CHAPTER THIRTEEN

22.7K 1.1K 56
                                    

Hal pertama yang ku lakukan begitu tiba di rumah adalah mengunjungi rumah Mbak Alya. Dengan dalih mengembalikan mobil pinjaman sekaligus mengantarkan Raffa yang ingin bermain dengan putra bungsu Mbak Alya, aku datang ke rumah tetanggaku tersebut. Nyatanya tidak semata-mata alasan itulah yang membuatku datang, melainkan keinginan besarku untuk berkeluh kesah di depan Mbak Alya. Ingin segera ku ceritakan semua peristiwa yang menimpaku hari ini pada sosok wanita yang ku anggap seperti kakakku sendiri.

Setelah memastikan putra-putra kami bermain dengan akrab di ruang tengah, kami memutuskan untuk duduk santai di halaman belakang rumah Mbak Alya. Pembicaraan kami ini, aku tak ingin putraku mendengarnya.

Ku ceritakan semuanya pada Mbak Alya, semua ... tanpa terkecuali. Tak banyak kata yang diutarakan Mbak Alya, dia tetap menjadi pendengar yang baik hingga aku menyelesaikan ceritaku. Raut wajahnya pun tampak tenang, tak terlihat terkejut sedikit pun. Namun dia bergegas mengusap-usap punggungku lembut, di saat air mataku tak kuasa mengalir tanpa kehendakku. Entah kenapa di hadapan Mbak Alya, aku selalu tak sanggup menahan gejolak di hatiku.

Dia memberiku tissue setelahnya, menatap wajahku yang sudah banjir air mata dengan raut iba.

" Apa rencana kamu setelah ini, Indi?" tanyanya, setelah melihatku sudah tenang kembali. Air mataku pun sudah berhenti mengalir.

" Aku gak tahu Mbak. Jujur aku masih syok. Aku gak nyangka Raefal tega banget selingkuhin aku kayak gini."

Mbak Alya mengangguk-anggukan kepalanya, seolah dia memahami betul rasa sakit yang sedang aku rasakan saat ini.

" Aku kayaknya gak bisa Mbak. Aku gak sanggup ngelanjutin pernikahan ini. Raefal udah bikin aku kecewa sebesar ini. Dia udah hancurin semua kepercayaan aku sama dia."

" Jadi kamu berencana mau minta cerai?"

Aku tersentak begitu mendengar pertanyaan Mbak Alya ini. Jika aku jadi dia, aku juga pasti akan menanyakan pertanyaan yang sama. Kata-kataku tadi memang menyiratkan bahwa aku menginginkan sebuah perpisahan. Tapi ... mendengar kata cerai terlontar dari bibir Mbak Alya ... sungguh hatiku sakit bagaikan ada ribuan jarum yang tertancap di sana. Aku tak pernah membayangkan kata-kata cerai akan tercantum dalam kamus pernikahanku. Selama ini aku selalu yakin pernikahan kami akan bertahan sampai kami tua nanti. Sampai maut memisahkan kami. Namun nyatanya ...

" Emangnya kamu udah siap cerai sama Raefal?"

Satu pertanyaan Mbak Alya ini sukses membuatku kembali tersadar dari pikiranku yang melalangbuana tanpa tujuan. Aku memandang wajah Mbak Alya gamang, tak tahu harus menjawab apa.

" Kamu sama Raefal udah sama-sama lama banget. Bukan tiga atau lima tahun, tapi tujuh belas tahun. Emangnya kamu siap gak ada Raefal lagi di hidup kamu setelah kamu udah terbiasa ada dia di samping kamu?"

Lidahku masih terasa kelu, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku. Pikiranku buntu, aku tak tahu harus menjawab apa sekarang.

" Kok diam, Indi? Kamu bingung?"

Aku mengangguk tanpa kata. Ya ... aku memang sedang kebingungan saat ini. Merasa ragu dengan keputusan yang harus ku ambil.

" Menurut Mbak gimana? Aku bingung mbak."

Mbak Alya memalingkan wajahnya dariku, dia menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Mungkinkah dia sama bingungnya denganku?

" Aku ngerti perasaan kamu sekarang. Aku juga pernah ngalamin kejadian kayak kamu."

Kedua mataku melebar kali ini, pengakuan Mbak Alya ini sungguh membuatku terkejut luar biasa. Kehidupan rumah tangga Mbak Alya dan suaminya, selalu terlihat harmonis. Benarkah Mbak Alya pernah mengalami hal serupa denganku? rasanya sulit bagiku untuk mempercayainya karena sungguh suami Mbak Alya terlihat seperti pria baik dan mustahil berselingkuh.

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang