TGS|4

3.8K 378 23
                                    

"Na, Din, Dina!" Sekali lagi, dia menggoncangkan tubuh Dina... kali ini lebih kuat. Udah sedari tadi lho dia melakukan itu.

"Ha, ya!" Tubuhnya berjengit kaget, Dina mengerjap. Menatap sosok didepannya ling-lung.

Si pemanggil yang tak lain adalah, Nasyila. Menatap khawatir Dina didepannya. Ngga biasanya sahabatnya itu melamun dengan pandangan lurus... kosong.

Nasyila menepuk pelan, kedua pipi Dina secara bersamaan dengan kedua tangannya, "kamu kenapa sih?" Nasyila mencoba bertanya hati-hati, tipe ngegas dan moody-an sahabatnya ini memang harus ekstra lembut dalam mengatakan atau bertanya apa pun.

Dina menggeleng lesu, kepalanya meluruh ke atas meja. Dirinya merasa ngga bersemangat hari ini, haduh!

Sahabat Dina, Nasyila mengangguk maklum. Tidak ingin bertanya lebih jauh lagi. Mungkin, Dina saat ini membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Aku mau ke kantin dulu ya, mau aku beliin makanan atau minuman ngga?" Kali ini, Nasyila mencoba menjernihkan suasana keruh ini. Mengembalikan mood Dina dengan sogokan makanan. Kadang manjur juga.

Kedua bahu Dina mengedik, masih pada posisinya, "ngga usah deh. Nanti kalau aku mau, bisa ke kantin sendirian." Dina mendongkak, menatap sahabatnya yang kini sudah berdiri, menjulang tinggi di depannya, "makasih ya, kamu baik banget tau ngga sih. Hehe." Cengirnya, walaupun terlihat jelas di mata Nasyila bahwa cengiran Dina sangat dipaksakan. Tak ayal, Nasyila mengangguk, mengusap pucuk kepala Dina.

Tersenyum simpul, Nasyila menjawab, "sama-sama."

Setelah itu, Nasyila pergi meninggalkan Dina di dalam kelas dengan segelintir teman-temannya yang masih bertahan disini... untuk sekedar membaca buku, bermain ponsel, bergosip ria bahkan ada yang pacaran juga. Dina meringis, eww! Pacaran didalam kelas tuh ngga berkelas banget. Hihi. Menurutnya loh ya, mereka mah nyaman-nyaman aja kayaknya.

"Na," panggilan itu seketika membuat yang di panggil 'Na' kembali ke atensinya. Lagi-lagi, Dina melamun, untung tidak sampai kebablas, kalau iya. Alamat nanti Dina kerasukan  dedemit... penunggu kelas sini.

Dina kembali mendongkak, ternyata didepannya ini, "hm. Apa Rul?" Dina bertanya bosan.

Ruli, tersenyum ceria. Dia menyodorkan bungkusan plastik berisikan makanan yang dibelinya tadi dikantin. "Nih, dimakan ya. Harus auto abis." Katanya, mirip banget kaya bocah yang sedang berbagi permen, bedannya Ruli kasih Dina makanan semacam seblak. Terlihat dari plastik transparan yang digunakan sebagai pembungkusanya, kuahnya berwarna merah merekah. Wih mantap! Ruli membelikannya sampai level jebol, kata anak-anak sini seblak level itu ora nguati pisan alias ngga nguati banget! Ruli ini memang tau banget seleranya, Dina memang suka serba-serbi makanan yang huam-huam alias pedes abiss!

Sebenarnya Dina ngga lagi berselera makan. Tetapi demi menghormati pemberian si Irul, Dina menerima bungkusan itu. Diletakannya di atas meja.

"Makasih." Kata Dina kemudian, dilihat Ruli mengernyit ngga suka. Weh! Dina salah bicara apa gimana.

"Kok ngga dimakan sih! Makan!" Paksa Ruli. Dari nadanya agak ngebentak gitu, sadar ngga sadar Ruli telah membuat Dina tersulut emosinya.

"YA NANTI DONG! JANGAN MAKSA! NYEBELIN, YA." Tunjuk Dina marah, suaranya benar-benar menggelegar di dalam kelas. Bahkan beberapa temannya yang sibuk pada aktivitasnya terhenti, kaget mendengar suara toa milik Dina.
Mood Dina tuh lagi ancur banget, memang ngga seharusnya dia didekatin siapapun dulu. Nyatanya Ruli selalu datang menghampiri Dina diwaktu yang ngga tepat. Tepatnya, sifatnya yang kaya bocah itu kadang menganggu Dina banget.
Sifat ngga bisa diubah, okay! Memang itu sudah menjadi ciri dan karakter khas, dari Ruli. Dina ngga menyalahkannya, cuman ya..

Trio Get, SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang