CHAPTER NINETEEN

31.4K 1.4K 378
                                    

Tak sulit bagiku untuk masuk ke dalam rumah mewah bak sebuah mansion milik wanita itu. Para pegawainya menerimaku dengan baik layaknya seorang tamu. Menyuguhkan berbagai jenis makanan ringan di atas meja di depanku.

Hanya sekitar 5 menit aku menunggu, sosok sang tuan rumah pun akhirnya menampakan batang hidungnya. Dengan berbalut jubah tidur berwarna merah yang cukup menerawang dan pastinya bernilai fantastis, dia duduk sembari bertopang kaki di depan sofa yang ku duduki.

" Saya kira siapa yang datang, tidak menyangka anda yang datang ke rumah saya, Nyonya Indira." Ucapnya memecah keheningan di antara kami.

Meski amarah selalu muncul ke permukaan setiap kali melihat wajahnya, aku sebisa mungkin berusaha bersikap normal. Aku tersenyum kecil, entah dia sadar atau tidak senyuman ini hanya sebuah senyuman palsu. Aku tak peduli, aku hanya ingin menunjukan padanya bahwa aku baik-baik saja saat ini.

" Maaf jika kedatangan saya mengganggu anda. Padahal, sepertinya anda sedang tidur siang?" Aku menjawab dengan nada tenang dalam suaraku. Sangat bertolak belakang dengan jantungku yang berdegup kencang karena amarah yang menguasai.

" Tidak masalah, biasa efek penerbangan."

Aku mengangguk, memahami maksud ucapannya. Tentu saja, beberapa jam yang lalu dia baru saja melalui penerbangan dari Bali menuju Bandung ini. Aku tak mungkin lupa dia dan suamiku melalui penerbangan dalam pesawat yang sama. Oh mungkin saja mereka duduk berdampingan mengingat tiketku dan Raffa masih ada di tangan Raefal.

" Ada yang bisa saya bantu?" dia bertanya dengan tatapannya yang menelisik penampilanku siang ini. Aku mendengus, bisa menebak dia sedang menilai penampilanku dari kedua matanya yang tak lepas memandangiku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.

" Kenapa harus Raefal?" ku putuskan untuk bertanya langsung pada intinya. Sebuah pertanyaan yang menjadi satu-satunya alasanku datang ke rumahnya ini.

Dia tersenyum kecil, raut wajahnya tenang meski aku yakin dia paham betul arah pembicaraanku ini.

" Sepertinya pertanyaannya harus diganti." Katanya. " Seharusnya, kenapa Raefal mendatangi saya di saat dia memiliki istri cantik di rumahnya?"

Kami saling berpandangan untuk sesaat, sebelum pihak yang memutus kontak mata di antara kami adalah aku. Aku memalingkan wajahku dari wajahnya yang harus ku akui memang sangat cantik. Sangat wajar jika Raefal sampai terpikat padanya. Aku tak heran sedikit pun.

" Sebelumnya mari kita buat kesepakatan."

Aku mengernyitkan dahiku, untuk perkataannya yang satu ini terus terang aku belum paham sepenuhnya.

" Tidak ada kebohongan, tidak ada sandiwara. Yang akan kita bahas di sini hanyalah sebuah kebenaran. Saya akan menjawab semua pertanyaan anda dengan sejujur-jujurnya. Bagaimana? Anda setuju?"

Wanita di depanku ini dari sudut mana pun memang terlihat berpendidikan. Pandai memanfaatkan situasi sehingga mampu membalikan keadaan. Dimana seharusnya akulah yang mengatakan kalimat itu, justru berbalik dia yang lebih dulu mengatakannya. Seraya merubah posisi dudukku menjadi bertopang kaki sepertinya dengan kedua tangan yang ku lipat di depan dada, aku mengangguk disertai sebuah senyuman tipis.

" Tentu saja. Memang itu yang saya harapkan. Saya juga lelah mendengar kebohongan." Jawabku. " Bisa anda jawab pertanyaan saya tadi?"

" Tentang alasan Raefal mendatangi saya walaupun memiliki anda di rumah?" entah apa tujuannya mengulang pertanyaan itu, karena tanpa mendengar jawabanku pun seharusnya dia tahu pertanyaan itulah yang menjadi alasanku menemuinya di siang hari yang panas ini.

" Anggap saja pertanyaan itu menjadi topik utama pembicaraan kita sekarang, Nyonya Zanna." Sahutku seraya mengambil gelas berkaki di depan meja dan menenggak jus jeruk di dalamnya.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang