Bagian 17 : Its Easy With Me

1.4K 253 24
                                    

Mereka saat ini duduk di sofa kamar Lucy. Levi memegangi lengan Lucy yang penuh luka, matanya fokus mengolesi obat. Sedangkan Lucy sendiri meringis kesakitan tidak berani mengeluarkan suara, dia cukup takut dengan ekspresi Levi. Meja depan mereka terdapat salep yang di bawakan para maid.

Levi berhenti kemudian menurunkan tangan Lucy. Pria itu menatap ekspresi kesakitan Lucy sedikit melembut.

"Berbalik."

Lucy diam menuruti untuk membalik tubuhnya sehingga punggung menghadap Levi. Wanita itu hanya menunggu instruksi selanjutnya yang membuat dirinya tersedak.

"Perlihatkan punggungmu."

"A-apa?!"

Matanya melebar ketika kepalanya menoleh menatap Levi dengan ekspresi tak percaya. Pipinya terasa panas hingga dirinya merasa hampir pingsan. Diam-diam Lucy mengarahkan tatapannya pada maid yang berdiri di dekat pintu.

Matanya memelas, jelas-jelas meminta pertolongan pada maid itu. Ketika maid melihat tatapannya, bukannya datang mereka malah menundukkan kepala dan berjalan pergi keluar kamar.

Bgst!

Melihat Lucy yang tidak merespon, Levi membuka sendiri tali baju di punggung Lucy. Wanita itu menengang canggung, sehingga duduk dengan punggung lurus dan kaku.

"L-Levi? Aku bisa melakukannya sendiri nanti,"

Levi menatapnya tajam. Walaupun Lucy tidak melihatnya, dia merasa belakang kepalanya terbakar oleh tatapannya. Lucy hanya bisa menenguk saliva gugup.

"Melakukannya nanti?"

Levi berkata penuh sarkasme. Kemudian melanjutkan kegiatannya ketika punggung Lucy yang putih transparan seperti giok diperlihatkan. Itu akan sangat memikat, jika saja memar-memar hilang.

"Cih! jika kamu memang berniat mengobatinya, aku yakin sebagian memar lama telah hilang saat ini."

Levi mendengus kesal, sedangkan Lucy menggigit bibirnya tak bisa menjawab pernyataan Levi. Lucy bisa merasakan tanagn Levi yang mengolesi obat sedikit menekan keras.

Wanita itu hanya bisa menahan malu di hatinya dan mencoba mempertahankan harga dirinya yang mungkin hanya secuil di mata Levi.

Dia memang tak mengobati lukanya karena takut kakaknya akan mengetahui latihan diam-diamnya. Ketakutan terbesarnya hanya takut ketahuan.

"Apa yang kau lakukan hingga mendapat memar seperti ini?"

Levi bertanya, nadanya juga sedikut melembut. Lucy kembali gugup, dia ingin berbohong. Tapi rasanya berbohong di depan pria ini mustahil. Lucy merasa Levi selalu akan tahu jika dia menyembunyikan sesuatu.

Lucy menarik napas panjang dan menghembuskannya. Jari-jari di punggungnya serasa menggelitik. Lucy menundukkan kepalanya hingga rambut menjuntai menutupi ekspresinya. Tangannya berkeringat dingin.

"Aku ..."

Lucy terdiam sejenak. Melirik ke jendela yang menggantung gorden merah tanpa tujuan jelas.

"Aku hanya terjatuh menunggang kuda."

Bohongnya. Levi menghentikan tangannya, mendongak tanpa percaya perkataannya. Suasana hening dan dirinya melanjutkan tanpa bertanya lagi. Karena keduanya tau, jawaban tadi hanya dusta.

Levi tiba-tiba berdecih kasar, tangannya kembali mengikat tali baju bagian belakang Lucy tanda dia selesai. Decihan Levi membuat Lucy memiliki firasat buruk.

"Jika kamu ingin belajar 3DMG, kamu bisa memintaku."

Lucy memutar badannya terkejut dengan kata-kata pria itu. Dia menatap dengan sangat kaget hingga wajahnya pucat pasi.

Lucy sedikit ragu, dia membenarkan lengan bajunya. Levi yang di depannya menyeka jari-jarinya dengan sebuah sapu tangan menghilangkan sisa obat.

Pria itu melirik Lucy di sudut mata dengan tatapan elang. Tangannya tiba-tiba terulur. Lucy ingin mundur, namun entah kenapa tubuhnya hanya diam. Tangan Levi mendorong rambut pirang pucat yang menjuntai ke belakang telinga Lucy dengan lembut. Wanita itu terkejut hingga hanya bisa menatapnya.

Walaupun ekspresinya masih sama, namun itu cukup untuk membuat pipi Lucy memerah perlahan. Sentuhan dingin pria itu seakan masih tersisa di sana.

Ba-dump! Ba-dump!

Jika Levi seperti ini, Lucy yakin jantungnya tidak bisa bertahan lagi.

"Setidaknya, berlatih denganku tidak ada memar parah."

Suasana itu berumur pendek, ketika pintu kamar dibuka dengan dua maid masuk membawa camilan Lucy di nampan. Maid itu seakan tau mengganggu suasana dia hanya menaruh nampan di meja dan kembali keluar.

Lucy segera memalingkan mukanya, dia memasukkan kue kering dimulutnya dengan cepat hingga penuh. Dia merasa Levi sangat aneh hari ini, merasa bahwa pria itu lebih banyak bicara dari pada biasanya.

Levi hanya mengernyitkan alis melihatnya salah tingkah. Sudut mulutnya terangkat tipis, hingga hampir tak terlihat. Itupun berlangsung sedetik.

Lucy mengunyah dan menelannya dengan sekali tegukan. Tenggorokannya terasa sakit, namun dia menahannya ketika dia kembali menoleh pada Levi dengan wajah berharap.

"Benarkah, kamu mau melatihku?"

"Datang ke hutan dekat pelatihan para kadet. Kirim aku surat dahulu."

Lucy menganggap bahwa dia menerimanya. Senyum segera mekar di wajahnya dipadukan pipinya yang bersemu. Itu cukup menggemaskan, jika saja bukan Levi yang melihat.

Pria itu justru bangkit dan memakai kembali mantel Surfey Corps dengan rapi. Dia kemudian pergi keluar pintu tanpa pamitan. Lucy pun tak keberatan, dia juga tidak berniat mengikutinya.

Wanita itu bangkit dan berlari kecil menuju jendela besar di kamarnya. Larena kamarnya berada di lantai 2 dia dapat melihat gerbang mansionnya dengan jelas. Menunggu beberapa saat, dia melihat Levi pergi menunggangi kudanya yang berpacu cepat.

Melihat sosoknya perlahan menghilang dari pandangan Lucy segera berlari dan melempar tubuhnya di kasur. Wajah ia benamkan di bantal, jeritan teredam dapat di dengar dalam ruangan. Untung saja ruangan sedang kosong, jadi Lucy tidak terlalu memperhatikan.

Tubuhnya berguling kesana-kemari kegirangan. Dia dari tadi sangat takut jika akan dimarahi oleh Levi, namun siapa sangka bahwa Levi malah menawarkan diri sebagai pelatih.

Lucy tiba-tiba terdiam, lalu bangkit duduk di atas kasurnya. Rambutnya kini kembali betantakan. Jari-jari Lucy yang ramping kini menyentuh pipi hingga telinga kirinya, pipinya bersemu merah muda secara bertahap.

Dia tidak tau motif apa Levi melakukannya. Tapi itu benar-benar terus membuat jantungnya berdesir ketika mengingatnya.

Lucy kembali merebahkan badannya di kasur, menatap langit-langit atap kasur. Sebagian dirinya bingung.

"Mengapa ... Dia melakukannya?"

Sebagian yang lain, tentu Lucy merasa senang.

###############

Don't forget to vote and comment!!

#dirumahaja

Leven_Ack

Along With U || Levi X OC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang