TGS|17

2.6K 277 10
                                    

Go-go puterin skuy!


🍷🍷🍷

Dina udah kaya ngga ada kerjaan lain aja, menghitung detik demi detik waktu yang seakan berjalan sangat lambat. Dia bosan, garis keras! Mau protes pun percuma, karena orang yang akhir-akhir ini sering mengajaknya debat hingga membuat hidupnya campur aduk ngga karuan. Sedang tidak ada dikamarnya.

Trio, Dina suruh turun ke bawah untuk makan. Laki-laki itu mau, tetapi dengan satu syarat, Dina harus terus bertahan di dalam kamar, menunggunya selesai pada aktivitasnya. Dina mau ngga mau harus mengiyakan

Resiko punya pacar aneh ya, eh maaf-maaf saja, kadang Dina labil memanggil Trio dengan sebutan pacar, kadang juga tunangan. Karena menurut Dina sah-nya status tunangan mereka harus ada tanda bukti, seperti menyematkan cincin dijari manis keduanya. Ngga matre kok, Dina cuman berpikir logis dan realistis.

Ceklek

Pintu kamar Trio kembali terbuka, sang pemilik muncul lalu kembali menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Kayaknya khawatir banget Dina bakal kabur.

Padahal kalau bisa saja, Dina pasti bakal melakukannya.

"Sudah selesai?" Tanya Dina, senyum tipisnya muncul.

"Hm, sudah." Jawabnya cuek, Trio duduk dihadapan Dina yang setia bersila diatas ranjang king size ini.

Kepala Dina mengangguk-angguk paham, lalu matanya beralih menatap luka Trio yang sudah di perban itu. Meringis, Dina masih ingat luka yang Trio dapatkan cukup besar dan dalam, bahkan dagingnya ikut mengaga.

"Itu kenapa sih, Sayang aku tanya dari tadi juga." Rajuk Dina, bibirnya manyun hingga membuat Trio ngga tahan, dikecupnya bagian itu.

"Ish." Dina spontan, menabok bibirnya sendiri.

Trio, terkekeh.

Laki-laki itu memiringkan kepalanya, luka yang sebenarnya tidak ada apa-apanya ini dia perhatikan lamat-lamat. "Bermain. Pisau. Terluka."

Hah! Okay, ayo lah Dina berpikir sejenak. Dan ya, dia paham.

Bolehkah Dina mencap Trio sebagai fiks laki-laki kurang waras?

"Jangan lagi." Kata Dina kemudian, saat merasa apa yang Trio lakukan padanya sudah mengarah ke, self injury.

"Aku ngga yakin." Trio tersenyum, "mungkin dengan cara kaya gini kamu lebih bisa memusatkan perhatiannya kearah aku terus." Selorohnya ngawur.

Dina berdecak, "jangan becanda. Kalau kamu mau aku perhatiin, bertindaklah secara normal Trio. Setidaknya, jadilah laki-laki biasa yang ngga terus-terusan bikin aku ketakutan." Tanpa sadar Dina mengatakannya.

Tangan Dina sontak menutup mulutnya, ragu-ragu Dina yang menunduk, kemudian mendongkak. Laki-laki yang hanya mengenakan celana pendek longgarnya saja, sama terkejutnya. Tetapi seperti seorang yang jago akting, Trio berusaha biasa-biasa saja.

Walaupun yang Dina lihat, masih nampak ketegangannya disana.

Astaga! Apa dia salah bicara.

"Bakal aku usahain. Tapi kamu janji harus bisa cintai aku, hanya aku. Lupain perasaan kamu ke Ibnu-Ibnu itu, kita bangun kembali hubungan ini. Sesuai dengan permintaan kamu, aku bakal bersikap normal seperti pacar sekaligus tunangan idaman versi kamu. Sya." Perintah sekaligus janji yang terdengar tidak main-main ditelinga Dina.

Dina sebenarnya masih belum yakin, tapi harus bisa mengamini. Trio mau merubah sifatnya demi Dina, ya walaupun mungkin tidak akan berubah 100%. Tetapi usahanya harus Dina dukung dong.

Trio Get, SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang