27⭐ Sick🌟

3.6K 572 3
                                    

Jaehyun tak tahu apa yang membuatnya kembali ke rumah ini. Perkataan Jeffrey tentang Taeyong sangat tidak masuk akal. Taeyong kemarin sudah melakukan hal yang sangat buruk di mata Jaehyun, dan tidak mungkin hal itu cuma kecelakaan. Dan Taeyong tidak mungkin jatuh sakit begitu saja hanya karna ditinggal oleh sampah semacam Jaehyun.

Jaehyun seketika sangat membenci dirinya sendiri, mengapa dengan mudah terkena hasutan Jeffrey.
Jaehyun bersumpah akan membunuh Jeffrey saat dia kembali ke gudang nanti.

Tapi Jaehyun tidak langsung berbalik pergi. Dia berdiri tepat di balik jendela kamarnya sendiri, menimbang-nimbang. Jaehyun benar benar ingin pergi, tapi Jaehyun juga ingin melihat Taeyong lagi. Jaehyun melangkah hati hati, lalu mengintip ke dalam kamar.

Jaehyun tecekat. Taeyong tampak terbaring lemas di kasurnya, tidur, dengan tiang infus di sebelahnya.

Di luar kesadarannya, Jaehyun sudah melompat masuk ke kamarnya sendiri. Jaehyun menahan napas
saat melihat wajah Taeyong yang cantik, tapi sepucat salju. Matanya bengkak dan meninggalkan lingkaran hitam di sekeliling matanya. Jaehyun juga bisa melihat bekas air mata yang sudah mengering di pipi Taeyong.

Jaehyun terpancang di tempatnya sambil melihat Taeyong, ketika dia menyadari sesuatu. Di atas
tempat tidurnya, sebuah poster super besar Mick Jagger terpasang miring. Jaehyun jadi teringat saat Taeyong mengatakan sesuatu kemarin.

Tadi itu, poster, Mick...

dan ucapan Jeffrey tadi...

Itu cuma kecelakaan! Taeyong jatuh nimpa gue waktu dia masang poster...

Jaehyun mendengus dan menjambak rambutnya. Dia tertawa pedih, tak percaya pada apa yg sudah
dilakukannya. Dia membuat Taeyong seperti ini hanya karna salah memahami bahwa dia sedang bermesraan dengan Jeffrey... yang ternyata hanya sebuah kecelakaan saat memasang poster...

Jaehyun membenci dirinya sendiri. Sangat benci, sehingga dia bisa melakukan apa pun untuk
membunuh dirinya sendiri.

"Jaehyun?" tanya seseorang, membuat Jaehyun tersentak.

Ibu. Dia sedang menatap Jaehyun keheranan dari ambang pintu. Jaehyun balas memandangnya
nyalang.

"Dokter bilang dia nggak apa apa. Cuma masuk angin dan pilek karna kehujanan, terus dipasang
infus karna dari kemaren nggak mau makan. Nggak apa apa kok," tambah Ibu lagi, setelah melihat
ekspresi Jaehyun yang khawatir.

Jaehyun hanya mengangguk pelan, lalu menatap Taeyong lagi. Jaehyun membuka mulut, bermaksud
mengatakan sesuatu, lalu menutupnya lagi.

"Jangan menyalahkan diri," kata Ibu lagi, membuat Jaehyun menatapnya heran. "Jaga dia ya, Ibu mau bikin bubur dulu."

Ibu lalu meninggalkan Jaehyun yg masih melongo. Jaehyun tak tahu Ibu tahu tentang hubungannya
dengan Taeyong.

Mendadak Taeyong bergerak, membuat Jaehyun bersiap untuk kabur. Jaehyun sudah melakukan hal
buruk kepadanya, dan Jaehyun merasa tak cukup berharga lagi untuk Taeyong.

"Jaehyun?" sahut Taeyong lemah, dan langkah Jaehyun terhenti di bingkai jendela.

Jaehyun membalikkan badannya dan menatap Taeyong yg sudah memandangnya. Air mata mengalir dari kedua mata Taeyong. Jaehyun ingin sekali menghapusnya, tapi dia tak yakin apa Taeyong sudah memaafkan segala kelakuan Jaehyun kemarin.

"Jaehyun, jangan hukum aku lagi," kata Taeyong lirih. "Aku mohon."

Mendengar kata kata itu, Jaehyun benar benar merasa dirinya sebagai sampah yg tak berharga. Taeyong bahkan masih mengharapkannya setelah apa yg dilakukannya kemarin.

"Kenapa kamu nggak benci aku, Taeyong?" tanya Jaehyun lemah. "Aku udah salah kemarin. Kenapa
kamu nggak benci aku?"

"Aku nggak bisa benci sama kamu."

"Harusnya kamu benci sama aku! Harusnya kamu tinggalin aku! Aku berhak menerima itu!
Semua tuduhan nggak berdasar itu-"

"Jaehyun," Taeyong memotong kata kata Jaehyun.

"Kamu mungkin bisa ninggalin aku, tapi aku nggak bisa."

"Bisa-bisanya kamu ngomong kayak gitu!" sahut Jaehyun marah.

"Aku cuma ngerasa nggak pantes
ada di deket kamu! Aku tuh hina, dan kamu nggak seharusnya bersama orang kayak aku! Kamu
berhak dapet orang yg lebih baik!" protes Jaehyun.

Taeyong terisak dan Jaehyun harus menahan mati-matian keinginannya untuk memeluk Taeyong.

"Jaehyun, aku mohon," kata Taeyong lagi. "Minta maaf juga cukup kok."

"Nggak cukup dengan minta maaf!" sahut Jaehyun lagi. "Aku harusnya mati atau gimana! Aku
bahkan nggak cukup bagus untuk bernapas di udara yg sama dengan kamu!"

"Jaehyun, aku nggak pernah bilang kalo aku lah yg baik. Kemaren aku sempet putus asa, aku
sempet berpikir kalo aku akan ngelupain kamu. Aku juga lemah, Jaehyun. Aku nggak bisa meyakinkan kamu. Aku berpikir bakal kehilangan kamu selamanya. Nggak apa apa kalo itu emang kesalahanku. Tapi aku nggak tau apa aku bakal bertahan hidup dengan kenyataan itu cuma
salah paham!" sahut Taeyong, air matanya berurai.

Jaehyun tidak pernah merasakan penyesalan yg seperti ini. Penyesalan yg membuatnya ingin kembali ke masa lalu, untuk memercayai Taeyong sepenuhnya tanpa pernah menyangsikannya.
Jaehyun menatap Taeyong yg sudah duluan menatapnya.

"Sini," kata Taeyong lembut sambil merentangkan tangannya. Jaehyun memandang tangan itu
beberapa saat, berpikir bahwa dia tidak berhak menyentuhnya.

"Ayo, minta maaf," kata Taeyong
lagi.

Jaehyun merasa semua persendiannya melemas. Dengan langkah pelan, dia bergerak menuju Taeyong sambil bersumpah tidak akan pernah menyangsikan Taeyong lagi seumur hidupnya. Jaehyun
terduduk di samping Taeyong yg mengacak rambut Jaehyun penuh sayang.

"Maafin aku, Taeyong," kata Jaehyun meremas punggung tangan Taeyong, tak bisa membendung air
matanya. "Aku bener2... aku bener2..."

"Sshh," kata Taeyong. "Dimaafin. Sekarang, tolong jangan ke mana mana sementara aku tidur."

Jaehyun menyaksikan Taeyong yang tertidur dengan senyuman di wajahnya, damai seperti peri. Jaehyun mencium punggung tangan Taeyong, yg sedari tadi tak dilepasnya. Jaehyun tak akan ke mana mana lagi, bahkan saat Taeyong tertidur.



To Be Contiued

hello, sunshine. (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang