CHAPTER SIX

23.8K 1.2K 22
                                    

Ketika hari minggu akhirnya tiba, di pagi buta, saat aku dan Raefal masih bergelung manja di dalam selimut hangat kami. Kami dikejutkan oleh sosok Raffa yang melompat ke atas ranjang, menggunjang tubuh kami disertai suara jeritannya yang nyaring di telinga kami. Seketika kami terpaksa membuka mata.

Aku masih berada dalam kondisi setengah sadar saat Raffa tanpa henti merengek meminta agar Raefal memenuhi janjinya untuk mengajak kami bermain di Trans Studio. Aku hanya mampu terkikik geli saat melihat betapa tersiksanya Raefal yang masih mengantuk harus terpaksa bangun karena Raffa terus menarik tangannya, memaksa ayahnya untuk beranjak dari kasur empuk kami.

" Ini masih pagi. Trans Studio-nya buka jam 10 loh."

" Aku gak peduli. Ayo siap-siap, Dad. Kita berangkat sekarang." kata Raffa, keras kepala seperti biasanya.

" Kamu aja belum mandi."

" Ya udah ayo kita mandi bareng." Ajak Raffa sembari menarik tangan ayahnya agar ikut bersamanya ke kamar mandi.

Raefal menoleh ke arahku, seolah memberi isyarat dengan matanya agar aku membantunya membujuk Raffa. Namun aku meresponnya dengan mengendikan bahuku, membiarkan dia sendiri yang menyelesaikan masalahnya. Lagipula siapa yang membuat janji dengan anak itu, bukankah dia sendiri? Jadi saat Raffa merengek menagih janjinya, aku hanya bisa tersenyum puas di dalam hati.

Saat keduanya mandi bersama di dalam kamar mandi, aku berinisiatif untuk menyiapkan sarapan. Kegiatan kami hari ini pastinya akan sangat berat dan melelahkan, jadi mengisi nutrisi di pagi hari sangat penting bukan?

Aku tidak menyiapkan sarapan yang sulit dibuat. Hanya roti bakar dengan beberapa jenis selai yang sengaja ku siapkan sesuai dengan varian rasa yang mereka suka. Raffa dengan selai coklatnya, Raefal dengan selai vanilanya dan aku dengan selai strawberry favoritku.

Setelah setengah jam lamanya aku berkutat di dapur, akhirnya aku menyelesaikan kegiatanku menyiapkan sarapan. Roti bakar yang terlihat menggiurkan itu sudah terhidang di atas meja makan. Namun sosok Raefal dan Raffa belum juga muncul. Aku pun berinisiatif menghampiri mereka untuk memastikan apa yang sedang dilakukan mereka berdua sekarang.

Aku bersedekap seraya menyenderkan punggungku pada dinding kamar mandi saat ku dapati mereka masih asyik berendam bersama. Memainkan busa yang menggelembung seolah tak menghiraukan jarum jam yang terus berdetak tiada henti.

" Mom sini, ikut main sabun bersama kami!!" teriak Raffa, mengajakku ikut serta. Aku? tentu tak berminat sedikit pun untuk ikut bergabung.

" Mom tidak ikut, kalian jangan terlalu lama berendamnya. Sudah setengah jam loh kalian berendam disitu." Kataku memperingati mereka.

Namun siapa sangka, bukannya menuruti perintahku, ku lihat Raffa keluar dari bathtub. Mengabaikan ketelanjangannya dia berlari menghampiriku, membuatku cemas dia akan terjatuh karena menginjak lantai yang licin terkena gelembung sabun.

Aku tak bisa berkutik, saat dia menarik tanganku. Menyeretku paksa untuk masuk lebih dalam ke kamar mandi.

" Ayo mom, ikut berendam bersama kami." rengek Raffa saat kini dia sudah berhasil menyeretku hingga berdiri tepat di depan bathtub. Raefal membalas mengabaikanku saat aku meminta bantuannya untuk membujuk Raffa agar berhenti memaksaku masuk ke dalam bathtub.

Aku memutar bola mataku malas, aku lupa ...benar-benar lupa bahwa Raefal tipe pendendam yang akan membalas apa pun perlakuanku padanya.

" Ayo mom masuk ke bathtub. Kita berendam bersama."

" Kalian aja yang berendam, mommy siapkan baju kamu yang mau dibawa hari ini aja ya." aku masih berusaha membujuk.

Akan tetapi, saat ku lihat kedua mata Raffa menggenang nyaris menangis, aku tahu aku tak akan pernah bisa menang darinya. Aku mengembuskan napas pasrah sebelum ku anggukan kepalaku pelan.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang