TGS|6

3.7K 316 32
                                    

Pagi ini Dina sudah tampil rapi, seperti biasa. Kata perfect memang sudah sangat melekat pada diri Dina, menurutnya lho ya. Cuman, ada beberapa aja yang beda. Kaya si Trio yang udah nangkring dirumahnya pagi-pagi begini, bahkan dia duduk tenang di ruang makan bersama keluarganya, lengkap. Mama, Bapa'e, Masnya, Adiknya... tambahan satu si Inu, sepupunya.

Dina ngga heran si, Trio memang sudah diterima baik oleh keluarganya. 3 tahun pacaran sudah sangat membuktikan seberapa dekat interaksi Trio didalam rumah ini. Bahkan mamanya, sudah menganggap Trio sebagai anak laki-laki beliau juga.

Luar biasa, entah bagaimana caranya Trio meluluhkan hati mamanya. Beliau tuh memang susah sekali akrab, dengan siapapun. Sekalinya suka, ya bakal terus begitu. Dan itu berlaku pada Trio juga. Bapa'e? Jangan ditanya, beliau suka masa bodoh dengan kehidupan percintaan anak-anaknya. Mau pacaran ya silahkan, tetapi harus tetap tahu batasan. Memikirkan itu membuat Dina meringis, kayaknya kemarin sudah diluar batasan deh, astaga. Masnya Dina? Dia tidak suka banyak komentar, okay.

"Udah siap mba? Ayo duduk, sarapan dulu. Trio udah dari tadi nungguin kamu lho," ucap mama Dina suka cita, beliau keliatan bahagia banget. Iya lah, menantu idamannya ada disini. Eh.

Dina mengangguk saja, matanya tertuju sama Trio yang luar biasa gantengnya. Beneran ya Dina ngga bakalan bosen deh, liatin pacarnya terus. Trio tersenyum tipis, menyambut tatapannya, membuat Dina melakukan hal serupa bedannya, senyuman Dina lebih lebar.

Dina hendak mendudukan bokongnya, tapi tidak jadi karena Trio sudah mencekal lengannnya. Membuat Dina mengernyit tidak mengerti, Trio menggeleng bersamaan dengan tubuhnya yang bergeser menggantikan posisi Dina barusan.

"Kamu duduk disitu aja," perintah Trio kemudian, menunjuk bangku yang tadi didudukinya.

Ah! Dina mengangguk paham, sudah terlihat jelas kalau Trio ngga suka, Dina berdekatan dengan si Inu. Dasar, cemburuan banget.

Memang, bangku yang tersisa tadi, berada di posisi tengah antara Trio dan Inu. Dina ngga jadi digapit dua cogan, dong. Aelah.

"Mari makan, jangan lupa berdoa dulu," suruh, Bapa'e.

Semua mengangguk, menuruti kata beliau. Berdoa dengan khimat terlebih dahulu sebelum sarapan, menyantap hidangan lezat buatan Mama Dina. Pagi ini, terasa sangat lengkap. Dan Dina menyukainya, dia malah nampak bahagia.

Ahh... Dina ingin keadaan seperti ini terus.

"Psst..."

Suara bisikan itu membuat Dina menengok kanannya, disitu ada adiknya yang duduk di bangku mungilnya. Damar, mengkode Dina supaya menunduk. Dina mengedik, tatapannya seolah mengatakan 'ada apa?'

Damar berbisik, "Itu, kenapa?" tanyanya, polos. Membuat Dina seketika menyentuh ceruk lehernya yang terbalut plester itu.

Dina berdehem, rasanya seperti ada sesuatu yang tersangkut ditenggorokannya. Dina tidak menjawab, dia justru menggeleng, tangannya terangkat mengusap pucuk kepala adiknya. Membuat Damar, mendengkus tidak suka. Dasar.

Masa iya, Dina harus jawab jujur. Ceruk lehernya kemarin diisep-isep si Trio hingga meninggalkan ruam merah yang ngga bisa hilang seketika itu, sih. Ntar malah Dina kena sidang Mama, Bapa'e sama Masnya.

°•°•°•°•°•°

"Ngga berangkat sama aku aja nih?" Inu menawarkan diri.

Dina meringis, merasa sakit saat rangkulan Trio pada pingganya mengerat.

"Ngga perlu, Sya berangkat sama gue." Bukan Dina yang menjawab, melainkan Trio. Dia berkata ramah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang tidak baik-baik saja.

Trio Get, SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang