Alunan lembut suara Alex Turner dalam membawakan lagu Stuck on the Puzzle terus mengalun tanpa henti entah sejak kapan, sang pemutar lagupun agaknya lupa, kapan pertama kali dirinya memutar lagu hingga hari ini masih tetap mengalun mendominasi ruangan yang hanya berisikan dirinya seorang
Dari kasur VIP nya yang menghadap langsung dengan pemandangan kota Seoul yang tampak cerah, gadis itu masih meringkuk, memeluk lututnya, sedang kini kepalanya bertumpu pada kedua lututnya, menatap kosong kearah jendela kaca
Ia menghabiskan hari-harinya tanpa melakukan apapun, tanpa memakan sesuap nasi dan tanpa meminum setenggak air
Hingga cairan infus itu habis, gadis itu enggan memanggil dokter untuk mengganti cairan infusnya, jarum infus itu dibiarkannya menancap pada tangannya tanpa mengalirkan apapun. Ia membiarkan kamarnya terkunci dari dalam, ia mengancam siapapun yang akan menerobos masuk kedalam bangsalnya
Pikirannya kembali pada kejadian yang entah sudah berapa hari berlalu, ia sungguh tidak menghitung, yang ia lakukan hanyalah ingin kesadarannya cepat pulih, hingga ia tidak perlu berhalusinasi, berhalusinasi bahwa dirinya bukanlah anak kandung dari keluarganya, bahwa dirinya telah kehilangan satu-satunya orang yang membuat seluruh perasaannya menghangat
Ia sungguh ingin kembali kepada kenyataan, halusinasi itu terlalu menyakitinya
Kulitnya yang seputih patin kini berubah pucat, matanya semakin berkantung, pikirannya entah berada dimana, sedang raganya terkurung didalam bangsal rumah sakit, pikirannya berkelana, menuju masa lalu, dimana ia menemukan dirinya tersenyum tanpa keraguan dalam hatinya, dimana dirinya dapat menemukan seseorang yang akan memberinya pelukan ketika ia merasa sulit
Kemudian kini dirinya mengeratkan kakinya, membenamkan kepala pada lututnya, menangis kembali. Entah tangisan yang keberapa kali, yang jelas, gadis itu menemukan dirinya menangis lebih dari delapan kali dalam sehari
Hingga air matanya tak lagi keluar, gadis itu tetap mengeluarkan suara tangisannya, begitu menyakitkan dan menyiksa, perasaan dalam dadanya yang menyesakkan, ia sungguh ingin menumpahkan segala perasaannya pada seseorang yang kini tidak dapat ia raih dengan cara apapun, seseorang yang tak akan lagi menyalurkan kehangatannya
Ah, mengingat laki-laki itu membuat perasaan sesak dalam dadanya kian memburuk, bagaimana mungkin laki-laki itu berani meninggalkannya sendirian seperti ini?
Hwang Jina menjerit, hanya dengan memikirkan laki-laki itu dan bagaimana cara menemuinya, berhasil membuatnya membuka seluruh laci yang berada diruangan, berjalan gontai menuju meja tamu dengan tubuhnya yang tak memiliki tenaga lebih, ia mendapati sebuah pisau buah berukuran kecil disana, sungguh ia tidak mempedulikan suara pintu yang terdengar didobrak dengan paksa, ia mencoba untuk mengayunkan pisau kecil itu pada pergelangan tangan kirinya, namun yang ia dapati kini pisau itu meleset secara horizontal
Ia tidak menyerah, diayunkannya kembali pisau kecil itu hingga benda itu mengenai lengan bagian atasnya, pakaian pasiennya bahkan dipenuhi semburat merah pada bagian lengan atasnya, Jina menangis, merasakan tenaganya yang tidak cukup banyak untuk sekedar memutus nadinya dengan sebuah pisau kecil, dilayangkan lagi benda itu, namun takdir seakan berkata lain, kembali benda itu melukai bagian bawah luka yang tadi gadis itu ciptakan
“HWANG JINA!”
Gadis itu mendongak ketika mendapati kamarnya berhasil dibuka paksa oleh seorang laki-laki jangkung dengan kacamata membingkai matanya, laki-laki itu menghampiri Jina yang kini terduduk lemas di lantai dengan darahnya yang bercucuran dimana-mana, dilihatnya kini seluruh anggota keluarganya masuk kedalam kamarnya, namun laki-laki berkacamata itu berhasil menyingkirkan pisau di genggaman Jina, membuat gadis itu terpaku pada dirinya yang benar-benar gadis itu rindukan
Ketika laki-laki itu membawa Jina kedalam pelukannya, gadis itu balas memeluknya, menangis disana, menumpahkan segala sesuatu dalam pelukan laki-laki yang ia rindukan
“Lai Guanlin! Siapa yang mengizinkanmu untuk menghilang! Lihat, kau berhasil membuatku hampir gila! Bagaimana jika aku benar mati tadi?” gadis itu meracau dalam pelukannya sembari menangis meraung-raung, namun laki-laki itu membawa dirinya menjauh dari Jina, hingga gadis itu dapat mengamati seluruh pahatan wajah laki-laki dihadapannya
Kini yang ia lihat, laki-laki itu tak lagi mengenakan kacamatanya, wajahnya mengecil, dan bibirnya berubah tipis, wajah Lai Guanlin yang tadinya ia lihat kini berubah menjadi wajah Ong Seongwoo
“Mana Guanlin?” ia berusaha untuk mengedarkan pandangannya kemanapun, namun tak didapatinya Lai Guanlin, yang ia dapati kini Tiffany justru ikut memeluk dirinya
“Lai Guanlin sudah tiada, tolong jangan membuat semua orang khawatir, kau seperti ini selama enam hari. Guanlin tak akan senang melihatmu seperti ini.. tolong, jangan seperti ini, Hwang Jina.. Jeon Somi sedang menjalani proses pengadilan atas perbuatannya..” Tiffany menangis dalam pelukannya pada Jina yang kini menatap lekat-lekat kearah Ong Seongwoo, berharap kini laki-laki dihadapannya betul Guanlin
Namun nyatanya, sosok Lai Guanlin hanyalah halusinasinya
Kenyataannya, kini dirinya tengah digendong oleh Ong Seongwoo keatas kasur pasiennya, sedang para dokter sibuk menangani luka di tangan kirinya, serta yang lain sibuk mengganti infusnya. Lagi-lagi ia harus melemparkan tatapan kosong kearah jendela yang masih menyuguhkan pemandangan sore
Kau bahkan terus membuatku kesal, sampai akhir, Lai Guanlin
-𝙚𝙣𝙙-
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] ANATHEMA : The Bad Luck [✓]
Mystery / Thriller[𝐋𝐚𝐢 𝐆𝐮𝐚𝐧𝐥𝐢𝐧] Siswa itu tiba-tiba saja memilih untuk menjatuhkan diri dari atas gedung sekolah, disaksikan banyak pasang mata, bahkan oleh si gadis sombong dan si laki-laki pembawa sial, kejadian itu terus berulang, ketika keduanya berada...