CHAPTER FOURTEEN

22.6K 1.1K 53
                                    

Aku berpikir tidak ada salahnya mengikuti saran Mbak Alya. Setibanya di rumah, bergegas aku menyiapkan beberapa makanan favorit Raefal. Lagipula bukankah tadi saat meninggalkan kantornya, aku mengatakan akan memasak makanan spesial untuknya? dan ya, aku sedang mencoba menepati kata-kataku itu. Meski pada awalnya terselip makna tersirat di balik kata-kata itu, orang secerdas Raefal seharusnya menyadarinya juga.

Aku memasak untuknya dengan hati yang tulus. Berulang kali ku cicipi masakanku ini hingga terasa pas di lidah. Cukup banyak jenis makanan yang ku buat. Ada pizza kornet dicampur dengan bakso dan sosis yang ku buat dengan tanganku sendiri sebagai sajian pembuka. Rendang sapi, sayur asam dan sambal ekstra pedas kesukaan Raefal, sebagai hidangan utama. Serta es buah berisi berbagai jenis buah, tak lupa ku siapkan sebagai hidangan penutup.

Seharusnya Raefal menikmati semua hidangan ini karena ku pastikan semuanya makanan kesukaan Raefal.

Setelah membantu Raffa mandi dan berganti pakaian, serta menyiapkan cemilan untuknya berupa sereal, aku mulai merias diriku sendiri. Seperti yang dikatakan Mbak Alya, aku harus merubah penampilanku. Aku harus terlihat cantik di depan suamiku sepulang dia bekerja.

Setelah mandi, aku mengenakan pakaian santai namun pantas untuk dilihat oleh Raefal. Sebuah kaos merah muda berlengan super pendek, aku padupadankan dengan celana jeans selutut berwarna navy yang membungkus ketat kaki jenjangku.

Wajahku yang biasanya ku biarkan polos saat berada di rumah, kini ku oleskan bedak tipis. Kedua kelopak mata ku hiasi dengan eyeliner hitam, ku sapukan sedikit blush on agar pipiku terlihat merona. Lipstik pink muda beserta pelembab bibir, tak lupa ku oleskan juga di bibirku agar tampak cerah dan berkilauan.

Rambut lurusku yang biasanya ku ikat asal saat bersantai di rumah, kini aku menatanya serapi mungkin. Aku menyisirnya dan ku biarkan rambutku tergerai indah. Untuk mempermanis penampilanku, aku memakai bando putih polos yang terpasang apik di rambutku.

Memastikan penampilanku sempurna namun tak berlebihan, aku pun turun dan duduk santai di ruang tengah, menunggu kepulangan suamiku.

Satu jam berlalu, aku masih duduk tenang sembari seulas senyum sesekali tersungging di bibirku.

Dua jam berlalu, aku mulai gelisah karena menyadari Raefal pulang terlambat. Lupakah dia aku sudah menyuruhnya untuk pulang cepat hari ini?

Hingga tiga jam berlalu dan dia belum juga menampakan batang hidungnya, kekesalanku mulai naik ke permukaan.

Bahkan sampai aku selesai menidurkan Raffa di kamarnya, suami brengsekku itu belum juga kembali. Saat aku melirik ke arah jam dinding di ruang tengah, ku dapati waktu menunjukan pukul 9 malam, artinya sudah tiga jam dia pulang terlambat, mengingat setiap harinya dia akan tiba di rumah pukul 6 sore.

Aku kembali duduk di sofa dengan ekspresi wajahku yang ku yakini tengah cemberut saat ini. Rencana awalku untuk berbaikan dengannya seketika lenyap tertelan emosiku yang kini memuncak.

Mungkinkah dia pergi bersama wanita selingkuhannya? Mendiskusikan banyak hal untuk menyembunyikan hubungan terlarang mereka dariku setelah meyakini aku sudah membongkar kebusukan mereka sekarang?

Atau mungkinkah di saat aku berjam-jam menunggunya di sini, mereka justru sedang bersenang-senang berdua? Menghabiskan waktu bersama untuk menertawakan kebodohanku selama ini.

Berbagai pikiran buruk yang menari-nari di dalam kepalaku ini, sukses membuat keinginanku untuk berpisah dengan Raefal semakin bertambah besar. Keraguan dan ketakutan itu menguap begitu saja dari dalam diriku. Yang tersisa hanya amarah dan kekecewaan yang terlampau besar.

Bersamaan dengan keinginanku untuk membuang saja makanan yang sudah sengaja ku siapkan untuk Raefal, suara pintu diketuk dari luar tiba-tiba terdengar. Menghela napas panjang, aku mencoba mati-matian menahan amarahku. Aku pun berjalan menghampiri pintu.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang