Part 25

9 0 0
                                    

Setelah dirawat beberapa hari, Felisyia diijinkan keluar dari rumah sakit, meski dengan beberapa persyaratan, mengingat sakitnya bukan sesuatu yang biasa. Percakapan khususnya dengan Vano waktu itu, membawa perubahan sikap Vano padanya. Itu terlihat jelas dimata teman-temannya.

Saat keluar dari rumah sakit, Vano yang paling sibuk mengurus semuanya, dan tanpa sadar sebuah perasaan aneh menghampiri Olivia. Vano masih tinggal dirumahnya, dan sesekali benar-benar ke kantor ayahnya. Pikirannya mulai melayang di kejadian beberapa hari lalu saat kedua orang tuanya belum ada dirumah, sementara dia sedang memasak makan siangnya sendiri, pembantunya sengaja dia suruh mengerjakan pekerjaan lain.

'
Vano baru datang, dia mendekati Olivia.
"Masak apaan ? Baunya ampe di luar," ujarnya.

"Spagetti." Sahut Olive singkat, dia terlalu sibuk mencampur bahan masakannya. Rambutnya dia cepol dengan anak rambut yang berjutai tak beraturan.

Demi apapun Olive terlihat cantik. Vano memperhatikan dalam diam. Dia lalu mendekat lagi, mengulurkan tangannya merapikan rambut Olive. Sontak Olive tertegun, gerakannya sempat terhenti. Jantungnya tidak biasa.

"Please deh Lif, jangan kek gitu di depan gue," sahut Vano kalem.

"Hah ? Gitu gimana ?" Olive bertanya heran, dia tidak melakukan apa-apa.

"Lain kali jangan ada orang lain yang liat lo kayak gini, sumpah demi apapun pengen gue nikahin lu sekarang," ujarnya serius.

"Ap-apaan sih lo, gak jelas," Ketus Olive, menutupi gugupnya.

"Gue serius. Tunggu gue ya, jangan ada orang lain yang masuk ke hati lo selain gue, walaupun gue belum lo terima di hati lo, tapi gue bakal pastiin gue yang jadi satu-satunya pemilik hati lo." Raut wajah Vano benar-benar serius.Tangannya terulur lagi mematikan kompor. Ini gila pikir Olive.

"Lo udah dijodohin kalo lo lupa,"

"Gue tau, tapi itu enggak mungkin. Lo pikir gue enggak tau Felisyia kenapa ? Gue tau semuanya. Dan itu udah jelas banget buat gue. Enggak ada kesempatan buat Felisyia lagi." Balas Vano sambil tersenyum.

"Maksud lo ?"

"Udah jelas Olive, gue harap lo tahan dengan beberapa peristiwa kedepannya."

Cup

Vano mengecup hidung Olive cepat. Olive hampir tidak sadar apa yang terjadi. Dan pelukan hangat Vano menyusul setelahnya. Berlangsung selama semenit kurang lebih. Dan Olive hanya membeku. Otaknya benar-benar tidak bisa mencerna apapun.

"Spagetti-nya udah matang sayang, aku makan sedikit ya." Vano terkekeh pelan. Dia menyuap sesendok spagetti ke mulutnya lalu berlalu ke kamarnya. Meninggalkan Olive dengan sejuta kejutan listrik di tubuhnya.

Belum hilang rasa kaget Olive, Vano berbalik cepat lalu berbisik tepat di depan wajah Olive.

"Enak btw, I'm sure my child will happy have a great mom like you." Ujarnya sambil benar-benar berlalu. Olive hanya melotot kecil sebagai balasan ucapan Vano yang terdengal konyol dan sarat gombalan receh.  Tetapi satu hal yang tidak dapat Olive elakkan adalah perasaannya tetap menghangat, namun sekaligus tidak karuan. Bersamaan dengan bayangan wajah Felisyia saat bercerita tentang Vano. Raut matanya jelas menggambarkan perasaannya. Benar-benar membuat Olive pusing.

Tetapi perasaannya juga mulai jelas sekarang, perlakuan-perlakuan kecil manis Vano membuatnya luluh. Dan jauh dihati kecilnya dia mulai tak rela Vano jika bukan dengannya. Perkataan Vano tadi seolah-olah mengatakan mereka akan jadi keluarga yang bahagia dengan anak-anak mereka.

Dia menatap kosong masakannya. Memindahkannya ke piring dan memakannya dengan pikiran berkecamuk.

'
"Lif ? Olive ?" Tepukan kecil di pundak Olive membuatnya tersentak. Dia melamun.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang