Kairo, Mesir.
"Serius?"
Seorang pria dengan perawakan tinggi tapi sedikit gembul itu langsung bangkit dari duduk tenangnya. Ekspresinya tergambar amat kaget. Pria itu sigit.
"Dijodohin toh, bro?" Sahut pria lainnya dengan logat jawa medok yang tak bisa dihilangkan. Dia Rifki.
Mentari menyombongkan siangnya dengan sangat terik. Peluh-peluh keringat mulai tampak menyembul dari balik pori-pori kulit. Minuman es bersoda menjadi salah satu pilihan para lelaki muda asal Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di sana. Di kampus tersohor dengan usia cukup tua sebagai kampus Islam.
"Kemaren dia cerita sama aku. Dia bilang calonnya itu masih saudara. Berhubung orangtua mereka itu solid, jadi ya...dijodohin deh mereka."
Muhammad Alwi Al-Ghifari.
Pria tampan dengan otak cerdas yang mendapatkan beasiswa dari pondok pesantrennya itu menenggak lagi minuman bersodanya usai menjelaskan sedikit kisah temannya.
Parasnya yang tampan, tak heran membuat ia menjadi idola di kalangan pelajar putri asal Indonesia. Proporsi tubuhnya yang bagus-pun menjadi pelengkap kenapa ia begitu digemari. Tapi hal yang paling dibanggakan adalah otak cerdasnya yang membuat ia banyak dipuji oleh para dosen.
Menjelang hari wisuda, para pelajar asli Indonesia itu lebih banyak menyempatkan waktu untuk sering berkumpul. Sebab, belum tentu di tanah air nanti mereka bisa berkumpul lagi karena perbedaan kota juga pulau. Terutama Alwi yang mendapat kesempatan menempuh S2 di Turki.
"Emang kapan nikahnya?" Celetuk Rifki yang juga bertubuh tinggi.
"Abis wisuda langsung tancap gas? Iya?" Timpal Sigit penuh semangat.
Alfi si calon pengantin yang duduk disamping Alwi hanya bisa menuai senyum kecil.
"Ya, kurang lebih tiga-empat bulanan sepulang dari sini" jawab Alfi kalem.
"Oalah~ langsung tancap gas rupanya" Rifki menyela dengan penuh penekanan saat mengucapkan kata terakhir. Senyum nakal tersirat saat menatap Alfi.
"Noh, yang disebelahnya kapan nyusul? Mau lanjut S2 lagi!"
Sigit menajamkan pandangannya pada Alwi. Tapi Alwi tak ambil pusing. Si manis itu hanya mengangkat menggeleng-gelengkan kepala lemah dengan sedikit senyum.
"Keburu tua loh kamu, Wi." Rifki menyahuti.
"Ya, gimana dateng jodohnya aja." Ucap Alwi tak ambil pusing.
Tawa kecil mengudara saat Sigit menyenggol lengan Alfi dan Rifki dengan kedipan mata. Memberi kode. Memberi petunjuk agar menatap seseorang yang mereka tahu sedikit berkesan dihati Alwi.
"Kalo dia jodohmu...gimana?" Sigit bertanya dengan nada sedikit mengejek.
Sigit memainkan matanya. Melirik-lirik nakal untuk menggoda Alwi. Tatapan mereka jelas tertuju kepada seorang gadis jauh didepan mereka. Gadis cantik dengan kerudung merah jambu yang cerah.
Wajahnya mewakili wanita cantik Indonesia. Putih, cantik dan teduh. Sungguh sedap dipandang. Wajah berkulit putih pucat yang tak asing.
Beberapa detik Alwi diam menatap.
"Silma?"
●●●●●
Matahari di siang ini tak banyak menyemburkan cahaya tajamnya. Semilir angin mendapatkan lebih banyak sorotan ketimbang sang surya. Gumpalan kapas tebal dilangit bergerak lambat. Menampakkan sedikit birunya warna langit ditanah Magelang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khodijah Untukmu
RomanceMenikahi seorang wanita tanpa cinta bukanlah perkara mudah. Sekalipun memiliki paras cantik dan pribadi yang ceria jikalau hati tak berlabuh untuknya, maka bahagia tak akan pernah singgah. Begitulah Alwi, seorang pria tampan yang akan meminang pujaa...