Audi yang di kemudikan Singto menepi pada halaman rumah sosok manis itu, Krist langsung ingin keluar dari sana, tetapi ia mengurungkan niatnya, pria itu melihat Singto yang menatapnya aneh, sebab tadi Krist sudah hampir keluar. Namun, kini justru mendudukkan dirinya lagi, seperti enggang untuk beranjak pergi.
"Kau tidak jadi turun?"
"Tentu saja aku akan turun."
"Lalu?"
Krist mendekatkan dirinya lalu mengecup pipi Singto pelan, "Hanya ingin mengucapkan salam perpisahan. Sampai bertemu besok."
Singto hanya tersenyum dan menggangguk patuh, "Terimakasih untuk kemarin."
"Heumm, tak perlu berterimakasih kepadaku."
Ia keluar dari Audi itu, dan melambaikan tangannya pada Singto ketika pria itu melajukan audinya benar-benar pergi dari halaman rumahnya. Krist merasa senang hari ini, mungkin karena semua yang ia inginkan berjalan dengan baik atau mungkin yang lainnya?
******
Waktu menunjukkan pukul 8 pagi ketika Singto menginjakkan kakinya kembali ke rumahnya, karena banyak rentetan pesan dari Mook yang mengatakan kalau wanita itu menunggunya sejak tadi malam di tempat ini, hingga mau tak mau Singto langsung pergi ke sini setelah mengantarkan Kit pulang.
Dengan perlahan ia masuk ke dalam kamarnya sendiri, kedua manik oniks Singto membulat dengan sempurna begitu melihat Mook ternyata berhasil memberantakan seluruh isi kamarnya di saat Singto tidak ada, bahkan banyak pecahan kaca berceceran pada lantai. Singto terkejut, saat ia melihat bingkai foto yang biasanya terpasang indah di atas dinding kamarnya kini sudah hancur. Benda itu terlihat mengerikan tak seperti biasanya.
Pria itu langsung masuk dan memungut lembaran foto yang tersisa, mencoba untuk membersihkan pecahan kaca yang tertinggal, tiba-tiba derap langkah seseorang mendekatinya, membuat Singto menatap Mook yang kini terlihat agak berantakan menatapnya dengan marah.
"Untuk apa kau menyimpan foto orang yang sudah mati?"
"Ini rumahku, aku bisa menyimpan apapun disini."
"Begitu?" Mook tertawa melihatnya, ia mengambil lembaran foto yang di ambil Singto menjatuhkannya ke lantai lalu menginjaknya, "aku juga bisa melakukan apapun, kau kekasihku, sedangkan dia sudah menjadi abu."
"Aku ingin menyudahi ini."
"Kenapa? Karena pria asing itu? Kau menyukainya? Kau menginginkannya? Kau mau membuangku? Kenapa diam? Jawab aku."
"Iya." Pria itu menjawabnya dengan singkat dan padat, tetapi sangat jelas, itu menohok hati Mook saat itu juga.
"Phi Singto!"
"Aku memang menyukainya."
Mook yang mendengarnya tidak habis pikir, "Lalu setelah semua yang terjadi kau mau membuangku? Bagaimana dengan anak ini?"
"Aku akan tetap bertanggungjawab."
"Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu? Kau mau bertanggungjawab tapi kau mau bersama pria itu."
Helaan napas berat keluar dari Singto, "Bertanggungjawab bukan berarti aku harus bersamamu, 'kan?"
"Apa maksudmu?"
"Kau sudah tahu maksudku. Jadi terserah padamu."
"Aku tidak mau."
"Aku akan tetap pada keputusanku."
"Kau tidak bisa mencampakkan aku seperti ini. Ingat kau sudah berjanji bersamaku."
Raut wajah Singto sedikit mengeras mendengarnya, ia memandang Mook sejenak mencoba mengingat sesuatu, pria tadi hanya tersenyum pahit setelahnya, "Itu tak berlaku lagi sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfic[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...