4

5.1K 237 2
                                    

Usai memberikan hak suaranya di pemira, Salwa mengajak sahabatnya untuk duduk santai sekedar menghirup udara segar di taman yang berada di bagian timur gedung kampus utama.

Salah satu ruang terbuka hijau dengan fasilitas lengkap. Ada fasilitas olahraga didalam dan luar ruangan, track jogging, sebuah kolam apung, beberapa food court juga sebuah terowongan ikonis sebagai penghubung utara dan selatan taman. serta aneka fasilitas lainnya yang cocok untuk melepaskan penat.

Tidak hanya digunakan untuk internal, taman ini juga dibuka untuk umum dan selalu ramai jika akhir pekan.

“Sal lihat deh, itu capresma nya mah santai. Anteng main laptop eh muka timsesnya pada tegang semua,” perempuan yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya itu membuka suara.

Rastanti Putri adalah sahabat baru Salwa sejak maba. Mereka satu fakultas dan satu jurusan, sama-sama dari kedokteran.

Rasti sapaan akrabnya adalah perempuan berperawakan tinggi dengan rambut panjang sebahunya yang selalu dibiarkan tergerai. Perempuan ini sedikit cerewet jauh dari kesan perempuan Solo yang terkenal dengan pembawaan lemah lembut nan kalem.

“Siapa?”

“Tuh”

Salwa menutup buku yang sedari tadi ia baca, lalu mengikuti arah pandang sahabatnya. Tak jauh dari tempat duduknya, ia melihat sekumpulan orang. Satu dari mereka adalah orang yang sangat ia kenal.

Beberapa dari mereka terlihat sibuk dengan ponsel sementara sebagian lagi nampak tengah bercakap-cakap serius.

“Eh katanya doi anak MPM juga loh, kamu kenal nggak?” tanya Rasti

Salwa mengangguk seraya menyedot chocolate milkshake favoritnya. “Kenapa emang?” tanyanya balik

“Berarti udah sering ketemu dong ya”

Salwa menggelengkan kepalanya. “Nggak juga, Hanya sesekali”

Rasti mengangguk-anggukan kepalanya, perempuan itu kembali sibuk dengan ponselnya. 

“Hey, maaf maaf nunggu lama ya”

Satu lagi, perempuan bernama Anjani Ayuningtyas sahabat Salwa sejak SMA. Orang yang sedari tadi mereka tunggu.

Perempuan berhijab coklat itu merupakan mahasiswa psikologi, jurusan yang sudah di idam-idamkannya sejak masa putih abu dulu.

Meski berbeda fakultas, bagi Salwa maupun Anjani itu tidak menjadi masalah besar untuk persahabatan mereka. Toh mereka masih berada dalam satu lingkup kampus yang sama dan masih bisa menghabiskan waktu bersama juga.

“Habis darimana, kok lama?” cecar Rasti.

“Ada perlu sebentar tadi” jawab Anjani.

“Aku chat kok ndak di balas sih?”

Handphone ku low batt Sal, tadi pagi lupa charge

Anjani memperlihatkan handphonenya yang mati akibat kehabisan baterai. “Jadi gimana, mau pergi sekarang?”

“Ayo, udah agak mendung juga ini. takut nanti hujan,” kata Salwa “Yas, kamu yang nyetir ya. Nanti pulangnya baru gantian”

“Lah tumben bawa mobil Sal?” tanya Anjani.

Sebenarnya Salwa memang lebih suka membawa motor matic kesayangannya jika pergi ke kampus, karena lebih cepat dan praktis.

Namun karena kendaraan roda dua miliknya masih berada di bengkel dan orang yang biasa mengantar nya pulang tengah sibuk dengan agenda kampanye salah satu calon presiden mahasiswa.

Jadi untuk sementara waktu ia memutuskan untuk menggunakan mobil miliknya yang hanya digunakan saat bepergian jauh saja.

“Motor ku masih dibengkel”

“Kang ojeknya juga lagi sibuk jadi timses Ni, Noh” sambung Rasti seraya menerima kunci mobil dari tangan Salwa.

Anjani mengikuti arah pandang gadis Solo itu. “Wah parah masa cakep gitu dibilang tukang ojek Sal”

“Nggak apa-apa nanti aku aduin ke orangnya Ni” ujar Salwa sambil menatap jahil ke arah Rasti.

"Dih ngaduan"

“Biarin" balas Salwa.

"Ye malah ribut, udah ah ayo” Lerai Anjani.

**

Laki-laki itu nampak duduk tenang melihat dengan seksama proses perhitungan suara bersama dua kandidat lain yang bertarung di pemira tahun ini.

Untuk sementara ini, ia unggul atas perhitungan suara yang telah dilakukan dari berbagai fakultas. Untuk Dapil medika seperti di FK, Farmasi dan FKG bisa dipastikan suara yang ia dapat akan lebih banyak dari para pesaingnya. Karena basis pendukungnya cukup besar di tiga fakultas medika tersebut.

Masih tersisa dari FIB, FEB dan Fakultas Psikologi yang belum dihitung.

Dibelakangnya, Tim suksesnya sedari tadi terus memberikan dukungan dan menunjukan wajah yang senang saat tahu pasangan yang diusungnya mendapat jumlah suara yang lebih unggul dari lawannya. Sampai akhir perhitungan suara, mahasiswa kedokteran gigi itu tetap unggul dan berhasil menang telak dengan perbandingan cukup jauh dari para pesaingnya.

Laki-laki itu tak henti-hentinya mengucapkan syukur dalam hati, saat mendengar pengumuman dari pihak KPUM kampus bahwa dirinya lah yang keluar sebagai pemenang dalam pemira tahun ini.

Sejak awal Alfi tidak muluk-muluk untuk menang, karena baginya dalam sebuah pertandingan hanya ada dua kemungkinan, yaitu kalah atau menang.

Toh motovasinya untuk mengikuti pemira adalah ingin berkontribusi lebih dan memberikan banyak manfaat untuk BEM dan kampus tercinta. Dan kebetulan presma adalah salah satu jalur yang bisa ditempuh untuk itu.

Jalur politik bagi Alfi mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu bisa menghasilkan systemic effect.
Orientasinya adalah bermanfaat, karena sebaik-baiknya manusia adalah ia yang bermanfaat bagi sesamanya dan insyaalloh tekadnya untuk memberikan banyak manfaat tidak akan berhenti sampai disini.

Jika ia tidak terpilih pun, masih ada banyak jalan untuk mewujudkan itu semua. Alhamdulillah kali ini ia diberikan kepercayaan lebih untuk bisa memimpin dan menjadikan BEM KM serta kampusnya menjadi lebih baik lagi.

Itu artinya ada satu lagi beban yang harus ia pikul tentu saja dengan tanggung jawab yang lebih besar serta menjaga amanat yang telah diberikan kepada dirinya dengan sebaik-baiknya dan perjuangan yang sesugguhnya baru saja akan dimulai.

“Selamat ya Fi, semoga amanah”

Alfi mengangguk seraya membalas pelukan Nazmi salah satu capresma yang ikut dalam pemira juga. “amin, makasih Mi. Ayo kita sama-sama berjuang untuk menjadikan BEM lebih baik lagi”

“Hahaha siap-siap”

Congrats Fi, semoga menjadi pemimpin yang amanah dan sukses ya, selamat berjuang”

“Siap, makasih mas” balas Alfi menyalami Fakhrul yang merupakan capresma yang paling senior.

Setelah mendapat banyak ucapan selamat dari berbagai pihak, Alfi diminta maju ke depan untuk memberikan sepatah dua patah kata di hadapan semua orang yang hadir dalam penghitungan suara hari ini.

“Muda dan harapan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bagi saya kemudaan seseorang bukanlah diukur dari usianya, tapi dari semangatnya, idealismenya dan keberaniannya dalam memeluk harapan dan mewujudkannya” ujar Alfi sebelum mengakhiri pidato kemenangannya.

Tak lupa ia mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim suksesnya yang sudah bahu membahu bekerja keras dan berjuang bersama-sama. Serta kepada seluruh mahasiswa yang sudah mendukung dan memberikan suara untuknya sehingga Alfi bisa menang dalam pemira ini.

Cinta (Luar) BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang