Ketika ruang luas yang terbentang sejauh kedua mata mereka memandang berubah menjadi keunguan setelah matahari terbenam di langit sebelah barat. Ke-3 pria itu tengah berjalan menelusuri pinggiran sungai Chao Praya di temani oleh kelap-kelip pijaran lampu jalanan, cahaya orange yang menerangi daerah sekitar mereka itu tampak sangat indah. Krist berjalan bersisian dengan Singto, sementara Gun ada di belakang kedua pria itu, mengamatinya dari kejauhan.
Dari tadi pagi mereka sudah berjalan ke sana dan kemari tak tentu arah, melakukan semua hal yang khas di lakukan oleh layaknya sepasang kekasih sungguhan. Gun menggelengkan kepalanya, melihat Krist sedikit kekanak-kanakan sekarang, persis seorang pria yang dimabuk asmara, meskipun ia tahu itu hanya pura-pura. Wajahnya bisa mengeluarkan binar bahagia yang menipu, tetapi sorot matanya yang menyedihkan itu tak bisa mengecohnya.
"Tadi kau takut saat kita baik speed boat, sekarang kau terlihat memalukan. Berapa umurmu?"
"Entah, aku tiba-tiba tidak ingat mungkin 2 tahun." Krist membalikkan tubuhnya ke arah Gun, "jangan terus membuatku kesal."
"Jangan berjalan terbalik seperti itu."
Krist hanya mengganggukan kepalanya, tetapi tak mendengarkan apa yang Singto katakan, hingga akhirnya ia hampir terjatuh, kalau Singto tidak refleks memegangi punggungnya.
"Sudah aku bilang berjalan dengan benar."
"Ah, i-iya. Tidak perlu mengeluarkan wajah seperti itu."
Singto agak terlihat menyeramkan ketika serius dan Krist tak begitu suka akan hal itu. Pria itu dengan mudah bisa mendominasinya hanya dengan pandangannya saja. Krist membuang wajahnya ke arah lain, sedikit memundurkan kakinya meraih lengan Gun.
"Lepaskan."
"Bagaimana jika nanti kau hilang?"
"Aku sudah besar Kit."
"Tapi kau lebih kecil daripada aku, orang lain pasti mengira kau adikku."
"Ck, jangan becanda. Temani priamu itu."
"Aku bosan, dia tidak banyak bicara di saat-saat seperti ini."
"Kau yang paling tahu bagaimana cara menghadapi dia."
Krist memandang Singto sejenak, lalu menggelengkan kepalanya, "Sekarang tidak lagi."
Ia tak berbohong, mereka seperti layaknya dua orang asing yang baru saja membangun sebuah komitmen, benar-benar canggung serta belum terbiasa dan Singto sama sekali tak bisa mencairkan suasana seperti biasanya. Ia hanya diam dengan pemikirannya sendiri hanya raganya yang ada di sini. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Krist tak mau mencari tahu meskipun ia sebenarnya sangat ingin tahu, jika ia bisa hal pertama yang dirinya lakukan ingin mengetahui apa isi pikiran pria itu. Ia sangat penasaran dengan banyak hal. Ia ingin tahu bagaimana bisa Singto berubah menjadi pria seperti ini?
Ketika dulu mereka bertemu untuk pertama kali, Krist kagum dengan sikapnya, ia terpesona pada pria itu padahal mereka baru bertemu, Singto bisa membuatnya melihat banyak hal dalam satu sisi, ia terlalu baik. Meskipun ia tak pernah berharap pria itu akan menyukainya, Krist sadar Singto pasti punya selera yang tinggi, tetapi pria itu justru mengatakan kalau ia menyukainya, bukan karena penampilan ataupun yang lain, melainkan ketulusan yang ia miliki.
Mengingat saat-saat seperti itu, sedikit membuat Krist merasa sedikit emosional, jika ia memutar waktu kalau ia bisa memilih, Krist ingin bertahan pada waktu itu bersama Singto, bersama pasangannya tetapi bukan sosok yang sekarang ada bersamanya. Itu bukan Singto, Krist tak mengenalinya pria itu sudah sangat jauh berbeda dan Krist tahu ia sudah kalah dengan keadaan.
Waktu telah mengubah pribadi seseorang, bahkan Krist tak yakin, apakah Singto pernah sekali saja mencintainya dulu?
Pernahkah Singto bersungguh-sungguh padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...