Suara binatang-binatang malam beraktivitas itulah yang menyapanya untuk pertama kali, ia mengerang pelan ketika merasakan seluruh isi kepala berputar, tubuhnya hampir tak terasa, sosok pria itu terbaring pada pinggiran sungai seorang diri, ketika ia mencoba untuk mengedarkan pandangannya segalanya menggelap, tidak ada pencahayaan sedikit pun. Krist memposisikan dirinya untuk duduk, erangan kesakitan meluncur begitu saja tak tertahan dari sudut bibirnya. Tangannya mencoba menyentuh keningnya yang terasa perih, ada cairan merah pekat kini langsung menempel pada permukaan jemarinya. Ia sedikit terkejut dan mencoba untuk bangkit, hanya saja tubuhnya tak sanggup menahan beban hingga akhirnya ia terjatuh lagi pada posisi yang sama.
Krist tak tahu sekarang berada di mana, ia juga tak mungkin meminta tolong, apalagi saat suaminya sendiri berniat untuk membunuhnya. Hawa dingin itu menusuk setiap persendiannya, tubuhnya mengigil.
Ia tak mengingat bagaimana bisa ia sampai di sini, yang dirinya tahu sebelum mobil itu meledak Krist sudah melompat keluar, tubuhnya jatuh berguling di antara tanah rapuh di pinggiran jurang sebelum masuk ke dalam air. Ia melihat kobaran api dari mobilnya ketika benda mati itu bertabrakan dengan tanah. Itu sangat menakutkan. Krist ingat ia berenang menjauh, ia hampir tenggelam dan setelahnya ia tak tahu apapun lagi yang terjadi. Krist sudah pasrah dengan keadaan, kalaupun ia harus mati saat itu. Sungguh tidak apa-apa, meskipun hatinya menjerit, ia tak ingin meninggal dengan cara seperti itu. Ia masih harus bertahan hidup, ada yang harus ia pertahankan.
Krist merasa kakinya sakit, sangat sakit. Namun, kalau ia diam saja di sini itu artinya ia tidak menggunakan kesempatan yang masih bisa ia lakukan, dengan sisa tenaganya pria itu bangkit dan berjalan terseok-seok di antara semak belukar yang berduri mencari jalan untuk keluar dari tempat itu, matahari sudah sangat terik begitu ia berhasil keluar dari sana.
Dengan wajah pucat dan sedikit sisa kesadaran, ia berjalan menuju rumah pamannya, hanya saja rumah itu kosong. Ia harus rela menunggu sampai malam hari dengan bersembunyi di halaman samping rumah pamannya, meringkukkan diri sembari memeluk dirinya sendiri beralaskan lantai yang dingin itu. Pandangannya mengabur ketika ada derap langkah seseorang tertangkap oleh pendengarannya, ia hanya bisa menatap wajah sang Paman yang mendekat setelah itu segalanya mengabur begitu saja. Layaknya gambaran buram segala berubah menjadi hitam. Krist tak tahu lagi apapun yang terjadi, ketika rasa sakit teramat yang coba ia tahan itu, sudah tak bisa di tahannya lagi.
****
Dengan napas berhamburan, Krist terbangun dari tidurnya, peluh membanjiri tubuhnya. Wajahnya memucat, tangannya dengan sedikit gemetar memegang ujung selimutnya, meskipun beberapa saat kemudian kesadarannya mulai kembali dan ia langsung menyakinkan dirinya jika itu hanya mimpi segalanya akan baik-baik saja.
Ia bukan lagi pria itu. Krist bukan sosok bodoh yang mudah terberdaya oleh bujuk rayu Singto. Sekarang ia sudah berubah menjadi orang lain dan Singto tak akan bisa lagi melukainya seperti dulu.
Liquid bening meluncur begitu saja dari kedua sudut pelupuk matanya ketika mengingat ketika pertama kali ia membuka mata. Kenyataan itu membuatnya merasa putus asa, ia tak pernah bisa membenci orang lain dan itu pertama kalinya Krist mengutuk seseorang dalam hidupnya. Menginginkan seseorang itu enyah dari dunia ini, rasa sakit yang ia rasakan tak akan pernah bisa di bayar dengan apapun. Sekalipun harus menjatuhkan dirinya di hadapan Singto sungguh Krist rela, jika itu bisa membuat pria itu hancur. Setidaknya Singto harus merasakan apa yang ia rasakan.
Ini bukan penghianatan biasa yang mudah untuk dilupakan, ia tak pernah menjadi sependendam ini. Krist bahkan merasa meskipun Singto mati, itu tak akan pernah bisa menghapus rasa sakit yang ia alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...