“Haah...”
Perempuan yang masih mengenakan mukena motif bunga itu mendesah sambil merebahkan tubuhnya ke atas kasur usai melaksanakan ibadah tiga rakaat sekaligus membacaa al-qur’an. Ia memejamkan matanya sejenak menghilangkan penat setelah seharian di rumah sakit berkutat dengan pasien-pasien.
Beruntung besok adalah hari libur, jadi ia bisa sedikit mengistirahatkan tubuhnya.
Tok tok tok
“Mbak, dipanggil ayah.”
Salwa menoleh ke arah pintu. "Masuk bu." Ia lalu bangkit dari kasur saat melihat kepala sang ibu menyembul dari balik pintu.
"Ada tamu"
“Siapa bu?”
“Ibu nggak tahu. lagi diruang tamu ngobrol sama ayah”
Salwa mengernyit bingung.
Hey siapa gerangan yang bertamu malam-malam begini?"Udah temuin sana" titah sang ibu.
“Iya nanti Salwa nyusul”
“Ya sudah jangan lama ya, nggak baik buat tamu nunggu”
Salwa mengangguk, bergegas melipat mukenanya dan menyimpan ketempat semula. Ia merapihkan pakaiannya dan berkaca. setelah cukup pantas untuk bertemu orang, ia meraih jilbab yang biasa digunakan sehari-hari di rumah dan bergegas keluar dari kamarnya menuju ruang tamu.
Sayup-sayup Salwa bisa mendengar suara yang sudah tak asing di telinga, perempuan itu membeku saat melihat siapa yang tengah berbincang dengan sang ayah.
Dia disini?
Untuk apa?
Perempuan itu terdiam di tiga anak tangga terakhir, langkahnya terasa berat dan kaku untuk melanjutkan perjalanan turun ke bawah.
Sek, sek, ini ia sedang tidak mimpi bukan?
Bukan apa-apa, setelah peristiwa dimana laki-laki itu datang tiba-tiba ke rumah sakit dengan membawa makanan untuknya. Dua bulan setelah itu Salwa sudah tidak bertemu dengannya, pun keduanya juga jarang berkomunikasi.
Dan malam ini, tidak ada angin tidak ada hujan Salwa melihat laki-laki itu sudah duduk di ruang tamu rumahnya berhadapan dengan sang ayah.
“Mbak kok malah bengong disitu,” suara sang ibu menyadarkannya. “ayo”
“Ah i-iya bu” ia mengikuti langkah ibunya yang membawa suguhan untuk di antar ke ruang tamu.
“Sini mbak”
Salwa mengangguk dan menghampiri sang ayah. Kemudian pandangannya langsung mengarah ke laki-laki itu.
Laki-laki yang kini duduk di kursi panjang sebelah kanan ayahnya, tepat di depan Salwa. Di detik yang sama tatapan keduanya bertemu, dia juga mengarahkan pandangannya tepat mengenai iris mata Salwa.
Sesaat setelahnya, laki-laki itu menyimpulkan satu senyuman.
"Silahkan diminum nak Alfi" kata ibu sembari menata minuman beserta makanan ringan diatas meja.
Lelaki itu mengangguk lengkap dengan senyuman khas miliknya. "Nggih makasih bu"
“Nah ini Salwanya udah ada. Nak Alfi lebih baik sampaikan langsung sama yang bersangkutan. Kalau saya sama isteri ya terserah anaknya aja. Nggih bu?”
"Nggih pak" Balas ibunya.
Mendengar hal itu membuat Salwa mendadak gugup, deg-degan dan membuat telapak tangannya tiba-tiba menjadi dingin. "Maksudnya apa yah, bu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta (Luar) Biasa
FanfictionSetiap orang memiliki berbagai cara untuk mengungkapkan rasa cintanya. Ada yang menunjukkan dan mengatakan langsung pada sang pujaan, atau ada yang memilih mengungkapkan lewat rangkaian kata yg ditulis begitu romantis bak seorang pujangga. Dan ada j...