Seorang laki-laki terlihat duduk disalah satu sudut kantin. Ia meneguk minuman dingin yang tadi dibeli untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering usai persentasi. Lalu mulai membuka laptopnya untuk mengecek pembukuan bisnis miliknya yang baru dilaporkan oleh pegawainya kemarin.
Di usianya yang baru menginjak dua puluh satu tahun, ia sudah menjadi seorang pengusaha muda dan memiliki bisnis berupa clothing line dengan brand miliknya sendiri yang sudah di patenkan. Bisnis yang sudah dirintisnya sejak duduk di semester tiga.
Sebagai anak rantauan yang jauh dari keluarga, ia di tuntut untuk bisa hidup mandiri dalam segala hal termasuk dalam urusan finansial. Meski setiap bulannya mendapatkan uang kiriman dari orang tua, tapi ia tidak ingin hanya berpangku tangan dan mengandalkan uang itu saja. Maka sejak saat itu ia mulai berpikir bagaimana cara mendapatkan pundi-pundi rupiah hasil keringat sendiri tanpa mengganggu kuliahnya.
Beragam bisnis sudah ia coba. Mulai dari menjual pulsa yang hanya bertahan beberapa bulan, menjual jenis makanan kekinian, hingga berkolaborasi dengan sang teman untuk menjual beragam jenis jersey klub sepakbola. Namun sayang itu semua tak bertahan lama.
Hingga Beberapa bulan kemudian ia kembali memberanikan diri dan mulai membuka usaha baru. Tapi kali ini ia memasarkan produknya dengan cara memanfaatkan kecanggihan teknologi masa kini yaitu melalui media sosial.
Ia tahu peluang bisnis melalui media tersebut cukup besar dan menjanjikan. Dan ternyata benar, kali ini bisnis nya mampu bertahan lama hingga detik ini.
Bisnis clothing line miliknya terus berkembang dengan pesat. Alhamdulillah kini ia sudah memiliki beberapa pegawai serta produknya tidak hanya dipasarkan secara online saja tetapi juga secara offline dan sudah memiliki satu buah distro yang terletak di pusat kota Jogjakarta.
Drrttt drttt
Smartphone dengan logo apel tergigit setengah yang tergelatak di atas meja bergetar, menandakan ada notifikasi masuk. Membuat si pemilik mengalihkan fokusnya dari layar laptop yang berada di hadapannya.
Adrian: Fi, dimana?
Alfi: kampus, baru selesai persentasi. ngapa?
Adrian: Pogung sini, warung pak Nanto.
Alfi: ngapain?
Adrian: udah sini aja dulu, anak-anak juga ada disini.
Alfi: iya
Alfi memutuskan untuk menutup laptop nya, lalu memasukannya ke dalam ransel dan pergi meninggalkan kantin.
Sepanjang jalan menuju tempat parkir, sesekali laki-laki itu tersenyum membalas sapaan dari para mahasiswa yang menyapa dirinya. Ia lalu meninggalkan kampus dengan mengendarai motornya menuju daerah pogung.
Pogung adalah daerah yang sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiswa-mahasiswa UGM. Dari dulu Pogung ini menjadi incaran para mahasiswa dari luar kota yang ingin mencari kos-kosan karena lokasinya yang sangat dekat dengan kampus.
Saat ini daerah tersebut sudah semakin maju, tidak hanya ada tempat untuk tinggal mahasiswa saja, tapi semakin banyak industry lain di tempat ini. Seperti tempat makan, laundry, bahkan coffee shop pun ada.
**
Alfi berjalan memasuki warung tenda berwarna hijau dengan spanduk bertuliskan ‘Soto Ayam Pak Nanto’ yang terpasang di bagian depan warung.
Salah satu warung soto yang selalu ramai di kunjungi oleh para mahasiswa. Selain rasanya yang enak, harga soto disini pun cukup murah, sangat cocok untuk kantong para mahasiwa. Biasanya saat weekend setelah jogging, Alfi bersama dua rekannya akan makan disini karena memang letaknya juga tak terlalu jauh dari kosan.
Laki-laki itu tersenyum begitu menemukan empat rekannya yang berada di sudut warung. Rekan satu perjuangannya.
“Nah akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga”
Alfi mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum menyapa mereka. Ia menepuk pundak Tyo lalu duduk di samping lelaki itu. "Itu muka bahagia banget Yan, ada apaan?”
“Apaan, nggak kok biasa aja”
“Masa? Nggak percaya tuh” Salwa yang menjadi perempuan satu-satunya ikut bersuara. Perempuan itu menopang dagunya sambil menatap lelaki yang duduk disebelah nya.
“Tuh, Salwa aja nggak percaya. Apalagi kita”
“Kelihatan banget ya?”
Tyo berdecak seraya menggelengkan kepala “Dengan tampang mu yang kayak gitu mana bisa kita percaya”
“Jangan sok main rahasia-rahasiaan sama kita Yan” ujar Ragil yang mendapat anggukan dari ketiga teman nya.
Adrian tersenyum lebar, ia lalu menatap keempat rekannya satu persatu. “Oke. Jadi gini, ternyata design bangunan ku di acc sama pihak rektor"
"Terus?"
"Dan katanya gedung teknik yang lagi mau di bangun akan menggunakan konsep tersebut"
"Serius kamu Yan?" tanya Salwa
Laki-laki berjaket hitam itu mengangguk seraya tersenyum lebar.
“Woah nggak nyangka loh aku Yan” Ragil bersorak dan menghadiahi Adrian sebuah tepukan cukup kencang di bahu nya.
"Gokil mantap bro" Tak mau ketinggalan Tyo beserta Alfi bangkit dari tempat duduknya dan ikut melakukan hal serupa hingga membuat Adrian mengaduh.
Salwa terkekeh seraya geleng-geleng kepala melihat kelakuan ketiga lelaki itu. "Wah selamat ya Yan”
Ia selalu bangga pada laki-laki satu ini, yang lagi-lagi berhasil menorehkan prestasi.
Adrian membalasnya dengan senyuman lebar dan sedikit meringis.
"Design nya yang waktu itu kamu tunjukin ke aku bukan?" Alfi memastikan.
Karena sekitar seminggu yang lalu sahabatnya itu pernah memperlihatkan satu buah design bangunan padanya.
"Iya"
"Eh ini ya gambarnya?" Ragil membuka gulungan kertas yang tadi di bawa Adrian dengan drafting tube nya.
"Keren banget Yan" Salwa ikut melihat design tersebut.
"Kelas memang bapak arsitek kita yang satu ini." puji Tyo
“Ekhem roman-romannya sih bakal makan gratis nih kita” Ragil menatap Adrian dengan menaik turunkan alisnya
“Wah iya mantap nih, selesai persentasi langsung santap soto” sambung Alfi
“Dih keliatan banget muka-muka laparnya” celetuk Tyo yang membuat semua tertawa.
Adrian mendengus kala melihat wajah keempat sahabatnya yang sudah senyum-senyum tidak jelas. “Kalian ini ya, nggak bisa banget bikin aku tahan dikit nih duit. Tahu banget kalau soal bahan bakar traktiran”
“Iyalah, ngapain coba kamu ngajak kita kesini kalau bukan buat makan.” seru Alfi
"Atau mau pindah aja ke cafe nya Salwa?" Usul Tyo.
"Nah itu juga boleh tuh" kekeh Salwa yang kembali membuat Adrian mendengus.
"Jadi kita makan dimana nih Yan? Udah lapar ini dari pagi belum makan." Ragil terlihat tak sabaran.
Adrian menghela nafas panjang "Ya udah pesan sana."
"Nah gitu dong, isi energi dulu kita sebelum nanti malam kerja rodi"
Alfi terkekeh mendengar ucapan para sahabatnya.
Mungkin akhir-akhir ini banyak asumsi yang mengatakan bahwa Alfi adalah mahasiswa luar biasa. Tapi seorang petinggi organisasi juga tetaplah mahasiswa biasa yang bisa menggila pada waktunya.
Alfi juga bisa nongkrong di cafe sekedar menikmati kopi atau wi-fi gratis dan haha hihi bersama rekan nya sama seperti yang lain. Ia bahkan tak segan makan di lesehan atau warung tenda pinggir jalan.
Ia beruntung bertemu dengan orang-orang hebat seperti mereka ini. Beruntung selalu ada tempat kembali untuknya, mereka yang selalu mendukung serta mengingatkan ketika Alfi salah. Dan mereka yang selalu siap kerja-kerja tanpa lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta (Luar) Biasa
FanfictionSetiap orang memiliki berbagai cara untuk mengungkapkan rasa cintanya. Ada yang menunjukkan dan mengatakan langsung pada sang pujaan, atau ada yang memilih mengungkapkan lewat rangkaian kata yg ditulis begitu romantis bak seorang pujangga. Dan ada j...