Ketukan dipipi berkali-kali mengenai kulit Lucy. Membuat mata yang terpejam kini bergerak menunjukkan bahwa ia terganggu. Sedikit Lucy mulai membuka kelopak mata, bulu mata bergetar mengikuti. Pengelihatannya menangkap seorang bocah berambut coklat dengan mata hijau zamrut yang memikat.
Lucy terbangun dari tidurnya dan duduk, matanya memindai ruangan sekitar. Bisa dilihat, kasur kecil tunggal yang saat ini di tempati. Jendela yang sedikit terbuka, menunjukkan luar yang sedang hujan, membuat gorden agak berkibar karena angin yang masuk. Pot kecil diletakkan di jendela tidak luput dari visinya.
"Ah! Kamu bangun!"
Lucy menoleh untuk melihat seorang bocah berteriak. Sedikit mengerutkan alis dia memperhatikannya. Bocah ini, Eren.
Jadi aku ada di rumah Jaeger.
Belum sempat mengeluarkan suara, pintu yang berderit terbuka. Menunjukkan sesosok wanita ke ibuan dengan baju sederhana yang biasa di pakai orang luar dinding Sina.
"Eren! Berhenti bertirak atau kamu akan mengganggunya!" Carla berkata penuh penekanan sembari berbisik.
"Tapi dia sudah bangun bu!" Carla kini mendengarkan anaknya, menghampiri kasur dan melihat Lucy menatapnya dengan mata sayu. Mata Carla melebar dan segera terkejutanya di gantikan dengan dia keluar untuk mencari Suaminya, Grisha.
Carla memanggil Grisha yang sibuk dengan dokumennya. "Sayang, Nn. Lucy sudah bangun.,"
Grisha menoleh memenuhi panggilan istrinya. Dia tersenyum kecil memandangnya, "Aku segera kesana, pastikan dia makan."
Carla mengangguk, dia pergi menyiapkan bubur kentang yang dihangatkannya untuk makan siang. Membawa porsi sedang dan segelas air dia membuka sedikit pintu kamar yang di tempati Lucy. Sebelum berhenti ketika ia melihat, Lucy duduk di pinggir kasur sedang berbicara dengan Eren. Agak penasaran dia mendengarkan diam-diam.
"--dan aku ingin melihatnya sendiri seperti burung yang bebas." Eren menjelaskan dengan semangat, terlihat dari matanya yang bergemilang. Lucy tersenyum dan menepuk kepalanya. Carla masih setia mendengarkan dibalik pintu. penasaran apa yang sebelumnya dibicarakan.
"Itu bagus, seandainya aku punya kekuatan dan keberanian. Aku juga ingin seperti mereka. Sayangnya, kadang semua hal tidak seperti yang diharapkan." Lucy berbicara dengan mata sedih.
"Aku harap mereka baik-baik saja, diluar sana.," Lucy melanjutkan, nadanya makin menurun. Membuat Carla tidak bisa mendengarnya. Namun ibu Eren cukup yakin itu tidak menyenangkan melihat dari tangan Lucy mengepal, dan gaun tidur berkerut karenanya.
Carla melihatnya ikut merasa sedih juga untuk Lucy dan penyakitnya. Dengan mengandalkan senyum, Carla memasuki kamar.
"Ma'af Nn. Lucy, walaupun tidak seberapa tolong tetap beri energi untuk tubuh anda."
Carla menyodorkan bubur kentang itu. Lucy agak ragu untuk menerimanya. Perlahan Lucy melahap sendok pertama tanpa suara. Ibu Eren mengangguk melihatnya, dia kini menggandeng Eren di tangannya,
"Nah Eren, Jangan menganggu lagi." Dengan itu Carla menyeret Eren keluar dari kamar.
Melihat mereka keluar dan menutup pintu, Lucy segera meraih air di gelas dan meminumnya. Bubur kentang yang dimakan benar-benar hambar, tidak menyangka akan tidak begitu enak untuk memakannya. Lucy menatap sepiring bubur itu dan mulai memikirkan cara bagaimana mulai menghabiskannya.
Dia diam-diam bersyukur bahwa bertransmigrasi di keluarga kaya.
Lucy mulai makan dengan cepat dan berharap lidahnya mengabaikan rasa aneh itu dengan meminum air setelahnya. Dan itu agak berhasil.
"Memang tidak begitu enak jika dibandingkan makanan mewahmu. Namun aku senang kamu tetap memakannya."
Lucy tersedak, dia menoleh untuk melihat siapa yang berbicara. Semburat tipis terlihat dipipinya, dia malu dengan kenyataan bahwa Grisha melihatnya makan tanpa berusaha memuntahkan. Merasa agak bersalah dan malu, Lucy menundukkan kepalanya.
"Ma'afkan aku.,"
"Tidak perlu memikirkannya,"
Grisha kini berjalan mendekat ke arah kasur sembari menarik kursi kayu. Pria itu menempatkan tempat duduk di depan Lucy dan mendudukinya. Dia mulai membolak-balik kertas ditangannya.
"Dengarkan aku Nn. Lucy," Grisha kini memandang Wanita di depannya. Mengabaikan wajah khawatirnya, pria surai coklat itu melanjutkan.
"Saya yakin setelah apa yang kamu alami hari ini. Racun dalam dirimu akan menyebar lebih cepat jika anda dalam keadaan stress atau tertekan."
Lucy sedikit tersentak, namun dia tetap mendengarkan. Grisha melanjutkan setelah sedikit jeda.
"Dan sebagai reaksi tubuh akan racun yang menyebar adalah kamu yang pingsan." Grisha melihat keadaan hatinya yang memburuk. Namun dia sudah menyiapkan kejutan di akhir agar Lucy tidak begitu tertekan.
"Namun, saya sudah menemukan penawar untuk menghambat racun agar tidak menyebar cepat. Saya membuatnya dalam bentuk cair dan dalam stok 2 bulan. Aku cukup yakin keluargamu tidak punya masalah dengan uang." Grisha merapikan kertasnya, kemudian menatap wanita surai pirang pucat di depannya. Lucy tersenyum tipis dan mengangguk kecil.
Melihatnya Grisha berdiri dan berjalan menuju pintu sebelum berbalik, "Pastikan anda minum 3x sehari dalam sendok teh dan minum satu sendok ketika sedang tertekan. Dan saya akan mengembangkan kedepannya."
"Baik." Dengan jawaban itu, Grisha keluar dari kamar. Pintu terbuka digantikan dengan kehadiran hangat Carla. Wanita itu tersenyum membawa nampan, meletakkannya di meja kecil samping tempat tidur. Dia menuangkan cairan coklat berbau herbal di sendok teh dan mencondongkannya pada Lucy.
"Tolong minum obatmu Nn. Lucy."
Lucy meneguk ludah. Melihatnya saja dia tahu rasanya pasti pahit. Dia melirik Carla yang masih tersenyum. Dengan sedikit kekuatan dia mendorong tangan Carla.
"Aku akan meminumnya nanti,"
Carla tidak mengendorkan tangannya dan masih bersikeras. Terlihat dari dorongan Lucy yang tidak mempan.
"Tolong minum obatnya." Lucy berhasil dibuat merinding, ketika melihat Carla berkata seperti itu masih dengan senyuman. Namun, kini terlihat menyeramkan.
Apa daya, Lucy hanya bisa menahan pahit.
***
Setelah kejadian pahit di kamar tadi, Lucy kini menunggu hujan reda sembari duduk di kursi dapur. Menemani Eren yang saat ini bermain kayu dan Carla yang mencuci piring. Awalnya dia ingin membantu, namun Carla terus menolak.
Lucy agak pasrah ketika mengingat penolakan Carla tentang dirinya yang menawari bantuan.
"Ah, tidak usah. Aku tidak ingin terkena masalah dengan membuat telapak tanganmu kasar."
Itu aneh, jujur. Dan membuat Lucy berakhir duduk satu jam terakhir dengan secangkir teh. Dia melihat keluar jendela yang masih diguyur hujan. Itu mengingatkannya,
Tentang skenario di dalam anime. Membuat suasana hati memburuk tiap kali dia membayangkan. Pandangannya tidak beralih dari hujan sekalipun.
Lucy berharap bahwa hujan tidak pernah berhenti. Karena jika itu berhenti,
Levi akan kehilangan, apa yang tidak akan kembali.
###############
Ini membuat saya sedih di akhir kalimat. Kuharap benar-benar ada yang membuat mereka kembali.
Sayapun masih menyempatkan waktu untuk bagian ini.
Semoga kalian menikmati. Akan terbit lagi tanggal 15, karena saya ada ujian. Mungkin jika ada waktu akan saya sempatkan.
Don't forget to vote and comment!!
Leven_Ack
KAMU SEDANG MEMBACA
Along With U || Levi X OC
Science FictionSendirian datang ke dunia lain? Melihat dan mencintai karakter di dalamnya tidak mustahil, Namun, Dapatkah aku mendapatkannya? Yang orang sebut dengan "Happy Ending" «LeviXOC» Update weekend *maybe. *Cerita panjang tak berujung :v