8.) harta, takhta, dan wanita

45 14 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Bersepuh emas, bukan berarti mulia

Terlahir membawa nubuat, bukan berarti menjadi seorang kesatria


Namun, ketika pancaran mata dan hasrat telah menguasai, menjadi cikal bakal kebinasaan


Ken Arok, pemuda rupawan

Segala yang ada di sekitarnya dia serap sebagai bekal pengalaman


Dilahirkan dari sepasang suami istri buruh tani tak lantas berjulai lenyai, malahan mengeras seumpama berbatu karang

Badai momok laut tak menjerikan niat untuk menjala kepingan emas dan peninggalan luhur terpendam

Sawah dia jajahi untuk meraup bergunung kandi, selaku pengubah rajah tangan


Bergunung pundi-pundi sejak masa leluhur sang Pelaut memang menjadi tombak ikram

Dielu-elukan menyesaki kebanggaan diri hingga melupai bahwa kaki harus tetap berpijak


Lantaran hadir, arakan kereta bersepuh emas

Pendar menyedot segala kobaran spirit pada kedua netranya

Semua orang tahu, kereta kencana naga yang ditarik kuda gagah perkasa itu hanya dimiliki oleh orang-orang ningrat


Meskipun telah berharta, tetap ada yang belum Ken Arok taklukan


Yaitu, menjadi sang Raja


Pada masa itu Raja adalah manusia yang dekat dengan Pencipta

Ditahbiskan berderajat mengungguli gunung tertinggi di buana


Kendati demikian untuk menggapai membutuhkan pengaruh kuat dari rakyat


Ken Arok pun berguru pada Empu Gandring, yang ditengarai sebagai mahaguru bagi para calon penguasa

Tak menyiakan kesempatan yang hanya datang sekali dalam hidup, pemuda bergumul ambisi itu lekas saja mengangsu kesaktian


Empu Gandring memberi wejangan, "Kuberi kau keris bukan untuk mencelakai orang, tetapi sebagai ageman. Sebilah keris semakin lama ditempa semakin kuat. Seperti setiap tindak tanduk sang Raja adalah panutan rakyat. Adanya amanah yang dibawa. Seiring perjalanan yang kautempuh akan banyak pertimbangan yang kaupilah."


Namun, mata Ken Arok hanya terpaku pada percikan bilah logam berluk tak sempurna, yang masih ditempa

Wejangan itu hanya hilir mudik dari telinga kiri menuju kanan


Musim berganti, mega dan baskara bergulir menurunkan hujan rahmat dan tanah rengkah di masa kemarau, Ken Arok mendatangi Empu Gandring menanyakan pusakanya

Entah musim ke berapa kali, keris itu tak kunjung rampung ditempa akmal

Lantas, batas kesabaran Ken Arok justru kian terkikis, tangannya merampas keris serampangan

Satu ayunan tertujah tepat di dada Empu Gandring yang sempat menyumpah seranah


"Ken Arok, anakku ... atas apa yang kaulakukan, keris itu menyerap segala angkara. Kau tak akan bisa menjadi Raja yang bijak. Seluruh keturunanmu akan berlumuran darah di tangan kerismu itu. Bahkan kau pun tak akan sampai-sampai menaiki piramida, yang kauinginkan."


Kadung amarah Ken Arok membakar seluruh akal sehat,

satu hunjaman menyelusup tepat ke luka menganga, sekaligus merenggut nyawa maha gurunya sendiri yang terbeliak, menggenggam dendam


"Tujuh turunanmu akan menerima buah busuk yang kautuai, Ken Arok, sang calon Raja yang gagal."


Tak memedulikan hal itu, Ken Arok mendatangi sang Raja pada masanya


"Keluarlah, kau, Raja Ametung. Sang penguasa Singasari, tanah Jawa wilayah Timur! Aku memiliki keris yang ditempa langsung oleh Empu Gandring, tetapi dengan keris inilah, aku lenyapkan! Sekarang kaulah yang akan menerima kesaktian tiada tanding kerisku ini, Wahai Raja Singasari yang Agung! Turunlah dari singgasanamu dan lawan aku! Siapa yang paling berhak menduduki takhta Singasari adalah yang terkuat di seantero tanah Jawa!"


Keris pun teracung tinggi-tinggi menantang sang Raja yang tengah berkuasa


Para prajurit Ken Arok beradu dengan seluruh prajurit Raja Ametung hidup dan mati dalam pertempuran

Berkat kefasihan yang telah Ken Arok asah bersama kerisnya, pasukannya berhasil meluluhlantakkan pasukan Raja Ametung selama satu putaran musim hujan

Tak tanggung-tanggung, semua tanah jarahan Singasari Ken Arok renggut beserta permaisuri Raja Ametung yang telah lama ia incar


Sang Permaisuri Ken Dedes, satu-satunya perempuan Singasari yang dikaruniai nubuat begitu mulia

Memiliki Rajah Tangan sebagai Ibu yang kelak setiap anak-anaknya yang dilahirkan akan menjadi calon raja-raja di masa depan


Namun, penerus Raja Ametung yang beranjak dewasa menyimpan dendam haus darah


Maka, ia kawini saudari yang masih se-ibunya—putri dari Ken Arok—dan kembali merebut singgasana Singasari, sebelum putra pewaris kerajaan dari garis darah Ken Arok mengambil sumpah selaku maha raja di tanah jawa


Ken Arok yang mengetahui menjadi murka


Tanpa berbelas, ia penggal pewaris Raja Ametung di depan Permaisurinya


Hati Ken Dedes yang tercabik-cabik bangkit dari singgasana dan merebut keris Ken Arok sekali lalu menghunuskannya tepat di dada


Malam itu, lantai pualam balairung Singasari tergenang darah para pewaris tanah Jawa



8/11/2019


CAKRA ATMA: 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 ― ⌠selesai⌡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang