Part 27

1 0 0
                                    

Vano menatap Olive yang terdiam. Dia tidak bisa menebak apa yang dipikirkan dan rasakan gadis itu. Ekspresinya tidak menunjukkan apa-apa.

"Kok bengong ?" tanya Vano memecah keheningan.

"Gapapa, daripada usil mending bantuin." Elak Olive.

"Eh ? Tumben mau dibantuin.." kekeh Vano sambil mencolek-colek Olive menggodanya.

"Apaan sih, yaudah kalo enggak mau, pergi sana. Nggak ada kerjaan banget sih gangguin orang." Omel Olive.

"Orang hobi, kenapa harus berhenti lakuin." Kata Vano jahil.

"Gajelas banget sih.."

"Lif, gue mau ngomong serius." Nada bicara Vano mulai berubah.

"Yaudah apa ?" Olive melanjutkan mengaduk adonannya yang sempat tertunda karena berdebat dengan Vano tadi.

Vano menetralkan detak jantungnya. Entah kenapa dia gugup. "Lo denger kan ?"

"Iya denger, emang mau ngomong apa ?"

"Lif, gue---" ucapan Vano menggantung, membuat Olive mengangkat kepalanya menatap Vano penasaran.

"Lo kenapa ? Gantung banget deh ngomongnya." Desak Olive pelan. Dia benar-benar penasaran.

Bukannya menjawab, tangan Vano malah terulur ke wajah Olive, membuat Olive mencoba menghindar, tapi Vano malah semakin mendekat. Detak jantung mereka masing-masing mulai berdetak kencang. Tangan Vano yang satunya merangkul pinggang Olive, membuat Olive tidak bisa bergerak. Membeku.

"Van lo mau ngomong apa sih ?" tanya Olive memberanikan diri.

Tatapan Vano melembut. Kemudian dia tersenyum. Membuat kesan gila dalam dirinya menghilang. Olive menelan ludahnya kasar. Tubuhnya lemas, posisi mereka saat ini cenderung sangat dekat. Pinggang Vano yang masing bertengger di pinggang Olive dan mereka yang hanya saling menatap. Dari tatapan tersebut mereka sudah bisa saling mengukur perasaan masing-masing.

"Lif, gue suka sama lo." DEG. Jantung Olive seperti berhenti berdetak untuk sejenak. Dia mencoba memahami kata-kata Vano tadi, berharap pendengarannya tadi tidak salah.

"AP-A—APA ?"

Vano hanya tersenyum, lalu memajukan wajahnya mengecup bibir Olive singkat. Lalu memeluknya sejenak. Mereka saling mendengar detak jantung masing-masing. Sangat kencang. Setelah itu Vano segera berlari pergi menuju kamarnya, sebelum Olive mulai berteriak menutupi rasa malunya.

"VANOOOOOOO!" Teriak Olive kencang. Dia benar-benar malu. Vano suka sekali mencuri sesuatu darinya. Memanfaatkan kelemahannya yang tidak mudah mencerna kejadian yang bersifat mendebarkan jantung. Termasuk hatinya mungkin. Vano tersenyum puas mendengar teriakan Olive. Dia merasa itu cukup, belum saatnya dia mengikat Olive dengannya.

Olive masih mengingat semua perlakuan Vano tadi. Beruntung kedua orangtuanya paham dengan kebiasaan mereka yang saling usil. Mereka pun mengerti apa yang terjadi dalam diri kedua anak remaja itu. Dan mereka diam-diam menyetujui. Karena sebenarnya Vano adalah orang yang selama ini mereka tunggu untuk Olive.

Sebenarnya anak dalam ingatan Olive yang di villa itu adalah Vano, hanya saja tampaknya Olive sudah tidak mengingat detailnya. Sebenarnya itu hanyalah perkataan anak kecil yang bisa saja diabaikan akan tetapi kedua orang tua Olive melihat sesuatu yang berkesan dalam diri anak itu.

Vano kecil pernah meminta untuk dinikahkan dengan Olive. Bahkan dengan keras kepala memaksakan itu. Dia mendatangi kedua orang tua Olive, dan dengan berani mengatakan ingin menikahi Olive. Orang tua Olive tentu saja cukup kaget melihat itu.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang