CHAPTER TEN

23.8K 1.2K 50
                                    

Aku masih bertahan di dalam mobilku, tak beranjak selangkah pun meski dengan mata kepalaku sendiri ku lihat wanita itu masih berdiri di halaman rumahnya. Sepuluh menit berlalu sejak kepergian Raefal, wanita itu masih betah berdiri memperhatikan taman bunganya yang indah.

Dia berjalan menghampiri pria paruh baya yang sepertinya bertugas berjaga di depan gerbang. Terlihat dia tersenyum ramah pada pegawainya, membuatku menerka-nerka sepertinya dia memiliki kepribadian yang menyenangkan dan ramah.

Masih tetap ku perhatikan gerak-geriknya termasuk saat dia berjalan mendekati taman bunganya. Taman bunga yang berjarak cukup dekat dengan tempatku memarkirkan mobil pinjaman ini.

Melihat dari dekat wajah wanita itu, tak ku pungkiri dia memang cantik jelita. Memiliki hidung mancung dengan bibir merekah yang tampak ranum. Kulit wajahnya mulus tanpa cela dengan kedua mata bulat besar yang ditumbuhi bulu mata yang lentik. Alisnya tampak tebal. Dan ketika dia tersenyum, harus ku akui kecantikannya semakin bertambah berkali-kali lipat.

Apa sebenarnya yang membuat Raefal berpaling padanya? karena kecantikannya kah? Atau ada alasan lain yang membuat suamiku memilih bersamanya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang begitu ingin ku ketahui jawabannya.

Ada keinginan di benakku untuk turun dari mobil ini sekarang juga. Menghampiri wanita itu dan memakinya jika perlu. Mengungkapkan semua rasa sakit yang ku rasakan karena perbuatan kejinya yang menjalin hubungan terlarang dengan suamiku, atau sekedar bertanya kenapa harus suamiku yang dia pilih?

Bahkan emosiku yang tengah memuncak sempat mendorongku untuk melakukan tindakan kekerasan. Wanita tidak tahu diri sepertinya yang seolah hatinya telah mati karena mengabaikan rasa sakit hati wanita lain karena perbuatannya, bukankah sangat pantas untuk dikasari? tentu aku tak takut jika melabraknya detik ini juga. Memberitahu dia siapa wanita yang sudah berani dia sakiti ini, jika dia menganggapku wanita lemah, maka dia salah besar. Bisa saja ku lakukan semua yang terpikirkan di dalam otakku ini.

Tanganku sudah nyaris membuka pintu mobil, namun tidak ... aku tidak boleh melakukan tindakan bodoh seperti mengasari wanita itu. Sekali lagi bukan karena aku takut atau tak berani, melainkan karena aku tak ingin merendahkan diriku sendiri.

Dari penampilannya yang elegan, mobilnya yang mewah serta rumahnya yang megah bak istana, tidak diragukan lagi dia merupakan wanita karir yang bergelimang harta. Jika aku mengasarinya, bukankah tindakan itu hanya akan menunjukan bahwa aku lebih rendah darinya?

Diriku yang sedang tersulut emosi ini jelas bukan waktu yang tepat untuk menemuinya sekarang. Aku tak ingin melakukan kesalahan sekecil apa pun di depannya yang akan menyebabkan diriku terlihat rendah di matanya.

Melakukan kekerasan padanya sekarang pun merupakan tindakan yang bodoh. Tindakan ceroboh yang bisa berbalik menghancurkan martabat dan harga diriku. Bisa saja dia menuntutku atas kekerasan yang aku lakukan bukan? Dan jika di antara kami harus ada yang terlibat dengan hukum sampai di penjara, maka orang itu adalah dia ... bukan aku.

Sebagai istri sah seorang Raefal Syahreza, aku harus terlihat lebih berkelas darinya agar dia sadar diri ... tak seharusnya dia merebut pria yang sudah beristri. Setidaknya membuatnya sadar bahwa memilih suamiku adalah keputusan yang salah untuknya.

Memutuskan untuk meredam emosiku yang sedang meluap-luap ini, sebuah ide hebat terlintas di benakku.

Aku memegang ponselku, dengan gerakan kilat membuka aplikasi kamera dan mengambil potret wanita itu secara diam-diam. Mencari tahu identitas wanita itu adalah pilihan terbaik yang bisa ku lakukan untuk saat ini. Sepertinya bertanya langsung pada pria penjaga gerbang rumahnya, bukanlah pilihan tepat karena bisa saja mengundang kecurigaan, menyelidikinya sendiri melalui potretnya yang ku ambil sepertinya jauh lebih baik.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang