SoLo-ve 33

544 76 27
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepanjang Shindu bisa mengingat, belum ada satu pun keinginannya yang berujung kecewa. Selama enam belas tahun hidupnya, hampir semua yang Shindu sebutkan pasti akan segera dia dapatkan.

Semua.

Termasuk perceraian kedua orang tuanya dan Pandu yang Shindu inginkan kembali menjadi bagian Shintia. Walau pun butuh perjuangan panjang, Shindu buktikan, dia berhasil melakukannya.

Jadi, saat ada sesuatu yang kemungkinan besar tidak bisa Shindu dapatkan, rasanya menjengkelkan. Dia merasa tidak berguna. Sungguh.

Padahal baru kali ini dia benar-benar menginginkan seorang perempuan.

***

Sejak terbangun dari tidur, sampai tiba di sekolah, Shindu gusar tanpa alasan yang jelas. Suasana hatinya buruk. Jika sudah begitu, amarahnya akan mudah sekali terpancing.

Jadi sebisa mungkin, Shindu coba menghindari konflik dengan teman-temannya. Termasuk perdebatan-perdebatan kecil. Karena bisa saja menyulut tragedi.

Tapi sialnya, di saat seperti itu Shindu malah dihadapkan pada situasi yang berpotensi membuatnya meledak.

Di mulai ketika jam olahraga tiba, dan Shindu yang bosan berdiam diri di kelas berniat menyusul Kahfi dan yang lain ke lapangan basket sekolah.

Lapangan basket mereka ada di belakang sekolah, berhimpit dengan kantin, dan hanya dipisahkan oleh sekat yang terbuat dari kawat. Mendekati kantin Shindu mulai mendengar jerit keseruan teman-temannya. Langkahnya dia seret lebih cepat, setengah penasaran seseru apa permainan mereka.

Begitu melewati laboratorium biologi, Shindu menoleh ke sebelah kanan hingga mendapati teman-teman sekelasnya bertanding basket. Termasuk di dalamnya Adi, Fajar, Kahfi, dua lagi temannya yang tergabung dalam satu tim. Sementara lawannya; ada Rafif, Nafiz, dan tiga lagi Shindu lupa namanya.

Awalnya tidak ada yang salah dengan permainan mereka. Mereka bermain seperti biasa, kurang acuh pada Pak Bambang yang malah sibuk mendongeng untuk siswinya di sudut lapangan.

Shindu yang duduk di kursi kantin menikmati permainan teman-temannya, apalagi tim Kahfi mulai memimpin dengan selisih angka yang cukup besar. Merasa kalah, Shindu bisa melihat Nafiz mulai main kasar.  Dan yang sulit Shindu terima adalah kenapa hanya Fajar yang Nafiz ganggu?

Predikat Nafiz sebagai biang onar memang sudah Shindu dengar cukup lama, tetapi baru sekarang Shindu menyaksikannya sendiri. Tidak tanggung-tanggung, setelah mendorong dan sesekali menyenggol Fajar, kali ini Nafiz berniat melemparnya dengan bola basket. Shindu lega Kahfi berhasil menghindarkan Fajar dari celaka yang lebih parah.

Namun, amarah Shindu terlanjur tersulut. Apalagi temannya sendiri yang hampir celaka. Jadi, saat bola yang semula ditujukan ke kepala Fajar menggelinding ke kaki Shindu, anak itu mengambilnya.

SOLO-VE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang