Bagian 17

42 13 2
                                    

"baiklah. Kamu bersamaku dikuda itu"

**

Kemudian kita berjalan meninggalkan kota vanceburg menujuu hutan. Devid berada didepan bersama anak itu dan kami mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba kuda devid berhenti. Devid dan anak itu turun dari kuda. Kami pun ikut turun

"itu rumahku!!" anak itu menunjuk ke arah selatan. Kami melihat rumah kayu sederhana dan mungkin usia rumah itu sudah tua tapi sangat terawat rumah itu tampak sangat indah. walaupun ditengah hutan tapi rumah itu sangat bersih. Tidak ada satu pun tanaman liar yang tumbuh menutupi dinding-dinding dari rumah itu. "kalian tunggu disini saja" kata anak itu

 "kalian tunggu disini saja" kata anak itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"eh..eh..eh tidak boleh seperti itu dong kan kami sudah mengantarmu masa kau tidak mengizinkan kami untuk masuk kerumahmu" protes jack

"emm boleh tapii.. ..entah kenapa anak itu menghentikan perkataanya seperti takut untuk berbicara "katakan saja apa yang ingin kamu katakan"ucap devid dengan lembut mencoba meyakinkan anak itu "kalian menunggu disini saja dulu. Aku ingin bicara terlebih dahulu dengan kakekku agar dia tidak marah. Karena kakekku sangat melarangku membawa orang asing kerumah. Jika kakekku mengizinkan, aku akan memanggil kalian.

"baiklah" anak itu beranjak pergi.

"tapi sebenarnya untuk apa kita masuk kerumah itu, kitakan sudah mengantarnya pulang, lalu apa lagi" prostes jack

"Anak Itu berbeda dari yang lainnya siapa tau dengan bertemu kakek dari anak itu kita bisa mendapatkan Sedikit petunjuk"ujarku menjawab pertanyaan jack.

Dari kejauhan aku melihat dia mengetuk pintu, tidak lama seorang kakek-kakek membukakan dia pintu. Sebelum masuk kakek itu mencoba membantu mengangkat benda yang dibawah anak itu. Postur badan dari kakek itu tinggi dan mempunyai rambut yang panjang dan sedikit acak-acakan.wajahnya tidak terlalu jelas karena dia menunduk. Tapi memang aku tidak terlalu fokus dengan wajahnya aku malah terfokus dengan sebuah tanda yang pas berada di pergelangan tangannya. Tanda itu seperti tidak asing dipenglihatanku. Aku mencoba mengingat sesuatu.

"hey misella mau kemana kamu. Anak itu belum memanggil kita heiiii" teriak jack karena aku berlari menuju rumah itu. Tanda sebuah tongkat yang berada dipergelangan tangan hanya dimiliki oleh seorang penyihir!! Penyihir putih lebih tepatnya. Namun aku berlari tidak terlalu cepat, pintunya sudah tertutup.

Tok..tok..tok ..."tolong buka pintunya. Aku mohon aku tau kau seorang penyihir putih"

"siapa kau!!" gertak kekek itu.

"aku misella, aku sedang mencari penyihir putih untuk bisa membantu kami"

Orang itu kini membuka pintunya dengan wajah marah "kau gila yah. penyihir putih sudah tidak ada. Pulanglahh!!" ucap kakek itu dengan nada yang kesal lalu menutup kembali pintunya dengan hentakan yang sangat keras.

Aku tidak boleh menyerah aku harus bisa meyakinkan pria tua itu "Aku pernah membaca sebuah buku bahwa tanda sebuah tongkat di pergelangan tangan itu, hanya dimiliki oleh seorang penyihir putih"

"hahahaha, kau percaya itu!! Ini hanya gambar biasa" sahut kakek itu

"yah aku percaya itu. Kau tau kami sangat butuh bantuan anda kami sangat membutuhkan salah satu permata itu yang aku tau sedang bersama anda. Kami ingin menyelamatkan keluarga kami. Kami ingin menyelamatkan negeri kami dari penyihir hitam." Kekek itu masih belum juga membuka pintunya padahal tadi aku sudah mengeluarkan nada yang sangat memelas. Tapi sebenarnya itu juga dari dalam hatiku.

Secara terpaksa aku harus mencoba cara ini "haaahhh aku kira penyihir putih itu suci dia sangat baik. Dan ternyata dugaanku salah Hanya meminta bantuannya saja dia bahkan tidak mau membuka pintunya. aku sudah tau sifat penyihir putih seperti apa!!. O baiklah Aku akan pergi" aku berbalik meninggalkan rumah itu dengan langkah kecil dengan harapan dia akan membuka pintunya lalu memanggilku. Jujur sebenarnya aku sangat takut dengan apa yang aku lakukan. Apakah ini berhasil?.

"heeii kau" astagaa ini berhasil, penyihir itu memanggilku.cara ini berhasil Tapi apa yang aku lakukan tadi sangat tidak sopan. Aku membalikkan badanku secara perlahan dengan takut aku mencoba melihat wajahnya. Ekspresi wajahnya masih belum berubah. Masih tetap dengan tatapan kesal

"masuklah" kata kakek itu. Walaupun dia menyuruhku masuk dengan tidak ikhlas tapi aku benar-benar sangat senang. Aku berpikir pasti akan sangat sulit mencari penyihir putih itu. Tapi tenyata pertemuan ini tidak sesulit yang kubayangkan walaupun sudah melakukan banyak drama. Sepatu boot ku yang sedikit memiliki hak berdecit dilantai kayu rumah penyihir putih itu. Aku melihat sekeliling rumah ini sangat bersih. Ruang tamu kecil dengan satu perapian. raknya dipenuhi banyak buku dan dindingnya dipenuhi pajangan-pajangan yang unik. Ada dua pintu menuju ke ruang makan dan satunya lagi mungkin menuju kesebuah dapur

"hmmm katanya anda sedang sakit? " kataku sedikit basa basi yang mencoba membuka pembicaraan. Dan dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku dia hanya sibuk membaca buku. aku menghembuskan nafasku perlahan. Mencoba mencari pembahasan yang lain "emmm anda memang suka membaca buk...."

"kakek makanan yang dimasak gosong dan kini apinya menyala sangat besar" teriak anak itu. Kakek itu yang semula membaca buku. Kini panik dan berlari menuju sumber suara anak itu. Akupun ikut panik dan berlari mengikutinya.

" ambil air disumur" anak itu dengan cepat mengambil ember dan mengisi air disumur yang sangat dekat dengan dapur tempat mereka memasak. Akupun juga ikut membantunya. Tapi apinya terlalu besar sehingga tidak bisa untuk dipadamkan. Kami semakin panik bukannya apinya padam malah bertambah besar

Pufffttttt..., badanku seketika mematung karena baru menyaksikan penyihir itu mengeluarkan kekuatannya dari tongkat yang dipegangnya seketika api itu langsung padam

"itu hanya dipakai ketika sudah sangat mendesak. kealian payah!!" ucapnya Ketua lalu meninggalkan kami

"kakek jadi sekarang kita makan apa?" tanya anak itu sambil duduk kelihatannya dia sangat lesu

"masih ada ubi semalam" jawab kakek itu

"yaah ubi lagi ubi lagi" aku mencoba mendekati anak itu. Kelihatannya dia sangat lapar "memangnya kamu setiap hari makan ubi?" tanyaku

"yah . aku sudah sangat bosan memakan ubi. Beberapa kali kami mencoba memasak makanan pasti selalu gagal. Entah itu rasanya sangat aneh, gosong, dan dapur terbakar itu sudah biasa terjadi" jawab anak itu panjang lebar

"begini saja. Kamu punya bahan-bahan apa didapur?. Biar aku mencoba memasak sesuatu" walaupun aku tidak terlalu ahli dalam memasak tapi biar aku coba. Aku sangat kasian dengan anak ini.

"wah kakak serius ingin memasak. Kemari biar aku tunjukkan bahan-bahan yang ada didapur" seketika anak itu langsung bersemangat dan menggandeng tanganku menuju dapur mereka, sedikit berantakan kerena tadi terbakar.

Dia menunjukkan semua bahan-bahan yang dia punya. Ada kentang, labu, kol, dan juga wortel "sepertinya bahan-bahan yang kamu punya cocok untu dibuat sup" ucapku

"waaaah horee aku sangat suka sup, kakekku juga suka dengan sup" dia sebahagia itu.

flyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang