CHAPTER SEVENTEEN

28.8K 1.6K 225
                                    

Raffa mengusap-usap punggungku tiada henti. Dengan sesekali menghapus lelehan air mata di wajahku menggunakan jari-jari mungilnya. Serta dirinya yang terus mengecup pipiku lembut, membuatku terharu tiada tara.

Sepertinya tangisanku membuat putraku ikut bersedih. Dia ikut meneteskan air matanya bersamaku.

" Daddy mana Mom? Kok belum pulang? Mommy kenapa nangis?"

Aku menatap wajah putraku yang bagaikan miniatur Raefal. Mereka sangat mirip hingga melihat wajah Raffa langsung mengingatkanku pada ayahnya.

Ayahnya yang mungkin sedang bersenang-senang dengan wanita murahan itu sekarang.

Aku menghela napas panjang, menyadari aku terlihat bodoh dan rapuh dengan menangis seperti ini. Tangisan tidak akan membantu apa pun bukan? Tentu aku menyadarinya. Hanya saja air mata juga diperlukan sebagai luapan rasa sakit, yang lebih baik diungkapkan daripada dipendam dalam hati.

Sudah puas menangisi nasibku yang malang, bergegas aku menghapus jejak air mata di wajahku kasar menggunakan punggung tanganku. Aku tersenyum pada Raffa yang menatapku, khawatir. Tak lupa aku pun menghapus air mata di wajah putraku yang tampan.

" Kamu mau ketemu Daddy?" tanyaku yang langsung dibalas anggukan olehnya.

Aku melirik ke arah jam yang melingkar di lengan kiriku, baru tiga puluh menit berlalu sejak aku melihat mereka bersama di restoran tadi, seharusnya mereka masih ada di sana sekarang jika ku ingat kembali dari banyaknya makanan yang terhidang di atas meja mereka. Termasuk kue tart yang terlihat mahal itu. Mungkin mereka tengah pesta makanan enak sekarang.

Kedua mataku kini ku arahkan ke arah sudut kamar, pada sebuah koper besar yang telah selesai aku rapikan. Koper itu milikku beserta beberapa pakaian Raffa. Sedangkan koper yang masih dalam kondisi terbuka dimana barang-barang berceceran di dekatnya adalah koper Raefal yang belum selesai aku kemas. Biarlah ... aku tak peduli lagi dengan koper itu. Biar pemiliknya yang mengurusnya sendiri.

" OK, sayang. Kita susul Daddy. Setelah itu kita pulang ya?"

" Pulang ke sini lagi maksud Mommy?" tanya putraku polos. Wajahnya yang menggemaskan membuatku tak tahan untuk menyentil ujung hidungnya, pelan.

" Nanti juga kamu tahu kita pulang kemana. Ayo berangkat!" ajakku, setelah ku sampirkan tas kecil di bahuku. Tak lupa ku seret juga koper milikku dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri ku gunakan untuk menggandeng tangan Raffa.

Sebelum melangkah pergi, aku menelisik sekali lagi seisi kamar, khawatir ada barangku yang tertinggal. Aku mengangguk setelah yakin semua barangku sudah terkemas rapi di dalam koper. Baiklah, aku dan Raffa sudah bersiap untuk pergi.

Tapi sebelumnya ... sepertinya aku harus memberikan sedikit kejutan untuk sepasang kekasih yang tengah berpesta saat ini.

Aku menitipkan kunci resort pada pihak resepsionis. Setelahnya aku pergi dengan menumpangi sebuah taksi yang aku minta pihak resort untuk memesankannya.

Sudah ku katakan bukan, jarak antara resort yang kami sewa dengan restoran mewah itu sama sekali tidak jauh. Hanya butuh waktu 15 menit, dan kami pun tiba di sini.

" Pak, bisa tunggu di sini sebentar? Saya ada urusan di restoran ini. Tidak akan lama kok."

" Baik bu, saya tunggu di sini."

" Terima kasih." Jawabku seraya tersenyum ramah pada sang sopir taksi.

Aku menatap ke arah dalam restoran. Beruntung ... sosok sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara itu masih duduk manis di tempat mereka tanpa mengetahui badai akan segera menghampiri mereka.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang