Ingar bingar suara musik yang di putar dengan cukup kencang itu mengganggu pendengaran, Krist berjalan masuk mengabaikan orang-orang yang tengah sibuk dengan rutinitas mereka masing-masing. Lebih memilih untuk menghampiri sosok yang sudah menunggunya sedari tadi, ia mendekati punggung kokoh itu menepuknya pelan, refleks Singto menengokkan kepalanya pada Krist.
"Sudah lama menunggu?"
"Tidak, aku baru datang."
Krist mendudukkan dirinya di sisi Singto, sembari mengamati keadaan, ia melihat dua botol Wiski di atas meja panjang bartender. Singto sekarang sudah berubah layaknya seorang pemabuk, bagaimana bisa Krist sering menemani dan menemukannya minum, bahkan hampir setiap hari.
"Apa kau senang minum seperti ini?"
Singto menggelengkan kepalanya, "Tidak."
"Lalu kenapa aku sering melihatmu minum. Apakah kau tahu itu tidak bagus untuk kesehatanmu?"
Pria itu hanya sedikit menyunggingkan senyumannya, tanpa ada niatan untuk menjawab Krist. Terkadang Krist menjadi bingung, ada pada satu sisi Singto menjadi sosok ramah dan lembut, di sisi lain ia tampak pendiam dan misterius.
Krist meminta minuman yang sama dengan yang Singto pesan, lalu menuangnya ke dalam gelas kecil, riak air yang di timbulkan dari ribuan tetes cairan yang semakin lama memenuhi gelas bening itu mengambil alih perhatiannya. Ia mengambilnya kemudian menenggak beberapa teguk Wiski tadi.
"Kenapa kau sangat suka pergi ke sini?"
"Tempat ini membuatku nyaman."
"Nyaman?"
Singto mengganggukan kepalanya pelan, kemudian melipat kedua lengannya di atas meja lalu meletakkan kepalanya menyamping menempel pada lengannya yang terlipat.
"Apa kau mabuk?"
"Tidak."
Jemari Krist terulur mendekati wajah Singto, merapikan surai pria tadi yang sedikit berantakan, menelisik lebih dekat pahatan yang cukup sempurna itu.
"Lalu kenapa kau bersikap seperti itu? Kau pasti berbohong, aku tahu kau sudah di sini sedari tadi." Krist menopangkan dagunya pada telapak tangannya, ketika sikunya bertumpu pada meja, "apa yang membuatmu nyaman di sini? Apa ada yang spesial di sini?"
"Tidak."
Krist berdecak kesal karena Singto menjawabnya dengan singkat, tidak memuaskan keingintahuan yang Krist miliki kini.
"Oi, apa itu jawaban?"
Singto tersenyum simpul melihat ekspresi lucu Krist, "Tidak ada yang menggangguku di sini."
Anggukan pelan Krist mengatung di udara, siapa yang akan menyangka seorang Singto akan menghabis banyak waktu di sini.
"Setiap aku minum aku merasa lebih baik. Kau tahu kepalaku terasa hampir pecah setiap harinya memikirkan segalanya. Aku ingin mengakhiri semuanya." Lanjut Singto, sembari memposisikan bahunya tegap lagi, menuang lagi wiski ke dalam gelasnya dan menengguknya.
"Apa yang kau pikirkan? Pekerjaan?"
Singto menggelengkan kepalanya, "Tidak."
"Aku melihat hidupmu sangat sempurna."
"Hanya karena aku memiliki segalanya, bukan berarti hidupku sempurna. Ini bahkan bukan seperti yang aku inginkan."
"Lalu seperti apa yang kau inginkan?"
"Aku tidak akan menjawabnya."
"Kenapa?"
"Itu mengingatkan aku pada sesuatu." Singto menundukkan kepalanya selama beberapa waktu, sebelum menatap ke arah Krist, "apakah kau pernah merasa tidak berguna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...