#14

469 42 0
                                    

MCKC

#14. Curhatan Arul dan Dena

Happy reading
______________

Ara kini sedang berada di rooftop bersama kedua sahabatnya Opi dan Arul. Entah sudah berapa lama mereka berdiam diri di sana menikmati semilir angin yang membelai wajah. Membuat sensasi dingin menerpa kulit pori-pori.

Bahkan mereka tak menghiraukan pembelajaran yang akan berlangsung, sebab Senin itu guru-guru sedang mengadakan rapat, untuk acara turnamen antar sekolah lima hari lagi.

Hingga helaan nafas terdengar di mulut cowok jangkung itu.  Membuat Opi menatapnya prihatin.

"Elo tuh kenapa sih sebenarnya? Nggak biasanya elo kek gini tuh!" Tutur Opi.

Ara yang berada di seberang mereka hanya memandang tanpa ikut berucap.

"Gue..." Helaan nafas itu kembali  terdengar di mulut cowok jangkung tersebut. "Gue,  udah lama nembak Dena."

Membuat Opi melongo tak percaya, " elo beneran nembak tuh cewek?"

"Terus gimana di terima nggak?" Tanyanya kembali.

"Mau diterima gimna? Dua hari lalu dia liat gue boncengan sama si Nanda, anak IPS 3, dia malah jauhin gue, bangsat banget kan gue!" Kesnya sambil menjambak rambutnya frustasi.

"Dari dulu kan elo emang bangsat,  oon!" Seru Opi sambil menoyor kepala Arul membuat Arul mengaduh.

"Ara tolongin gue!" Rengeknya.

Ara hanya menatap datar sahabatnya itu. Tak habis pikir kenapa sikapnya bisa seperti itu. Pantas saja kalo di kelas Dena sering menatapnya seperti ingin berbicara sesuatu. Namun, Ara hiraukan mungkin saja melamun entah memikirkan apa.

"Elo yang berbuat elo yang harus tanggung jawab, suruh siapa elo boncengan sama si Nanda. Somplak emang!" Cebik Ara kesal.

"Bukannya kasih solusi elo malah marahin gue habis-habisan, sahabat gelo emang!" Kesalnya.

"Masih mending mau dengerin curhatan elo, dasar anak ayam!" Timpal Ara kesal.

"Sahabat gak tau diuntung mah gitu Ra, pengennya enak terus, giliran susahnya aja kasihnya ke kita-kita!" Ujar Opi sambil memandang Arul sinis.

Arul hanya memajukan bibirnya, membuat Opi jijik di tempat." Eooh! Jijik gue liat lo monyong-monyong kek gitu, pengen rasanya gue templokin tai ayam tuh mulut!"

"Elo tuh kenapa sih, jahat banget sama gue. Punya dendam kesumat lo ya!" Tutur Arul.

Membuat Opi menyeringai menantang.
"Menurut lo!"

"Perasaan gue gak pernah ngapa-ngapain elo deh Pi." Ujar Arul

"Alah perasaan elo aja kali itu mah, tau ah yuk Ra, mending ke kelas aja dari pada dengerin curhatan dia yang gak tau gimana jalan keluarnya mah!" Membuat Ara menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Arul yang menutup wajahnya frustasi.

Namun sebelum benar-benar pergi meninggalkannya, Ara sempatkan berujar membuat manusia satu itu bernafas dengan lega. "Gue bakal usaha bantuin elo biar deket lagi sama si induk beruang itu!"

****

Dikelas, mereka langsung berlari menuju kerumunan Jihan dan Yukan yang sedang nonton drama di pojokan kelas.

"Elo nonton film gak ngajak-ngajak ya, dasar temen bangke emang!" Seru Opi di belakang mereka.

Membuat Yukan memandangnya sekilas dan setelahnya kembali terfokus menatap layar laptop milik Yura.

"Lagi pada nonton apa sih?" Tanya Opi penasaran sambil menyerobot diantara celah-celah badan Miya dan Jihan.

Membuat mereka mengaduh kesal. "Ckk, elo tuh kayak yang langsing aja!"

Sungguh sakit, jika menjahit mulut itu di perbolehkan sudah sedari dulu Opi lakukan. "Tuh mulut pedes banget kek sambel buatan Bi jujum!"

Sedangkan Ara kini tengah menghampiri bangku Dena yang kebetulan sedang duduk sendiri. Sedangkan para cowok sudah menghilang entah kemana, kecuali gerombolan Elga dan kawan-kawan yang sedang fokus dengan ponsel masing-masing.

"Na! Boleh gue duduk disini!" Pinta Ara, membuat Dena menengok ke arahnya dan menganggukkan kepalanya.

Ara hanya terdiam melihat Dena yang masih terfokus pada buku pelajaran miliknya itu. Membuat Ara menghembuskan nafas lelah entah mau dimulai dari mana perkataan yang akan ia lontarkan, takutnya dia akan menyakiti hati Dena ketika berucap.

"Elo mau ngomong apa?" Ucap Dena tiba-tiba.

Membuat Ara terlonjak kaget, dan setelahnya tersenyum samar, "elo ada hubungan apa sama sahabat kampret gue?" Tanya Ara to the point.

Dena yang di sampingnya pun menghela nafas berat. "Kayaknya elo udah tau deh!"

"Dia nembak gue, Ra!" Lanjutnya dengan suara lirihnya.

Ara hanya memandanginya dan tak mau berucap biarkan Dena menceritakan semuanya.

"Pertama masuk, dia selalu ngikutin gue, entah itu ke kantin, ke fotokopian, ke perpustakaan, dan terakhir gue pernah mergokin dia berdiri nungguin gue keluar dari toilet." Ujarnya.

Ara masih setia mendengarkan, dengan posisi yang sama hanya saja wajahnya berubah sendu ketika Dena menundukkan kepalanya sambil bernafas lelah.

"Elo tau? Dalam hati gue seneng ketika dia mau deketin gue cuma sebagai teman, ya walaupun gue tau dari raut wajahnya dia sering nampakkin rasa canggung, atau tiba-tiba salting sendiri ketika gue natapin dia, lucu banget sumpah, tapi ketika dia nembak gue..." Ucapannya terhenti.

Sambil menarik nafas dalam-dalam Dena lanjutkan kembali ucapannya." Gue bingung mau terima dia apa nggak, gue waktu itu langsung pergi ninggalin dia dan ucapan dia belum sempat gue bales."

"Dua hari setelah gue gak pernah nampakkin diri di hadapannya, ada rasa rindu ketika dia sering banget ngerjain di perpustakaan, tepat ketika gue mau nyamperin dia diparkiran, dia udah jalan duluan sambil boncengan sama Nanda, sungguh gue sakit hati, Ra! Liatin dia sama cewek lain, entah gue harus gimana lagi." Ucapnya lelah.

"Dan elo tau kenapa di kantin tadi, gue langsung pergi? Gue gak mau liatin wajah nistanya dia ketika liatin wajah gue yang sakit hati ini, Ra!" Tambahnya.

"Ya, gue paham!" Ucap Ara.

"Gue udah gak peduli lagi Ra, sama semuanya, dia mau pilih si cabe Nanda kek adik kelas, yang sering di panggil momon kek, atau anak presiden sekalipun, gue gak peduli!" Serunya.

Membuat pasang mata menatap keduanya, terutama yang bergerombol di pojokan kini sudah mengerjapkan matanya bingung. Ara yang melihat itu langsung cengengesan di tempat sambil memasang dua jari tanda perdamaian.

Hingga Ara menghembuskan nafas pelan menatap Dena yang kini sudah menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya itu. Membuat Ara tersenyum samar ketika sebuah ide melintas di pikirannya.



"Mungkin ini bakal berhasil." Gumamnya.

***
TBC.

Tinggalkan jejak gaess:)

[2]Mak Comblang Kepepet Cinta✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang