Noura ingin kabur. Kalau bisa, dia ingin memohon kepada orangtuanya agar dikeluarkan dari kampus terkutuk ini. Sebenarnya bukan karena Universitas Pionir Nusantara buruk, tetapi karena kehadiran sosok menyeramkan yang berdiri beberapa meter di depan sana adalah sumber malapetaka.
Siapa lagi kalau bukan Devan Putra Pratama, teman masa kecil Noura yang jahat?
Sungguh. Noura tidak pernah bertemu manusia seburuk Devan sepanjang delapan belas tahun hidupnya. Tentu saja Devan ganteng, banget malah. Kulitnya kecokelatan karena hobinya bermain basket di lapangan kompleks rumah. Tubuhnya tinggi dan tegap, dengan postur penuh percaya diri yang berlebihan. Sebenarnya, Noura tidak menyangka Devan akan tumbuh semenarik ini, apalagi setelah empat tahun mereka berpisah. Namun, kepribadian cowok itu sangat buruk. Bahkan, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Devan masih menguarkan aura jahat. Lihat saja. Tatapan lelaki itu sangat menyeramkan!
"Semua mahasiswa baru Jurusan Teknik Elektro berbaris yang rapi di sini dalam lima detik. Satu!"
Dari posisi Noura, dia bisa melihat Devan yang memegang pengeras suara berjalan mondar-mandir di depan barisan mahasiswa baru. Gayanya persis seperti komandan yang sedang mendisiplinkan para prajurit; sangar dan menyeramkan. Noura nyaris yakin seratus persen bahwa teman-teman barunya akan lari terbirit-birit jika tidak dijaga oleh panitia OSPEK lain di belakang barisan. Artinya, perhatian mereka semua tertuju kepada mahasiswa baru lainnya selain Noura. Dia bebas!
Kaki Noura melangkah ke belakang dengan perlahan. Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Setelah memastikan bahwa dirinya aman, Noura berbalik untuk kabur dari gerbang neraka di depan matanya. Namun, belum lima langkah Noura menghindar, pengeras suara kembali terdengar. Kali ini lebih keras hingga burung-burung kecil yang hinggap di dahan pohon beterbangan serentak.
"Yang mau kabur! Dari jurusan apa?"
Detik itu juga, Noura bergeming. Satu tangannya terjulur ke depan dengan posisi kaki ditekuk, tanda siap lari. Dia bisa saja dikira sebagai Patung Pancoran yang tersohor. Bedanya, ini adalah versi perempuan dan hidup.
Noura memejamkan mata erat-erat, bimbang antara bertemu dengan mimpi buruknya atau menghadapi orangtua yang mencak-mencak karena anaknya kabur dari kegiatan OSPEK hari pertama. Apa pun pilihan Noura, keduanya sama buruknya. Hanya saja—
"Teknik Elektro!"
Belum sempat Noura mengambil keputusan, suara lain yang sangat dekat dengannya berseru. Noura membuka mata dan mendapati seorang cowok sedang mengibaskan-ngibaskan papan nama yang terkalung di leher Noura.
"Dari Jurusan Teknik Elektro dan mau kabur pada hari pertama!" teriak cowok itu lagi, kali ini sambil menggeleng. Suara-suara terkesiap di belakang pungung Noura terdengar sangat jelas, diiringi ejekan dan gerutuan panitia OSPEK. Namun, hanya satu suara yang berhasil membuat jantung Noura berdebar sangat kencang.
"Hari pertama udah berani kabur? Punya nyali, ya, lo?"
Devan.
Sudah jelas itu suara Devan versi lebih dewasa dari yang terakhir Noura ingat. Dia melirik cowok yang telah mengekspos identitasnya—salah satu panitia OSPEK, jika dilihat dari jaket almamater yang dia kenakan—lalu melengkungkan ujung-ujung bibirnya ke bawah. Cowok itu hanya membalas lirikan Noura sekilas, tetapi Noura yakin ada sinar geli di kedua mata beningnya.
"Maju sini!"
Noura hanya bisa menelan ludah ketakutan saat suara Devan terdengar semakin tajam dari pengeras suara. Noura bergerak-gerak gelisah di tempatnya, antara ingin berlari sekuat tenaga dari lapangan atau menghadapi monster itu. Namun, sekali lagi, cowok menyebalkan di dekatnya mengambil keputusan untuk Noura; lengan Noura ditarik menyeberangi lapangan berkerikil, diikuti berpasang-pasang mata. Tentu saja Noura hanya bisa mengikuti langkah lebar itu dengan dagu nyaris menempel ke dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
RomanceNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.