21. It's a Lie

852 175 9
                                        

***

Kembali ke mobil, namun masih belum beranjak dari tepi jalan tempat mereka berhenti tadi. Jiyong kembali duduk di kursi pengemudi sedang Lisa duduk di sebelahnya. Keduanya terdiam, namun tidak benar-benar diam, ribuan adegan yang pernah terjadi dalam hidup mereka mengganggu pikiran mereka seperti potongan film-film bisu. "Beritahu aku apa yang terjadi," ucap Jiyong, ia tumpu kepalanya dengan kedua lengannya yang bersandar pada roda kemudi, masih belum ingin menyalakan mobilnya.

"Bagaimana bisa kau tega mencurigaiku, sunbaenim?" tanya Lisa, sudah tidak ada tangisan lagi di bibirnya, namun suaranya masih begitu serak– sialnya lagi tidak ada air minum di mobil mereka. "Aku tidak pernah membunuh siapapun. Aku memang berharap kalau Jongin dan Rose mati, mereka mengkhianatiku dan aku membenci mereka. Tapi aku bahkan tidak bisa meninggalkan Rose sendirian di danau itu, aku tidak membunuhnya. Kenapa kau tidak bisa mempercayaiku? Aku mempercayaimu saat kau bilang kau bukan zodiak, aku mempercayaimu disaat kau menyembunyikan banyak informasi dari kami, kenapa kau melakukan ini padaku, sunbaenim?"

"Aku melakukan ini karena aku ingin mempercayaimu. Aku akan terus mencurigaimu sampai aku benar-benar yakin kalau kau bukan pelakunya," jawab Jiyong, menoleh hanya untuk menatap Lisa dan menunjukkan tatapan seriusnya. Sekaligus tatapan yang seolah memohon agar Lisa mempercayainya. "Sekarang beritahu aku semua kejadian waktu itu, beritahu aku seluruh bukti untuk alibimu,"

Akhirnya, Lisa membuka mulutnya. Jauh di dalam lubuk hati gadis itu, ia tidak menyetujui pernikahan ibunya. Ibunya menikah dengan seorang guru dari sekolahnya, ia bahkan berteman dengan putri guru itu. Namun belas kasihan membuatnya terpaksa berpura-pura bahagia atas pernikahan itu. Kebahagiaan yang ingin ibunya raih melalui pernikahan itu adalah satu-satunya alasan Lisa membiarkan pernikahan itu terjadi. Pernikahan itu berlangsung ketika Lisa sudah hampir lulus dari sekolah menengahnya. Tidak lama setelah hari kelulusannya Lisa yang sebelumnya diterima di Universitas yang sama dengan Rose pun harus kembali mengalah. Sang ayah tiri– yang mengaku sebagai guru teladan– tidak ingin Lisa si anak nakal keturunan pemilik bar dekat dengan putri terbaiknya. Maka pergilah Lisa ke luar kota untuk melanjutkan sekolahnya.

Kehidupan kuliah Lisa berjalan dengan baik. Ia kecewa karena merasa diusir, merasa dipisahkan dari ibunya, namun ia tidak pernah mengungkapkan kekecewaannya itu. Selama masa kuliahnya, Lisa hanya pulang sesekali saat liburan, ia hanya menemui ibunya untuk beberapa hari sebelum sang ayah tiri menyuruhnya kembali ke asrama kampus. Kim Jongin adalah salah satu sumber kebahagiaan Lisa. Berkencan dengan pria itu membuatnya merasa begitu dicintai, membuatnya mendapatkan apa yang sebelumnya sangat sulit ia dapatkan. Kasih sayang seperti apa yang bisa Lisa harapkan dari seorang wanita pemilik bar? Hanya uang yang dapat ibunya berikan. Namun dihari kelulusannya, hari yang seharusnya begitu menyenangkan, justru berubah menjadi kenangan buruk.

Hari itu begitu cerah, semua orang bersyukur dengan kelulusan mereka. Sayangnya, di tengah keramaian hari wisuda itu, Lisa justru melihat Jongin mencium Rose. "Bukan kecupan selamat atas wisudanya, tapi sebuah ciuman menjijikan seolah mereka akan bercinta di sana. Apa mereka bodoh? Kenapa mereka berciuman di depan toilet? Aku tahu semua orang sibuk berfoto di depan aula kampus, tapi berciuman seperti itu di depan toilet- kenapa mereka tidak masuk saja kedalam toilet? Mereka bisa bercinta disana, selama aku tidak perlu melihat mereka,"

"Kau menangkap basah mereka?"

"Bodohnya tidak," gumam Lisa. "Aku hanya pergi dari saja, memberitahu ibuku kalau aku akan pergi berkemah dengan Rose lalu mengantarkan ibuku ke terminal, untuk kembali pulang seperti bagaimana seharusnya. Aku memberitahu ibuku kalau Rose tidak akan pulang bersamanya, kemudian setelah itu aku memberitahu Rose kalau ibuku harus segera pulang karena ada urusan mendesak. Saat itu aku mengajak Rose berkemah, aku menghubungi dua orang temanku dan mengajak mereka berkemah denganku. Aku akan berkemah dengan Jongin, dengan teman-temanku kemudian menyiksa Rose. Aku ingin menunjukan padanya siapa sebenarnya kekasih Jongin. Tapi Jongin justru marah,"

"Karena itu kalian bertengkar di kampus?" tanya Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Kami bertengkar dan aku memang mengajaknya ke atap. Atap itu memang selalu menjadi tempat kami bertemu,"

"Kim Jongin melompat dari atap tempat kalian sering bertemu karena merasa bersalah telah menyelingkuhimu, benar-benar kisah yang menyedihkan, kau berhasil membuat orang-orang bersimpati padamu. Mereka mengatai seorang pria yang tewas sebagai bajingan, pria hidung belang, playboy bodoh yang mengencani sepasang kakak adik,"

"Rose tidak tahu," ucap Lisa, ia abaikan komentar menyakitkan yang Jiyong lontarkan itu dan berusaha untuk tetap fokus menceritakan ulang apa yang saat itu terjadi. "Aku benar-benar sedih saat Jongin tewas. Bagaimana bisa ia bunuh diri disaat dia seharusnya membujukku agar aku memaafkannya? Kenapa dia harus mati disaat kami tengah bertengkar? Kenapa dia membuatku merasa begitu sedih? Rose tidak tahu kalau aku dan Jongin bertengkar karenanya, karena itu begitu pemakaman Jongin selesai, begitu kasusnya di tutup dan semuanya kembali seperti semula– kecuali perasaanku– Rose mengajakku berkemah. Rose menghubungi Bambam dan Ten– dua orang teman kuliahku yang juga di wisuda bersamaku– kemudian meminta bantuan mereka untuk menghiburku, Rose yang merencanakan perkemahan kami di danau waktu itu,"

"Lalu apa yang terjadi di danau? Kalian bertengkar? Kau memberitahunya kalau kau tahu mengenai perselingkuhannya dengan Jongin dan dia enggan mengakuinya? Kau ingin membunuhnya disana? Menenggelamkannya?" tanya Jiyong, yang kali ini membuat Lisa melemparkan tatapan sinisnya pada Jiyong.

"Aku tidak membunuh Rose! Sudah berapa kali ku katakan? Aku tidak membunuh Rose!" kesal Lisa karena semua ucapan Jiyong yang sedari tadi terkesan menyudutkannya. "Aku hanya bertukar tenda, aku tidak bisa tidur bersama Rose. Aku masuk ke tenda Bambam dan Ten, tidur disana kemudian membiarkan Ten pergi ke tendaku sebelumnya. Ah mungkin Ten ingin menidurinya, karena itu aku tidak peduli saat Ten bilang dia akan menemani Rose. Aku berharap mereka bercinta sampai hamil kemudian hidup Rose yang suci dan penuh cinta itu hancur. Tapi aku tidak bisa meninggalkannya,"

"Kau tidak ingin temanmu menghancurkan Rose? Tapi alih-alih mengaku kalau kau khawatir, kau justru bilang kalau kau takut ketahuan karena bercinta dengan temanmu? Kenapa tidak memberitahuku sejak awal?" ucap Jiyong, yang tanpa menunggu jawaban Lisa kemudian menelpon seseorang dengan handphonenya. "Yongbae-ah Kau sudah tahu siapa pria cabul yang tinggal di sebelah rumah Jennie Kim? Bagaimana dengan keberadaan dua saksi lainnya?" tanya Jiyong, kepada pria yang ia telepon– Detektif Dong Yongbae yang baru-baru ini di keluarkan dari tim mereka.

Sedang Jiyong menelpon, Lisa yang sempat sedih karena kenangannya justru membulatkan matanya– terkejut dengan apa yang Jiyong bicarakan sekarang. Apa sekarang Jiyong mencurigai teman-temannya? pikir Lisa begitu mendengar pertanyaan Jiyong, terlebih karena pria itu seolah melakukan penyelidikan lain di belakangnya– seolah Jiyong tengah memanfaatkan Yongbae yang baru di keluarkan untuk mengalihkan perhatiannya.

***

ZodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang