"Hei Eunha. Kamu denger kan apa yang aku bicara barusan? Jangan bilang kamu hanggap aku cuma mendongeng di siang bolong ini." Katanya kesel karena sedari tadi Eunha tidak pernah memotong pembicaraanya. Biasanya kalau diceritain hal yang tidak menarik, jangan berharap Eunha menjadi pendengar yang baik.
"Iya aku dengar. Jadi kamu harus ajak aku tiap minggu ke sini?" Dengan polos ia menjawab.
"Baru diajak satu kali sudah kecanduan. Katanya kamu tidak suka kimchi, eh mala doyan." Katanya memasukkan kembali kimchi spesial itu kedalam mulutnya.
Mata Eunha membelalak melihat kondisi Kimchi Yerin, begitu kelihatan warna kimchinya begitu berbeda dengan kimchinya. Atau tampah sepengetahuannya Yerin memesan jenis Kimchi yang lain. Sedari tadi Yerin hanya komat kamit seolah lagi membaca mantra. Entahlah, mana ingin Eunha ambil pusing.
"Pedess, pedess. Air Air, hujan hujan. Panassss! " Entah kenapa Yerin berteriak mengipasi lidahnya yang kelihatan memerah. Wajahnya seperti terbakar dengan keringat yang menetes di pori porinya. Dengan secepat kilat ia mengambil airnya dan meneguknya hingga tetes terakhir. Cuma butuh dua detik air itu hilang tak berbekas dalam gelas.
Eunha hanya menetapnya bingung, otatnya tidak begitu paham dengan penderitaan temanya.
"Kenapa kamu seperti baru makan sambal semangkok aja? Katanya suka pedes, eh hanya makan kimchi sudah kepedesan." Protesnya dengan tatapan kosong.
"Sumpah ini pedes banget, ini baru pertama kali aku mencicipi kimchi sepedas ini. Ini bukan kimchi spesial lagi tapi kimchi sambal spesial." Tidak terasa tiga gelas air telah masuk ke mulut Yerin. Tapi rasa pedas belum hilang dari indra pengecapnya, ia masih mengipas ngipas lidahnya yang bewarna merah.
"Oh, aku baru tahu. Aku memang lihat kamu sedari tadi menuangkan sambel ini di kimchi kamu. Lihat aja sambel di loyang kecil itu hilang hanya menyisakan tempatnya." Menunjuk loyang kecil yang awalnya dipenuhi sambel telah habis tak tersisa. Memang sambel itu terkenal begitu pedas, hanya ambil setengah sendok kecil sudah membuat keringat bercucuran apalagi semangkok. Bisa bisa keracunan sambel.
"Omegat! Sejak kapan aku memasukkan sambel itu?" Ujarnya terbata bata.
"Baru muda sudah pikun, ya sejak dari awal kamu cerita tentang Xiumin hingga kupon itu." Eunha pun menunjuk lurus ke arah kupon kebanggaan Yerin.
"Lalu kenapa kamu tidak cegah aku? Hi Eunha jahat." memasang wajah penuh sedih.
"Udah, lebih baik kita pulang aja. Lihat sudah sore nih, nanti keburu malam lagi. " Usulnya melirik jam tanganya yang busurnya hampir menunjuk ke angka enam. Ia juga melihat ke luar jendela, memang cahaya matahari hampir sepenuhnya menghilang.
"Apa? Pulang. Mana mau aku melewatkan kimchi hari ini. Aku hanya dapat merasakan satu sendok kimchi hari ini. Aku benar benar masih laper, hiks." Mengomel ngomel merengek tidak mau pulang.
"Relain aja itu kimchi, gitu aja susah. Kan masih ada minggu depan." Usulnya beranjak dari kursinya.
"ok, mood makanku juga sudah hilang karena sambel itu. Lebih baik kita pulang, perasaanku perutku mulai sakit nih." Entah kenapa Yerin mengiyakan ajakan Eunha. Apa benar perutnya terasa sakit atau suasana hatinya tidak baik karena harus merelakan semangkok kimchi yang super duper lezat itu.
Eunha terkekeh sambil menutup mulutnya melihat Yerin yang jalan sempoyongan. Perasaanya iba juga namun entah kenapa melihat Yerin ia ingin tertawa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story ✔
FanfictionEunha. Siapa sih yang tidak tahu dia? Gadis yang sangat populer di sekolahnya, cantik, kaya lagi. Bahkan semua orang mengakui kecantikan yang dimilikinya. Hem. Tapi dibalik itu wataknya sangat dingin, cuek dan tidak peduli terhadap siapapun kecual...