5. Rasa Khawatir

62.5K 4.8K 91
                                    

Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan rasa khawatirnya. Dan cara mereka berbeda-beda. Ada cara yang tidak kita mengerti, ada pula cara yang tidak kita sadari. Namun satu yang pasti, saat mereka khawatir, itu artinya mereka peduli.

🌿

"Pulang! Hujan."

Kala itu, Hanum terdiam cukup lama. Setelah tersadar, barulah ia segera bangkit dan berlari dengan cepat. Ya, berlari begitu saja tanpa mempedulikan Abi yang hanya terdiam memandanginya.

Sekarang napas Hanum tersengal-sengal. Ia baru saja tiba di depan gerbang rumahnya, di bawah rintik hujan yang semakin deras. Bertepatan dengan itu, suara klakson mobil terdengar nyaring. Mobil sedan berwarna hitam dan mobil berwarna silver berbaris ingin masuk gerbang rumahnya. Hanum menelan salivanya susah payah. Sepertinya, kali ini tamat sudah riwayatnya.

Pintu mobil terdepan terbuka, sebuah wajah yang sangat Hanum kenali nampak terlihat sedang memandanginya dengan serius, mencekam, dan penuh peringatan.

"Masuk!"

Hanum dengan cepat berjalan ke arah mobil itu dan masuk ke dalam.

"Hanum hujan-hujanan?" Alan bertanya sambil melepas jas-nya.

"Enggak."

"Terus ini namanya apa?" tanyanya lagi, sambil menyelimuti putri tercantiknya dengan jas yang tadi ia lepas.

"Kehujanan."

Alan tak berkutik. Toh, ia tahu kalau Hanum bukanlah seorang putri yang pandai berbohong. Daripada mengomeli Hanum, ayah tertampan sejagat raya versi Hanum itu lebih memilih merangkul putrinya, berusaha membuatnya hangat dan menyuruh sopir untuk cepat menjalankan mobilnya.

"Lain kali kalau udah mendung jangan keluar rumah!"

Hanum hanya mengangguk dengan bibirnya yang bergemeletuk kedinginan, mencengkram erat jas yang menyelimuti tubuhnya mencari kehangatan. Sekarang Hanum mengerti mengapa umi, abi dan Hafizh melarangnya hujan-hujanan. Karena ternyata ... hujan-hujanan tidak terlalu enak. Berbanding terbalik sengan serial tv yang pernah Hanum tonton, mereka terlihat bahagia saat hujan-hujanan. Hanum berpikir, pasti setelah syuting, para artisnya masuk angin.

Kembali ke saat ini, saat mobil berhenti dan ayah siaga itu merangkul putrinya sampai masuk ke dalam rumah.

"BIII, BIBIII."

Sore itu, suara Alan menggelegar. Bukan hanya satu satu asisten rumah tangganya yang datang. Tapi lima sekaligus. Ashwa, Hasan dan Husain yang mendengar pun dengan cepat menghampiri, ingin tahu mengapa pria yang bahkan tidak pernah menaikkan nada suaranya ketika marah kini berteriak sampai seisi rumah mendengar.

"Siapkan air hangat untuk Hanum!" perintahnya, membuat kelima orang itu segera beranjak pergi untk menyiapkan air hangat, baju hangat, makanan hangat dan minuman hangat. Ya, meski Alan hanya memberi satu perintah, mereka cukup peka untuk melakukan hal lainnya yang dibutuhkan.

Ashwa yang melihat putrinya basah kuyup segera menghampiri dan mengambil alih dari Alan. "Umi udah sering bilang, kalau mendung jangan keluar rumah."

Hanum juga sudah sering dengar. Dan inilah akibatnya kalau tak melaksanakan perintah ibunya, menggigil karena kedinginan.

"Kamu buat Abi khawatir," bisik Ashwa, lalu membawa Hanum pergi bersamanya, tak lupa memberi tatapan pada Alan, kalau putrinya baik-baik saja.

Bahu Alan yang tegang terlihat meluruh lega. Seseorang yang ada di belakangnya tersenyum simpul dan mendekat lalu berdiri di sebelahnya. "Anum cuma kehujanan, Bi."

Cinta Untuk Hanum [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang