Hwang Jina hanya terdiam, termenung tanpa mengucapkan sepatah katapun bahkan ketika kedua orang tua dan kakak perempuannya sibuk bersenda gurau, gadis itu memilih untuk tidak ikut menimpali, hanya menatap keluar jendela, menatap pemandangan jalanan sore kota Seoul
"Aku akan menunggu kalian ditempat biasa, pastikan kau tidak lama." Ucap Ayah pada Ibu Jina yang diikuti anggukan oleh wanita paruh baya itu
Ibu Jina keluar mobil diikuti oleh kakak perempuan Jina, Tiffany yang kemudian disusul oleh Jina, kini ketiganya berada didepan sebuah butik ternama langganan para sosialita
"Kau benar-benar boleh mengikuti pesta malam ini, sayang?"
"Ini acara kolega ayah, tentu saja aku akan ikut, Mom. Lagipula aku sedang libur setelah proyek drama kemarin."
Hwang Jina merotasikan bola matanya malas, percakapan antara kakak perempuan dan ibunya adalah percakapan yang paling tidak ingin Jina dengarkan, karena hanya pujian yang keluar dari mulut ibunya jika wanita paruh baya itu tengah berbincang dengan putri pertamanya
Sedangkan Jina hanya mendapatkan sisanya
Gadis itu hanya memilih untuk duduk manis, mengamati seluruh gaun yang dipajang, ia tidak perlu repot-repot memilih gaun untuk dikenakan, karena Ibunya lah yang akan memilihkan pakaian untuknya
"Ibu, boleh aku yang memilihkan gaun untuk Jina?"
Jina begitu terkejut karena kini kakak perempuannya meminta pada Ibu mereka untuk memilih pakaian Jina, bak mantra ajaib, hal itu langsung disambut anggukan oleh wanita paruh baya itu, hingga membuat Tiffany tersenyum lebar
"Aku akan memilihkan sesuatu yang bagus untukmu." Tiffany melayangkan sebuah eyesmile pada adiknya yang kini sibuk menggigit bibir bagian dalamnya, entah mengapa kakak perempuannya yang jarang ia temui itu ingin memilihkan gaun untuknya, mereka tidak seakrab itu
Tiffany kemudian mengeluarkan dua buah gaun dari walk in closet, memamerkan kedua dress serupa dengan warna yang berbeda itu didepan Jina "Bagaimana menurutmu?"
"Itu, ya, agak berlebihan.. kita tidak sedekat itu untuk memakai gaun yang sama." Jina tersenyum kikuk sembari mengusap belakang lehernya yang terasa kaku, namun Tiffany justru membalas Jina dengan merangkul bahu gadis itu, kemudian menyodorkan satu gaun berwarna putih, sedangkan Tiffany mengambil gaun yang sama dengan warna ungu
"Setidaknya sekali saja aku ingin kau memandangku sebagai kakak perempuanmu." Tiffany tersenyum lebar hingga membuat eyesmile diwajahnya yang seputih susu, kakak perempuannya itu bahkan tampak sempurna tanpa cela dilihat dari sisi manapun juga
Jina menghela napas panjang, kemudian memilih untuk memenuhi keinginan Tiffany, gadis itu masuk kedalam kamar pas, mengganti pakaiannya dengan gaun pilihan Tiffany yang terasa cocok dikenakan olehnya, gadis itu keluar kamar pas dan disambut oleh mata Tiffany yang berbinar
"Ini terasa sedikit berlebihan karena bukan aku yang sedang berulang tahun." Jina menggosok lengannya kaku, gadis itu merasa gaun pilihan Tiffany sedikit berlebihan
"Wah kau bahkan tidak menyangka kau akan secantik ini dengan gaun pilihanku. Aku akan ganti baju juga, jadi tunggu aku." Tanpa menghiraukan jawaban Jina, Tiffany beralih masuk kedalam kamar pas, meninggalkan Jina yang kini menghela napasnya kasar
*
Jina hanya menimang sampanye diantara jari telunjuk dan jari tengahnya, ia merasa begitu bosan berada diantara kerumunan orang-orang kaya dengan busana serba glamour yang memanfaatkan sebuah pesta ulang tahun sebagai ajang untuk unjuk kekayaan
"Kurasa Jina masih begitu kecil sejak terakhir kali kami memutuskan untuk pindah, kini dia sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik." Pujian itu terdengar oleh Jina yang dilemparkan untuk ayah Jina, pria paruh baya itu tertawa kemudian
"Tapi kau akan begitu kesal dengan sifatnya yang dingin." Jawaban itu diikuti oleh sahutan tawa beberapa orang
Gadis itu begitu pusing mendengar orang saling memuji satu sama lain, merendahkan diri sendiri demi mendapat pujian selangit dari orang-orang, ia memilih untuk menikmati semilir angin malam dari balkon
"Kau tidak ingin menyapaku? Kau sudah jauh-jauh kemari." Tanpa harus menatap sang lawan bicara, Jina tau yang melempar pertanyaan padanya adalah Ong Seongwoo
"Kau sudah menyapaku duluan, jadi aku tidak akan melakukannya."
Ong Seongwoo terkekeh, pria dua puluh empat tahun itu mengikuti Jina menatap kearah hamparan luas halaman rumah Ong Seongwoo yang penuh dengan lampu hias serta interior pesta dari atas balkon, tentu saja karena ini adalah hari ulang tahun adik perempuannya
Keduanya terdiam, hanya suara nyanyian Tiffany yang membawakan lagi dari Kodaline memecah keheningan diantara Jina dan Seongwoo
"Jina.."
"Hmm.."
"Laki-laki yang bersamamu di halaman sekolah, siapa dia?"
Dengan gerakan cepat, Jina memalingkan pandangannya kearah Seongwoo yang sibuk menatap lurus kedepan, laki-laki itu bahkan tak bergeming ketika kini Jina menatapnya penasaran "Kenapa kau ingin tau?"
"Dia, pacarmu?"
Jina ingin langsung menepis pertanyaan Seongwoo dengan jawaban yang pasti dan tidak menimbulkan pertanyaan lain, tapi gadis itu malah kesulitan menjawab pertanyaan mudah dari Seongwoo "Apa maksudmu?"
"Kau hanya perlu menjawab dengan jawaban 'ya' atau 'tidak'." Kini netra tajam milik Seongwoo balas menatap Jina dalam-dalam, berusaha menemukan kejujuran dari dalam diri Jina
"Kau ini kenapa sebenarnya?!"
"Aku akan selalu berusaha mendapatkanmu. Kau tau itu."
"Aku akan selalu menolakmu, kau juga tau itu, jadi jangan berusaha."
Jina begitu muak dengan topik yang Seongwoo bicarakan, hingga ia memilih untuk meninggalkan balkon, namun satu seruan dari laki-laki itu berhasil membuat Jina menghentikan langkahnya "Kau.. pasti akan benar-benar menjauhi laki-laki itu ketika kau tau apa yang sebenarnya ia sembunyikan darimu."
Gadis itu mengambil napas panjang, kemudian berjalan meninggalkan Seongwoo tanpa memalingkan wajah untuk menatap laki-laki itu
"Jika kau harus mengunggulkan dirimu sendiri, jangan membuat orang lain menjadi buruk karenanya."
Kini Ong Seongwoo hanya dapat mengamati punggung mungil Jina yang mulai berjalan menjauh darinya
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] ANATHEMA : The Bad Luck [✓]
Mystery / Thriller[𝐋𝐚𝐢 𝐆𝐮𝐚𝐧𝐥𝐢𝐧] Siswa itu tiba-tiba saja memilih untuk menjatuhkan diri dari atas gedung sekolah, disaksikan banyak pasang mata, bahkan oleh si gadis sombong dan si laki-laki pembawa sial, kejadian itu terus berulang, ketika keduanya berada...