24.) ombak api

16 4 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Anak-anak, sudah sore, cepat pulang ke rumah kalian!" Terdengar seorang nelayan menyalak dari arah laut. Langkah kakinya menyaruk pasir amis begitu bersua ke pesisir pantai. Ia memicingkan mata pada lima anak-anak petani yang sedang mencari gurita di balik karang bebatuan.

"Sebentar lagi, Pak!" seru salah satu anak yang membawa tongkat berjaring.

"Sebentar lagi kau dan teman-teman kau akan tersapu ombak. Cepat sana balik ke Mamak kalian!"

"Sekarang musim kemarau, mana ada ombak."

"Kau tidak lihat, air sedang pasang sekarang. Ombak tak mengenal musim untuk berkunjung." Pak nelayan mengangkat jaring yang sudah kembung berisi tuna. Ia mengibas sekali lalu berlalu menjauhi tepi batu karang. "Ah, sudahlah. Bocah seperti kalian mana tahu ada kisah Ombak Api."

"Hah? Apa tadi Pak Nelayan bilang?" Kelima anak-anak itu saling melempar pandang. "Tunggu, Pak!" Mereka pun meninggalkan gundukan batu karang itu. Berlari membawa jala dan ember yang berisi gurita masih hidup mengikuti setapak Nelayan lelaki itu.

"Hei, kenapa kalian mengikutiku?"

"Ceritakan pada kami, tentang Ombak Api yang Pak Nelayan tadi bilang!"

Si Nelayan itu berdecak sebal. "Kemarilah, Anak-anak. Bantu aku membawa ikan tuna ini ke pasar sore. Jika kalian berhasil membantuku menjual habis tuna-tuna ini, aku berikan kisah Ombak Api pada kalian?" tantangnya seraya berkacak pinggang, berharap mereka mundur dan kembali ke rumah masing-masing.

Akan tetapi, setelah kelima anak-anak itu berbisik-bisik membentuk rangkulan saling berpelukan, mereka kembali menghadap pada Nelayan itu.

"Sepakat!" Salah satu anak mengulurkan tangan.

"Cih!" Si Nelayan terkereseng tipis meraih jabat tangan sebagai tanda sepakat.

Malam makin larut, keramaian pasar ikan mulai susut. Akhirnya Nelayan itu dapat mengakhiri perdagangan tuna-tunanya lebih awal dari biasanya. Tidak dipungkiri ia harus mengucapkan terima kasih pada si anak-anak.

"Jadi, Pak Nelayan, sesuai janjimu?"

"Iya, iya, kemarilah." Pak Nelayan menggiring mereka ke sebuah cakruk pojok pasar.

Mereka duduk lesehan setengah melingkar menghadap Pak Nelayan.

Di samping ada warung angkringan yang sudah mulai menjajakan makanan malam.

"Anak-anak, kalian mau makan apa?" tawar Pak Nelayan.

"Aku mau pisang goreng!"

"Aku wedang jahe sama kue beras merah!"

CAKRA ATMA: 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 ― ⌠selesai⌡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang