𝟏𝟏 : 𝐚 𝐝𝐞𝐚𝐥

168 50 0
                                    

"Aku harus pergi ke Sokcho lagi."

"Sokcho? Untuk apa?" Guanlin, laki-laki itu secara tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika mendengar pernyataan dari Hwang Jina, hingga mau tidak mau membuat Jina ikut menghentikan langkahnya dan bersidekap dihadapan Guanlin

"Ada yang janggal, aku harus memastikan sendiri karena aku tidak bias bergantung pada penyelidikan yang didapat oleh Seongwoo."

"Seongwoo?"

"Ah, kolega."

Tiba-tiba saja Jina merasa aneh karena Guanlin bertanya pada gadis itu siapa Seongwoo, dan Jina harus menjawab pertanyaan Guanlin seakan tidak ingin membuat laki-laki itu salah paham

"Aku ikut denganmu."

Kini Jina harus menatap manik mata Guanlin karena laki-laki itu secara tiba-tiba hendak mengikutinya ke Sokcho "Kau yakin?"

"Seribu persen yakin."

Jina mengangguk-anggukkan kepalanya sebelum keduanya kembali berjalan menyusuri trotrar menuju arah rumah Jina

"Ngomong-ngomong, kenapa kau pergi kearah yang sama denganku? Bukankah rumahmu berada diarah yang berlawanan?"

"Oh?" Guanlin kini mengusap tengkuknya yang terasa kaku, tiada jawaban mengapa laki-laki itu sampai berada disini, berjalan bersama Hwang Jina, mengobrol santai dengan gadis itu "Aku.. harus pergi ke suatu tempat, lingkungan ini sudah dekat dengan rumahmu, kan? Tidak ada salahnya aku mengantarmu juga."

Jina mengangguk tanpa curiga, bahkan ketika kini keduanya telah sampai didepan gerbang tinggi rumah Hwang Jina, gadis itu seratus persen percaya pada kata-kata Guanlin

"Pastikan kau menghubungi aku sebelum kau pergi ke Sokcho.."

Gadis itu mengangguk sebagai respon dari permintaan Guanlin, sebelum kemudian gadis itu membuka gerbang dan masuk kedalam sebuah rumah megah dibaliknya, ketika dirinya tak lagi melihat Guanlin yang berada dibalik pagar, senyum gadis itu tiba-tiba saja merekah tanpa ia sendiri sadari

Jina melangkahkan kakinya masuk kedalam rumahnya, namun seorang wanita paruh baya dengan setelan elegan serba putih kini bersidekap diambang pintu, membuat Jina harus menghentikan langkahnya

"Siapa yang mengizinkanmu pulang dengan laki-laki miskin itu?"

Mengerutkan dahinya dalam-dalam, Jina menatap ibunya tidak mengerti

"Lelaki seperti itu, tidak akan pernah pantas untukmu."

"Ibu ini kenapa? Aku bahkan hanya berteman dengannya.."

Teman.

Bahkan kata itu adalah kata yang tidak akan pernah Jina pikirkan seumur hidupnya, namun dirinya kini bahkan mengakui Lai Guanlin adalah temannya

"Teman? Sayang, sepertinya kau banyak berubah belakangan." Wanita paruh baya itu membiarkan telunjuknya menyusuri kulit wajah Jina yang pucat "Memangnya kau perlu sesuatu seperti itu? Jangan naif."

"Jangan melakukan sesuatu yang tidak perlu, ya? Teman? Kau tidak perlu sesuatu yang seperti itu. Jika kau benar-benar memerlukannya, pastikan kau berteman dengan mereka yang juga sepadan denganmu."

Giginya bergemeletuk menahan amarah, gadis itu bahkan harus menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan segala sesuatu yang bias saja keluar dari mulutnya sekarang juga

"Kalau kau tetap berteman dengannya, kau akan membuat dia makin kesulitan, sayang.." Ibunya kini berusaha menyelipkan rambut Jina kearah belakang telinga gadis yang menahan kepalan tangannya itu

[2] ANATHEMA : The Bad Luck [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang