Happy ReadingMalam kembali menyapa dengan suara rintikan hujan terdengar dari luar, meniupkan sensasi dingin ke rongga udara yang kian menyebar.
Rissa menatap langit yang kosong malam ini, tidak ada para bintang dan bulan yang biasa menemaninya, hanya suara jangkrik yang terdengar di tengah-tengah ruangan yang sunyi.
Gelap mengurungnya dalam sepi yang tak pernah jauh darinya, keringat dingin sudah membasahi pelipisnya, badan mungil itu semakin bergetar melawan kegelapan yang perlahan membisukannya.
Entah sudah berapa lama gadis itu berada dalam kegelapan itu sendiri, tidak ada siapa-siapa yang menemaninya, ketiga sahabatnya sudah ijin pulang dua jam yang lalu begitu juga Raffa yang pergi sejam yang lalu, sedangkan bik iyem juga ijin untuk ke supermarket yang sampai sekarang belum sampai,hanya ada pak udin di luar menjaga pos yang mungkin tertidur.
Setetes air mata lolos dari sang pemilik mata yang lentik itu, suara tangisan kini menggema dalam ruangan, getaran di bahunya memberi kejelasan jika dirinya ketakutan.
Dingin dari hujan membuatnya tidak bisa bergerak dari tempatnya bahkan untuk mencari setitik cahaya dari handphonenya yang tergeletak di kasur empuknya.
Rissa menundukkan kepalanya pada lipatan tangannya, tidak sanggup melihat kegelapan yang ada dimatanya, sentuhan dari angin malam membelai kulitnya.
Gadis itu kembali mendongakkan kepalanya saat pancaran cahaya dari lampu mobil hitam yang membelah hujan itu melewati bingkai jendela kamarnya yang terbuka, perlahan memasuki pekarangan rumahnya sebelum pak Udin membukakan pagar kokoh itu.
Rissa menatap malas kepada orang yang keluar dari mobil sedan itu, seorang lelaki berjas hitam dengan bahu yang kokoh dengan mata coklat yang memancarkan aura ketegasannya menambah kesan berwibawanya, bergerak memasuki rumah yang ia tinggalkan bersama orang yang di sebut anaknya.
Samar-samar terdengar langkah dari sepatu pantofel yang mengetuk lantai, Rissa mendengus malas, memikirkan perdebatan apa lagi yang akan terjadi antara dirinya dan papanya.
Suara decitan pintu terdengar nyaring bersamaan dengan suara berat dari lelaki paruh baya itu."Rissa, kamu baik baik aja kan?".
"Hmm". Rissa berusha untuk menyembinyikan rasa takutnya saat cahaya senter dari ponsel di genggaman lelaki itu mengarah kewajahnya.
"Untunglah, sebaiknya kamu tutup Jendelanya, angin malam tidak baik buat kesehatan". Ujar lelaki paruh baya itu lagi sembari menutup kaca jendela yang terbuka lebar yang mengijinkan cipratan air hujan masuk kedalam.
Rissa mendengus mendengarkan perkataan papanya yang sok peduli padanya. "Tumben papà mau pulang kerumah".
Lelaki yang tadi disebut papa oleh Rissa memandang anaknya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Papa cuma mau pulang aja, jenguk kamu juga yang katanya lagi sakit, btw mama juga mau pulang mingkin sebentar lagi nyampenya"
"Seharusnya papa gak perlu jenguk Rissa cukup kirimin Rissa uang dan gak usah sok peduli, itu Udah cukup. Ucap Rissa sambil melangkah ke kasurnya, memabringkan tubuhnya di pulau kapok itu sembari menengelamkan wajahnya dalam selimut tebalnya.
"Maaf".
Suara pintu tertutup terdengar, membuat Rissa menyibakan selimutnya, Rissa duduk dan bersandar pada kepala kasur, pikirannya melayang pada keluarganya dulu, keluarga yang harmonis dengan canda tawa yang menggema di sudut-sudut ruangan rumah ini kini menghilang, entahlah Rissa tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.
Jam dinding itu kini sudah menujukan pukul 8 malam, cahaya dari lampu kini hadir di ruangan itu bersamaan dengan suara hangat yang dirindukan terdengar di balik pintu kayu itu.
Rissa meneteskan airmatanya, suara itu, suara yang sangat ia impikan untuk mendengarnya, sekarang suara lembut itu terdengar nyaring di kedua gendang telinganya. Ingin rasanya Rissa berlari memeluk ibunya serta merasakan elusan lembut di kepalanya dengan kecupan hangat dari sang ibu mendarat lembut dikeningnya, namun itu hanya angan yang tidak bisa ia lakukan.
"Rissa kamu sudah tidur?". Suara itu, lagi lagi terdengar seakan berteriak di kedua telinga gadis itu.
"Baiklah mama juga mau istirahat". Menghilang, suara yang ia rindukan itu menghilang dimakan langkah yang kian menjauh perlahan.
Suara helaan nafas terdengar dari bibir gadis itu, pejaman matanya seakan menariknya lebih jauh mengitari memori ingatannya.
Air mata kembali lolos dari mata lentik itu, Rissa menahan isakannya agar tidak terdengar dan membuat dua orang yang dulu ia sayangi mendengarnya, entahlah rasa itu masih ada dalam hatinya ia tidak tau.
"Kak aku rindu kakak, aku takut sendiri disini, aku cuma mau ikut sama kakak". Suara bisikan keluar dari gadis itu.
Rissa menatap nakas yang ada di sampingnya, lantas ide gila muncul di otaknya, perlahan tangan kiri gadis itu menyusuri laci nakas dan mengambil benda yang mungkin akan membuatnya senang.
Benda berukuran kecil dan tipis seperti kotak yang pada bagian sisinya tajam itu perlahan menyentuh kulit kakinya. Rissa menahan nafasnya seraya memejamkan matanya, tangannya menekan erat benda itu pada kulit kakinya, menimbulkan cairan merah yang keluar, gadis itu mengontrol nafasnya yang tidak teratur, matanya tetap terpejam menikmati sensasi yang ada, sungguh ini sangat menyenangkan, tidak ada rasa sesak pada dadanya saat cairan itu keluar.
Rissa membuang benda itu di tempat sampah yang ada di bawah nakasnya, tatapannya mengarah pada cairan yang terus keluar dengan mengalir seakan menghitung ukuran kakinya.
Tangannya terulur mengambil tisu dan membersihkan cairan berwarna merah, Rissa menggenggam tisu yang sudah menjadi merah itu dan tersenyum senang, dirinya bisa melakukannya, dirinya hebat, tangannya meremas tisu itu dan melemparkannya di tempat sampah.
Malam semakin larut namun hujan masih belum mau mereda, dingin yang dibawanya berkeliaran di udara, Rissa terduduk di ranjangnya, pikirannya berlarian pada memori masa lalunya. Ia ingin merasakan kasih sayang yang lebih dari orang tuanya, merasakan belaian lembut di kepalanya, ingin juga ia merasakan sapaan dari kedua orang tuanya di pagi hari.
Rissa tersenyum miris, rasanya apa yang ia pikirkan tidak seperti realita kehidupan yang ia jalankan,takdir tidak mengizinkannya untuk merasakan itu, entah apa maksud dari takdir yang terus mengusiknya dengan masalah hidupnya.
Gadis itu merebehakan badannya pada kasur, terlalu banyak berpikir membuat kepalanya sedikit berat di tambah lagi dengan pedih dari luka di kakinya.
Rissa memejamkan matanya berharap bahwa alam mimpi menariknya kesana, setidaknya ia bisa merasakan ketenangan walau bersifat sementara. Suara dari jarum jam terdengar mengisi kekosongan dalam ruangan ini lagi, suara detakan itu membawa langkah gadis itu ke alam mimpinya.
###
Sinar matahari menyelusup di balik tirai kamar itu, suara dari burung yang bernyanyi-nyanyi di udara membangunkan gadis yang kini tertidur pulas.
Suara ketukan pintu terdengar membuat Rissa mau tidak mau harus bangun dari kasurnya dan membukakan pintu coklat itu.
"Non udah hampir jam 7, non gak sekolah?". Suara dari bik iyem menyambutnya di pagi hari.
"Sekolah bik". Ujar Rissa sebelum beranjak mengambil handuk dan berjalan kekamar mandi, meninggalkan bik iyem yang hanya geleng-geleng kepala.
Rissa memakai sepatu hitamnya dan mengambil tas di sampingnya, langkah kakinya menuntunnya menuruni beberapa anak tangga. Langkah kakinya menuju dapur serta mengambil roti yang sudah bik iyem siapkan.
Sepertinya keinginannya untuk mendapatkan sapaan dari orang tuanya tidak akan sampai. Mungkin kedua orang itu sudah pergi lagi dari pagi buta dan kembali disibukkan oleh urusan dunia dan meninggalkan anaknya sendiri.
Rissa melihat jam di pergelangan tangannya yang kini sudah menunjukan angka 07.15 yang artinya lima menit lagi gerbang akan segera di tutup.
"Mampus gue telat". Batin Rissa dan segera berlari keluar dari rumahnya sebelum berpamitan pada bik iyem, lantas gadis itu memasuki mobilnya dan mengendarainya dengan ugal-ugalan.
Haii guys update lagi dong
Aku harap kalian bisa ngerti aku yang baru penulis pemula hehe:)
Jangan lupa vote dan coment kalian yang sangat berarti bagi aku
See you

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Light By You
Fiksi UmumRafael Pradipta?, anak dari perusahaan yang terkenal, kaya, playboy, bolak-balik masuk club, dan jangan lupakan sikap dingin yang ada pada dirinya. Lalu bagaimana bisa seorang gadis dingin dan jutek kepada orang lain bisa masuk ke dalam ruang es mil...