Bagian 3

182 7 0
                                    

Mesir. Dengan Kairo sebagai ibukota dan Sungai Nil sebagai icon nomer satu dunianya, memang menawarkan keindahan alam yang luar biasa.

Siang ini terik, masih panas seperti biasanyan. Namun hembus lembut angin sesekali menerpa. Bersatu dengan sengatan mentari dibawah naungan awan yang beriringan lambat.

Tapi awan nampaknya lebih pekat dari biasanya. Serupa awan mendung.

"Silma." Panggil Alwi mengangkat tangan

Alwi yang lebih dahulu datang bersama keluarga itu memang sudah memesan tempat sebelumnya. Di sebuah restoran Indonesia di Kairo yang tak jauh dari kampus mereka, Alwi seketika mengembangkan senyum melihat Silma bersama keluarganya datang.

Rona bahagia jelas terpancar dari sorot matanya. Bukan hanya karena diwisuda, tapi juga karena saat ini ia akan mengutarakan rencana yang ia siapkan sebelumnya. Rencana mempersunting Silma.

"Geulis pisan itu Neng Silma-nya." Bisik Ibunda Alwi.

Alwi tersenyum senang. Dengan riang gembira kedua orangtua Alwi mempersilahkan Silma dan keluarganya duduk. Senyum senang terlukiskan dari wajah Ibu si tampan. Feel pertamanya langsung bagus mengenai Silma, entahlah.

Bersapa salam, berkabar kondisi dengan sedikit basa-basi membuka percakapan hangat kedua keluarga ini. Tapi Silma sendiri tanpa adik-adiknya. Sedangkan Alwi, ditemani seorang gadis cantik yang duduk dengan begitu tenang. Gadis itu, yang tak lain ialah gadis Bandung pujaan hati Humam.

"Silma anak tunggal ya? Kalo ini adiknya Alwi, baru kelas dua SMA." Ujar Fahmi ayah Alwi.

"Silma anak pertama. Adik-adiknya masih asik foto-foto dikampus, nanti nyusul katanya."

Suara Silma lembut. Gadis itu lebih banyak menunduk atau memperhatikan Zainah, calon ibu mertuanya. Belum sekalipun ia menatap Alwi semenjak memasuki restoran.

Diam-diam Silma memegang dadanya. Namun tak ada yang memperhatikan karena ia meletakkan tanggannya dibalik kerudung.

"Nama adeknya siapa? Cantik banget, mirip kakaknya." Tanya Hamid membuat si adik mengangkat wajah

"Salwa Annisa." Jawab Salwa ramah

"Cantik ya namanya."

"Anak Bapak lebih cantik lagi"

"Alwi juga ganteng, keturunan ayahnya ini ya."

"Pas. Cocok kalo gitu."

Tawa renyah mengisi atmosfir sementara ini. Kedua ayah itu asyik berbalas tanya jawab menyenangkan hati.

Silma masih menunduk. Tawanya nampak lemah. Ia memainkan jari-jarinya, memainkan satu sama lain.

"Bandung!" Emang jodoh gak kemana! Terima kasih Ya Allah engkau mempertemukanku lagi dengannya, sang kekasih hati."

Suara Humam langsung mengusik ketenangan. Wajah dan tubuhnya bereaksi cepat saat mata itu menangkap sosok Salwa si gadis Bandung yang membuatnya jatuh hati. Mata dan senyum penuh cintanya berbinar-binar.

Syifa yang merasa malu segera memukul pelan lengan Humam yang mendekat.

"Ojo malu-maluin keluarga toh, Mam? Ummik malu ini! Suaramu udah kayak toak masjid." Oceh Syifa memaksa Humam duduk.

Humam tak melepaskan pandangannya dari Salwa yang malu. Tapi keluarga Alwi nampaknya terhibur. Mereka semua tertawa akan tingkah Humam yang kekanakan.

Tapi disisi lain, ada orangtua Alwi yang dibuat terheran. Mereka merasa aneh karena melihat seseorang yang mirip bahkan serupa secara sekilas dengan Silma. Bukan karena Alwi tidak memberi tahu, tapi Alwi sendiri memang tidak tahu. Silma tak pernah bercerita mengenai keluarga apalagi saudara kembarnya.

Khodijah UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang