Chapter sebelumnya ada perbaikan ya, yang mana nama Wendy aku ganti jadi Seulgi. Mianhe...😊
Sorry for typo and happy reading 🍃😘
~
~
~Malam itu berakhir dengan Taehyung yang tertidur sambil memeluk erat tubuh Jungkook. Minjung yang tertidur di atas kursi sambil mengelus kepala Taehyung, sedangkan Minho juga ikut tertidur di atas sofa. Mereka semua lelah hingga tak ada yang peduli pada Jungkook.
Tak ada pertanyaan apapun yang orangtuanya lontarkan padanya. Seperti apakah Jungkook sudah makan atau belum? Kenapa dia pulang malam? Kenapa Jungkook mengenakan seragam yang sedikit lembab? Banyak sekali pertanyaan yang seharusnya mereka pertanyakan. Tapi semua itu sirna, kalah dengan rasa lelah hingga wajah pucat anak itu pun tak terlihat barang sedikitpun.
Jungkook sedih, tapi ia menahannya. Mereka bilang ia jangan egois. Benarkah begitu? Tapi kenapa Jungkook merasa bahwa merekalah yang egois? Jungkook hanyalah seorang remaja yang ingin dimengerti, bukan terus mengerti. Jungkook butuh perhatian, bukan sekedar masa depan yang selalu mereka pikir akan lebih baik.
Jungkook membelakangi Taehyung, ia menangis tertahan. Sakit sekali rasanya harus terus mengalah. Jungkook meremat perutnya, cacing-cacing disana sudah sangat meronta minta di beri makan. Namun detik berikutnya, perutnya merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada sesuatu yang melilitnya hingga menimbulkan rasa mual. Ada sesuatu yang mendesak, meronta bukan lagi meminta disisi, melainkan meminta keluar. Mulutnya sudah terasa pahit, ia terpaksa bangun. Dengan hati-hati ia melepaskan pelukan Taehyung. Sayangnya, Taehyung semakin mengaratkan pelukannya membuat Jungkook ingin menangis lebih keras lagi.
" Hyuuung... Kookie mohon lepaskan... Aku ingin muntah hyung..." Lirihnya bercampur kesal. Seperti sebuah keajaiban, Taehyung bisa dengan mudah melepaskan pelukannya dalam keadaan masih terlelap. Jungkook sedikit bisa bernafas lega. Ia pun turun dengan hati-hati dan berjalan tertatih menuju toilet sambil memegangi perutnya.
Sampainya disana, langsung saja ia keluarkan isi perutnya di dalam kloset. Tak ada apapun kecuali cairan putih yang keluar mengingat Jungkook yang tak memakan apapun sejak malam kemarin.
" Hoek.. hoek.. uhukk.. akh.."
Jungkook muntah agak lama, dan sepertinya itu tak cukup untuk membangunkan mereka. Karena lemas, ia pun terduduk setelah puas mengeluarkan isi perutnya. Ia sedikit terkejut saat melihat ada bercak darah dalam cairan yang ia keluarkan tadi. Ia takut, bagaimana kalau sakitnya parah, besok ia harus mengikuti olimpiade. Jika ia bilang sakit pada appanya, apa dia akan percaya? Bagaimana kalau appanya mengira kalau Jungkook hanya sedang menghindari olimpiade? Ahh itu lebih menyakitkan.
Setelah dirasa cukup lebih baik. Ia pun membasuh wajahnya. Mengerikan, pikirnya saat ia menatap pantulan dirinya dalam kaca tersebut. Kenapa ia semenyedihkan itu? Kapan ia akan merasakan kebahagiaan?? Jika saja ia punya kekuatan sihir, ia akan sihir dirinya agar cepat dewasa. Agar ia segera menjadi apa yang mereka inginkan. Mungkin saja dengan begitu mereka akan membanggakannya dan juga memperhatikannya. Ya, mungkin saja...
Jungkook melihat Minjung dan Minho yang tampak damai dalam tidurnya. Mereka tampak lelah dan Jungkook benci melihat itu. Ia berjalan menuju lemari penyimpanan selimut dan kebutuhan pasien lainnya. Beruntung ada dua selimut yang tak terpakai, ia segera mengambilnya dan memakaikannya pada kedua orangtuanya itu.
" Eomma, aku menyayangimu.. kau juga kan? Aku percaya eomma juga menyayangiku.. tapi eomma.. aku juga rindu usapan hangat tangan eomma, nanti aku mau eomma mengusap kepalaku juga ya sampai kita berdua tertidur.." bisiknya pelan, sangat pelan karena takut Minjung terbangun. Kemudian Jungkook beralih pada Minho.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT✔
FanfictionDefinisi bahagia itu, bukan berapa banyak kita memiliki kekayaan atau seberapa lengkap keluarga kita, atau seberapa banyak jumlah teman yang kita miliki... Bagiku, bahagia itu sederhana. Aku hanya ingin bebas... Jjk