Kamu nyata.
Bukan sebuah fantasi,
Bukan pula sebuah ilusi,
Kamu layaknya dua sisi koin.
Penyebab dari sebuah senyuman sekaligus pemicu hadirnya luka.
Tapi,
Aku terlalu lalai dalam menyadari,
Terlalu lambat dalam mendapati,
Sampai akhirnya,
Semesta mendera ku.
Mengukungku dalam sebuah rasa bersalah.
Menyergapku dalam kotak rindu.
Dan menenggelamkanku dalam keputusasaan.
Aku telah terlalai sehingga kamu lebih memilih mencari persinggahan lain.
Pekanbaru, 20 November 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Monografi.
PoetryTidak semua orang mampu menyuarakan apa yang ingin mereka katakan. Tidak setiap individu mampu membahasakan kata hati mereka. Sebagian orang memilih tidak mengutarakan apa-apa yang seharusnya mereka lontarkan. Memilih bungkam, sementara sesak sudah...