"Dina! Kalau kamu ngga keluar-keluar, Mama taro kecoa di depan pintu!" Mama Dina kembali mengeluarkan ancaman, kira-kira kalau dihitung udah yang ketiga kalinya di pagi hari ini.
Dina memejamkan matanya, pening menyerang kepalanya. "Ma! Aku ngga takut kecoa!" balas Dina ikut berteriak.
Benar juga. Indar semakin gusar, waktu hampir menunjukan setengah tujuh siang. Sebentar lagi, beliau akan pergi mengantarkan putra kecilnya, belum tenang saja kalau Dina masih setia didalam kamar. Kalau dibiarkan, anak itu bisa terlambat masuk sekolah.
"Kamu hari ini ujian sekolah lho Mbak! Nanti bisa terlambat!" tutur Indar memperingati. Tangan beliau turut andil menggedor pintu kamar Dina, berhenti saat merasakan tepukan ringan dibahu beliau. Menengok ternyata Ibnu yang melakukannya.
"Tante, biar aku aja yang urus Zahra. Ini, tadi dikasih kunci cadangan kamar Zahra, dari Om. Biar aku aja yang buka, tante urusin Damar dulu," ujar Ibnu. Anak dari saudara perempuan Yanuar alias Bapa'e Dina ini, memang hanya dialah yang bisa diandalkan dalam segala hal. Terutama segala yang bersangkutan dengan Zahra.
Mama Dina mengangguk mengalah, kenapa beliau sampai lupa dengan kunci cadangannya, "Tolong ya, Dina memang kadang suka gitu. Kamu tau kan bagaimana dia. Ya sudah tante turun duluan ya, kalau Dina sudah mandi disuruh keluar, bilangin sarapan dulu sebelum berangkat sekolah. Sekalian sarapan bareng sama kamu juga, jangan lupa Ibnu. Terima kasih." Ibnu mengangguk dan kemudian Mama Dina beralalu dari sana, meninggalkan Ibnu yang dengan segera membuka pintu kamar Dina dengan kunci yang dia pegang.
Saat sudah terbuka, mata Ibnu langsung disuguhi kamar bernuansa abu-abu muda. Keseluruhannya dari mulai cat tembok hingga barang-barang yang memiliki kesan warna serupa, Zahra memang likeable warna itu. Tidak perempuan sekali, selera Zahra memang unik-unik.
Ibnu celingukan, Zahra tidak ada lagi diatas kasurnya, sesaat laki-laki itu gelisah bercampur khawatir, tetapi kemudian terdengar suara keran air menyala. Syukurlah, ternyata Zahra sedang mandi. Jadi Ibnu tak perlu mengeluarkan rayuannya untuk membujuk Zahra. Gadis kecilnya.
°•°•°•°•°•°
Dina ngga sakit, hanya saja pikirannya ini sedang bercabang kemana-mana. Ngga perlu ditebak karena udah so pasti, si Trio lah yang jadi penyebabnya.
Kemarin, Dina merasa teracuhkan sekali. Karena marah pada Dina, Trio sama sekali ngga berniat mencium kening Dina saat hendak keluar dari mobil, malah Dina dengan ngga tau malunya menunggu Trio melakukannya. Nyatanya harapannya ngga terkabulkan. Malang sekali dia.
Trio udah jelas marah, iya marah karena Dina dan Ibnu, ah tak perlu dijelaskan lagi, bikin kepala Dina tambah pusing aja.
Untung saja dia tidak sampai tumbang, maksudnya dalam artian sakit beneran. Kalau sampai iya, alamat hari ini Dina ngga bisa mengikuti ujian. Sayang sekali, Dina ngga suka mengikuti Ujian susulan.
Terakhir, menyleting rok bagian belakang yang Dina kenakan, dia siap keluar dari kamar mandi. Dina memang terbiasa mengenakan seragam sekolahnya langsung disini. Dina sudah mandi, wangi dan bersih. Seperti biasa. Tidak mungkin dia mengenakan baju sekolah tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu, jorok sekali.
Pintu kamar mandi dibuka, Dina langsung dikejutkan dengan keberadaan Ibnu yang sudah setia duduk di pinggiran ranjang dengan posisi kedua tangan yang berada di samping kanan dan kiri tubuhnya serta, kepala yang mengadah keatas dengan mata yang terpejam.
Pemandangan itu, sukses membuat Dina mematung.
"Aza?" panggil Ibnu, laki-laki itu terkejut saat ternyata, Dina sudah keluar dari kamar mandi sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trio Get, She
RomanceTeen-Romance Memang hanya manusia seperti Trio saja, yang bisa membuatnya menjadi gadis kalem nan manis. Gadis yang biasanya memegang teguh pendiriannya 'ngga ada sejarahnya manusia takut sama manusia' luntur sudah keberaniannya kalau sudah di hadap...