CHAPTER FIFTEEN

24.4K 1.1K 75
                                    

" Liburan selama satu minggu?"

Kalimat tanya itulah yang Raefal gumamkan pertama kali setelah beberapa menit lamanya terdiam, aku mengangguk kecil, tatapan mataku tak pernah lepas sedikit pun darinya.

" Iya, udah lama kan kita gak liburan? Raffa pasti seneng banget."

" Kok mendadak banget ngajaknya?"

Aku memicingkan mataku, apakah sekarang dia sedang mencoba berkelit? Atau mencari alasan untuk menolak ajakanku ini? Mari kita lihat, apa yang akan dia katakan selanjutnya.

" Gak mendadak kok. Ini aku kasih tahu tiga hari sebelumnya. Aku kan gak ngajakin kamu berangkat besok. Tapi hari sabtu. Jadi gak mendadak dong, kan masih ada waktu tiga hari buat siap-siap." Ujarku, sebisa mungkin mengulas senyum meski sebenarnya hatiku sedang was-was saat ini.

Jika sampai dia menolak ajakanku ini, mungkinkah ini tandanya dia lebih memilih wanita itu dibanding aku dan Raffa? Jika benar demikian, tindakan apa yang harus ku lakukan karena sepertinya wanita itu lebih penting bagi Raefal dibandingkan kami?

" Aku sih gak masalah liburan, bisa aja ngambil cuti." Aku yang tengah menunduk seketika mendongak begitu kata-katanya merasuki gendang telingaku. Begitu pun dengan semua lamunanku, buyar seketika.

" Raffa kan harus sekolah." Katanya.

" Sekolah Raffa gampang kok. Nanti aku yang minta izin ke sekolahnya. Dia kan masih duduk di bangku TK, harusnya gak sulit minta izin."

Raefal mengangguk-anggukan kepalanya, seolah dia menyetujui ucapanku ini.

" Ke Maldives kayaknya kejauhan deh. Gimana kalau ke Bali aja? Di sana kan suasananya sama aja kayak di Maldives. Pantai-pantai juga kan?"

Aku terdiam, lebih tepatnya tengah menelaah maksud kata-katanya ini. Mungkinkah ini artinya dia menerima ajakanku?

" Jadi, kamu mau kita liburan selama satu minggu?"

" Boleh." Jawabnya, aku terbelalak detik ini juga. Meski rasa senang lebih dominan ku rasakan.

" Kamu gak keberatan ngambil cuti satu minggu?"

" Gak apa-apa. Kebetulan jatah cuti tahun ini belum diambil." Dia tiba-tiba bertopang dagu, seolah sedang berpikir. Tak ayal gerak-geriknya ini membuatku memperhatikannya.

" Hmm ... kayaknya sekalian aja kita libur dua mingguan. Biar sekalian aku ngambil cutinya." Tambahnya sembari tersenyum lebar.

" Kamu yakin? Gak ada acara emangnya?"

Raefal mengangkat kedua bahunya. " Nggak ada. Kalau pun ada acara di kantor bisa aku batalin atau diundur. Liburan sama kalian lebih penting buat aku. Lagian kamu bener, Raffa pasti seneng kalau kita ajak dia liburan."

Tanpa sadar aku menarik bibirku lebar, membentuk sebuah senyuman. Aku senang dan lega di saat yang bersamaan. Raefal lebih memilih kami dibandingkan janjinya dengan wanita itu. Jadi bisakah aku anggap ini sebagai kemenangan buatku? Wanita itu sepertinya belum sepenuhnya berhasil merebut Raefal dariku? Ataukah pemikiranku yang terlalu berlebihan, mungkin saja sebenarnya Raefal tidak pernah berselingkuh?

Aku sempat mencoba berpikir positif untuk mempercayai Raefal lagi. Namun ... keputusan ini menguap begitu saja saat ingatan ketika aku melihat Raefal dan wanita itu bermesraan di depan rumahnya, terlintas di kepalaku. Bergegas aku menggelengkan kepalaku cepat. Tidak ... mereka memang benar menjalin hubungan terlarang di belakangku. Entah apa pun yang sedang direncanakan Raefal sekarang sehingga dia tak keberatan pergi berlibur dengan kami, aku harus tetap waspada.

" Jadi gimana?" tanyanya, sukses membuatku terenyak kaget pasalnya pikiranku tengah melalang buana tak tentu arah.

" Gimana apanya?"

GENIUS LIAR [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang