Setelah beberapa lama waktu perjalanan, Singto menepikan audinya masuk ke dalam perkarangan rumannya, keadaan di sekitarnya cukup sepi, bangunan berinterior klasik itu berdiri kokoh tak jauh dari mereka, Singto terlebih dulu keluar dari mobilnya lalu membukakan pintu untuk Krist, mengajaknya melangkahkan kaki mendekat pada teras rumahnya.
"Ini rumahmu?" Krist bertanya berpura-pura terkejut.
Singto mengganggukan kepalanya, menekan password rumahnya, setelah itu mempersilahkan Krist untuk masuk, saat ia melangkahkan kaki masuk ke dalam Krist terpaku melihat sesuatu yang harusnya tak ada di sana lagi sekarang, ia mengerjapkan matanya beberapa kali tetapi ini nyata. Pria itu langsung meraih tangan Singto yang ingin melangkah semakin memasuki rumahnya.
"Phi Sing, itu siapa?" Tunjuk Krist pada foto yang terpasang pada ruang tengah rumah itu.
Pria berkulit Tan tadi menengokkan kepala, menatap apa yang Krist maksud, "Itu Krist. Bukankah kau bilang kau mengenalnya?"
"Ah, aku lupa karena sudah terlalu lama," Krist menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia lupa pada alasan konyol itu, "kenapa kau masih menyimpan foto itu? Dia kan sudah tidak ada."
"Apa menyimpan foto seseorang yang sudah tidak ada di larang? Apa aku tidak boleh melakukannya? Kenapa semua orang bertanya hal yang sama?"
Menangkap nada tidak suka dari Singto, pria manis itu sadar kalau sepertinya ia membuat Singto kesal padanya, padahal ia hanya bertanya kenapa pria itu begitu marah, hanya karena sebuah foto. Baru kali ini Krist di marahi orang lain, karena fotonya sendiri.
"Tidak, itu hak mu. Tapi ku kira kau tidak akan menyimpannya secara kau sudah punya orang lain."
Singto tak menjawabnya, ia justru mengalihkan pembicaraan mereka, "Aku akan mengantarkanmu ke kamarku, kau bisa berganti pakaian di sana," tangan Singto menyentuh pipi Krist, "tubuhmu sangat dingin."
"Aku tidak apa-apa."
Tetapi Singto tetap menariknya, membawanya ke lantai atas rumah itu, ke kamar utama di sana dan Krist lagi-lagi terpaku pada pemandangan, segalanya masih sama, persis seperti waktu ia pergi dulu, tidak ada yang berubah.
Ia bisa melihat Singto mencari sesuatu lalu menyerahkan satu stel pakaian pada Krist, "Itu kamar mandinya, kau bisa berganti pakaian di sana."
Krist mengganggukan kepalanya, sebelum memasuki kamar mandi, ia mendudukkan diri pada closed sedikit termenung, semuanya masih terlihat hangat seperti dulu, masih sama seperti rumannya yang dulu, tidak ada yang berubah sama sekali.
Saat Krist keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia melihat kamar itu kosong, Singto tak ada di dalam sana, pria manis itu menyentuh permukaan jejeran foto yang terpasang di atas meja panjang di ujung ruangan, ia meraih lembaran foto yang terlihat rusak tergeletak begitu saja, Krist mengingat sesuatu dan benar saja itu yang biasa berada di dinding atas tempat tidur, foto yang mereka ambil 4 tahun lalu setelah menikah. Siapa yang menghancurkannya seperti ini? Apa Singto?
Pria itu melangkah ke arah lemari pakaian berwarna putih, di sebelah tempat Singto mengambil pakaian untuknya tadi, seulas senyuman terlukum di sudut bibirnya, Singto masih menyimpannya, barang-barang Krist masih rapi berada di tempatnya.
Kenapa Singto tak membuangnya saja?
Mengapa masih menyimpan segalanya?
Apakah supaya terlihat menyedihkan di depan orang lain?
Ingin menarik simpati orang lain?
Entahlah, Krist tak tahu. Meskipun jujur saja ia tak bisa membaca pikiran Singto sama sekali, ada kalanya Singto terlihat seperti pria baik-baik, tetapi terkadang Singto terlihat seperti pria paling jahat di dunia. Krist tak tahu bagaimana bisa ada satu orang yang memiliki dua sisi berbeda, padahal mereka orang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...