Bagian 12

100 5 0
                                    

"Subhanallah ..."

Silmi seketika berdecak kagum akan apa yang kini dipandangnya. Lantun tasbih tak henti-hentinya tertutur kala mendapati jejak keindahan Turki melalui Hagia Sophia atau Aya Sofya yang notabenenya adalah landmark paling terkenal di Turki.

Alwi tak salah mengajak Silmi untuk lebih mengenal Turki dengan berkeliling Istanbul, sebab binar matanya terlihat begitu takjub saat mengamati Hagia Sophia.

Terkenal akan kubahnya yang besar, Hagia Sophia dipandang sebagai lambang arsitektur Bizantium dan dikatakan telah mengubah sejarah arsitektur. Bangunan indah bekas katedral itu sempat dirubah menjadi masjid pada masa kekuasaan Kesultanan Ustmani yang menaklukan Konstantinopel dibawah pemerintah Sultan Mehmed II. Tapi kecantikannya tak memudar meski disekulerkan dan dibuka sebagai museum hingga saat ini.

"Ini yang gak kalah cantiknya sama Hagia Sophia." Ucap Alwi menatap Silmi.

"Blue Mosque, masjid biru." Silmi meneruskan.

"Dikenal sebagai masjid biru memang pada masa lalu interiornya didominasi warna biru. Tapi karena cat biru itu bukan bagian dari dekor asli masjid, jadi catnya di-ilangin. Ya, sekarang interior masjid ini gak keliatan berwarna biru. " Jelas Alwi saat Silmi masih betah mengagumi karya indah milik umat muslim itu.

"Bisa seindah ini ya? Subhanallah."

Silmi masih tidak percaya jika yang ia pandangi saat ini adalah masjid terindah di Turki, yang dibangun atas perintah Sultan Ahmed I yang kemudian menjadi nama masjid itu sendiri.

Jaraknya cukup dekat dengan istana Topkapi tempat kediaman para Sultan Utsmaniyah sampai tahun 1853 dan tidak jauh dari pantai Bosporus. Dilihat dari laut, kubah dan menaranya mendominasi cakrawala kota Istanbul.

"Timing-nya pas banget, mau jama'ah dzuhur bareng?" Ajak Alwi saat mendengar seruan adzan.

"Ndak bakal nolak." Jawab Silmi dengan senyum puas.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, keduanya dengan penuh semangat melangkah memasuki rumah Allah.

Empat rakaat yang khusuk diakhiri dengan salam, lalu bermunajat kepada Allah Sang Pencipta agar mendapat ridho dan ampunan. Mengakhiri doa dengan Ummul Kitab lalu berbalik saling berhadapan. Penuh hormat Silmi mencium punggung tangan suaminya, Alwi. Senyuman manis menghias wajah penuh rona keduanya. Pemandangan yang tak kalah indah.

Meski tak ingin rasanya beranjak dari masjid indah ini, Alwi dan Silmi memutuskan untuk kembali mengamati keindahan Istanbul dengan mengunjungi Hippodrome dan German Fountain.

"Silmi."

"Kenapa, Kang?"

"Mau foto bareng?"

"Ndak pernah-pernah Kang Alwi mau foto, kok tiba-tiba ..."

"Karena gak pernah, mangkanya foto."

Lesung pipi pemanis wajah Silmi segera tampak saat sudut bibirnya mengembang. Gadis itu segera mengeluarkan ponselnya bersiap untuk swafoto didepan German Fountain yang merupakan gazabo gaya air mancur hadiah dari Kaisar Jerman Wilhelm II.

Silmi nampak kikuk saat bahunya bersentuhan dengan lengan Alwi. Rupanya bukan hanya Silmi, si manis Bandung-pun nampak kaku tak biasa. Tapi karena ingin menciptakan memori baru, dengan tanpa permisi Alwi merangkul bahu Silmi.

Satu jepretan yang apik untuk foto pertama keduanya.

"Kang, Silmi boleh nanya?" Ucapnya dengan kikuk.

"Kaku banget. Ada apa?"

"Kemaren, sebenernya Silmi liat Kang Alwi jalan sama cewek. Dia ... Rose?"

Khodijah UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang