Jari-jari lentik seorang pria terarah untuk menutupi wajahnya, begitu sinar matahari menerpa dan menyengat permukaan kulit susu pria itu. Di benarkan surai rambut kecoklatan yang sedikit lebih panjang dari sebelumnya, sembari mengulum sebuah senyuman manis pada setiap orang di sekitar tempat si sosok manis tadi berada.
Banyak mata memandangnya dengan terpukau, bahkan di banyak di antara mereka bahkan sampai tidak berkedip sedikitpun, tidak mau menyia-nyiakan ciptaan tuhan yang paling menakjubkan ada di hadapan mereka saat ini.
Sedangkan sosok manis tadi, tidak terlalu terpengaruh dengan hal-hal itu, yang dirinya lakukan saat ini lebih penting daripada apapun.
Tidak sengaja pandangan matanya menangkap gambaran samar sepasang kekasih yang tengah berjalan-jalan bersama, senyuman sinis muncul di sudut bibir si manis tadi, dan justru berinisiatif untuk mengikuti kemana mereka pergi, tetapi tidak sampai membuat keduanya curiga jika ada yang diam-diam mengawasinya.
Bibir si manis itu mengerucut, ketika canda tawa menghiasi targetnya, bukankah hidup ini menyenangkan, dan hidup ini selalu tidak adil pada seseorang yang terlalu bodoh.
Satu tips yang bisa si manis itu berikan, jangan sekalipun mempercayai orang lain dengan cara yang berlebihan, sebab jatuhnya kau akan menyesal sendiri, tidak semua mahluk hidup itu baik, bahkan kadang hewan pun lebih pintar dan tahu balas budi, di bandingkan kebanyakan orang yang justru menyalah gunakan kepercayaan orang lain, hanya untuk kepentingannya sendiri.
Di putar-putarnya sedotan kecil di dalam gelas sembari menatapnya, seperti sesuatu yang sangat berharga, sampai deringan ponsel menginterupsi apa yang tengah di lakukan olehnya.
"Haloo. Iya ini aku, kenapa? Aku akan kesana sebentar lagi." Ujar sosok manis tadi sembari bangkit dari tempat duduknya, meskipun pandangannya tidak pernah sekalipun beralih dari sepasang kekasih yang tengah berada di kafe sebelah tempatnya berada saat ini.
Di tatapnya lagi kedua orang itu untuk terakhir kalinya, sebelum benar-benar melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.
*
"Ini hampir 4 bulan kepergiannya kan?"
Tanya pria manis tadi pada seorang pria paruh baya yang kini tengah ada di hadapannya, sembari menyeruput pink milk miliknya.
"Ya. Apakah kau tidak apa-apa?"
Seulas senyuman terkulum di sudut bibir pria itu, "Memang aku kenapa?"
"Melihat orang lain mengira dirimu sudah tidak ada lagi."
"Dia memang sudah mati waktu itu, anggap saja seperti itu," pria manis itu mengangkat bahunya tak acuh, sembari mata hazelnya menelusuri tempatnya berada saat ini, "dan aku sudah tidak perduli lagi."
"Tapi Krist...."
"Jangan panggil aku dengan nama itu lagi, dia bukan aku, dan aku bukan dia. Aku benci padanya begitupun pada pria itu."
"Lalu apa yang kau mau?"
"Menghancurkannya sama seperti dia menghancurkan aku."
Di usaknya rambut pria manis tadi dengan pelan, "Kau pasti bisa melakukannya, sayang."
"Pilihannya hanya satu paman, aku yang membunuhnya atau dia yang membunuhku, tapi dia sudah melakukannya, jadi sekarang giliran ku untuk itu."
"Kau yakin?"
"Ya, aku sangat yakin," pria manis itu tersenyum pahit mengingat apa yang dirinya lihat tadi, semua ini membuatnya muak sangat memuakkan, "dia bersikap seperti benar-benar kehilangan aku saat orang lain melihatnya, akan tetapi jika tidak, dia bahkan bisa tertawa seperti itu, dan aku benci! Aku benci melihatnya tertawa seperti itu, aku ingin dia menangisi apa yang dia lakukan padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[35]. Revenge [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ completed ] "Phi Sing, aku sangat mempercayaimu kau tahu itukan?" Pria berkulit Tan itu mengganggukan kepalanya, sembari mengusak rambut pria manis itu pelan, "Ya, aku tahu." ** "Aku tidak mau tahu, kau harus bisa membunuhnya buat semuanya seolah...