CHAPTER ELEVEN

23.3K 1.2K 88
                                    

Hal yang pertama kali ku lakukan setelah berpisah dengan Susi adalah pergi untuk menjemput Raffa di sekolahnya. Mbak Alya meneleponku, memberitahu bahwa Raffa menolak pulang bersamanya. Padahal anak itu bersedia berangkat sekolah bersama Mbak Alya dan putranya, Sandy. Aku berpikir mungkin karena Raffa sudah terbiasa dijemput olehku, dia tak bersedia ikut saat ada orang lain yang menjemputnya.

Begitu turun dari dalam mobil setibanya aku di depan sekolah Raffa, ku lihat putra semata wayangku itu berlari menghampiriku. Aku berjongkok sembari merentangkan kedua tanganku untuk menyambutnya dalam pelukanku.

Aku menciumi wajahnya begitu tubuh mungilnya berada dalam dekapanku. Di dunia ini tak ada lagi yang ku sayangi sebesar aku menyayangi Raffa. Bahkan demi kebahagiaan anak ini, aku rela mengorbankan apa pun. Melihatnya terluka atau tersakiti merupakan satu-satunya hal yang paling tak ku inginkan di dunia ini.

" Kamu nungguin mommy lama ya?"

Anak itu menggeleng dalam pelukanku. Dia biasanya ceria dan tak hentinya berceloteh, entah kenapa tampak murung hari ini. Seolah ada ikatan batin di antara kami sehingga dia ikut merasakan suasana hatiku yang memang sedang sedih dan hancur.

Aku beranjak bangun begitu ku lihat Bu Ratna, guru pembimbing Raffa, menghampiriku. Saat dia tersenyum ramah disertai tangannya yang terulur padaku, bergegas ku terima jabatan tangannya. Tak lupa aku pun membalas senyumannya tak kalah ramah.

" Tadi Raffa tidak mau pulang waktu diajak pulang sama Bu Alya. Jadi saya nemenin Raffa selama menunggu ibu." Katanya. Aku kembali tersenyum.

" Iya bu, saya ada sedikit urusan tadi jadi meminta Mbak Alya untuk sekalian menjemput Raffa." Aku menjawab. " Terima kasih dan maaf merepotkan ibu."

Bu Ratna tersenyum sembari menggeleng. Dia merentangkan tangannya untuk menyentuh dan mengusap puncak kepala Raffa. Anak itu tak menolak, sebaliknya dia tampak nyaman mendapatkan sentuhan lembut dari sang guru.

" Raffa sangat cerdas dan lucu. Mengobrol dengannya sama sekali tidak membosankan, malah saya senang bisa nemenin dia tadi. Anda beruntung memiliki putra yang aktif dan cerdas seperti Raffa."

Di usianya yang baru menginjak 6 tahun, Raffa memang terbilang anak yang cerdas. Pertama kali dia bisa menulis dan membaca saat dia berusia 4 tahun. Saat itu aku yang mengajarinya. Dan di usianya yang sekarang, di saat teman-temannya masih dalam tahap belajar menulis dan membaca, Raffa sudah sangat fasih melakukannya.

Dalam hal menghitung pun dia selalu mendapatkan nilai yang sempurna. cepat mencerna semua mata pelajaran yang diajarkan padanya, terutama bahasa Inggris. Ku rasa kecerdasan yang dimilikinya ini diturunkan dari ayahnya. Karena Raefal memang selalu berprestasi di saat masih bersekolah dulu.

Aku berpamitan pada Bu Ratna setalah berulang kali menguncapkan terima kasih padanya karena sudah menemani dan menjaga Raffa selama aku belum datang.

Kini aku dan Raffa sudah berada di dalam mobil. Aku menyetir dalam kecepatan sedang, tak ingin melakukan kesalahan sekecil apa pun yang bisa membahayakan kami berdua, terlebih Raffa.

" Mommy, ini mobil siapa? ini kan bukan mobil Daddy?" tanya Raffa, kedua matanya awas menelisik mobil yang sedang dinaikinya ini.

" Ini mobil tante Alya. Mommy meminjam mobil ini."

" Ooh, pantas saja aku sering lihat mobil ini. Ternyata mobil tante Alya." Celotehnya, aku tersenyum kecil mendengarnya.

" Kenapa mommy gak pakai mobil daddy?"

" Kan mobilnya dipake daddy." Jawabku.

" Mobil harganya mahal ya mom?"

Aku mengernyitkan dahiku, cukup terkejut karena pertanyaan itu tiba-tiba meluncur mulus dari mulut mungilnya.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang