak bisa menahan kantuknya itu. Nam Ji pun tak patah semangat. Ia kemudian memukul pelan kedua pipinya sambil melototkan kedua bola matanya.

"Ayolah, jangan tidur." Gumam Nam Ji pelan.

🥀🥀🥀

Malam hari yang gelap, aku merasa takut waktu itu. Aku masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya. Apa yang orang dewasa pikirkan? Mengapa mereka menyakiti dirinya sendiri dan orang lain? Apa itu sangat penting? Ntahlah yang jelas aku sangat tertekan.
__________

"Wah," Kota dimalam hari terlihat begitu indah, Kim Jae Wook takjub melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi, kerlap-kerlip lampu yang dapat membentuk sebuah gambar di salah satu dinding gedung sangat menghibur dirinya, kedua pupil matanya membesar. Kim Jae Wook menempelkan kedua tangan kecilnya di kaca mobil, membayangkan bahwa dirinya bisa mengambil kerlap-kerlip lampu itu dan meletakkannya di dinding kamar.

"Hahaha, apa kau sangat suka dengan lampu-lampu di gedung yang tinggi itu?"

Seorang pria paruh baya mengelus lembut kepala Kim Jae Wook. Sambil tersenyum lebar Kim Jae Wook langsung menghadapkan badannya ke arah pria tersebut. Dengan mantap Kim Jae Wook menganggukkan kepalanya.

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang