Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksanya menjadi orang lain. Karena dia adalah dia, dan kamu adalah kamu. Apapun situasinya, menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang luar biasa.
Karena di luar sana, banyak orang yang berusaha mencari kebahagiaan dengan menjadi orang lain.
Padahal, kebahagiaan yang sesungguhnya ada dalam diri setiap orang, bukan dalam diri orang lain ✨🌿
"Abang dari mana?"
"Ketemu Abi."
Hanum menengok ke belakang, melihat abinya berdiri berkacak pinggang sambil memandori Pak Udin yang mencuci mobil.
"Itu abi," tunjuknya, memberi tahu Hafizh yang baru memasuki gerbang rumahnya.
"Bukan abi itu."
Sontak saja Hanum melotot. Ia terkejut mendengar apa yang baru saja Hafizh katakan. Kalau bukan abi yang itu, lalu abi yang mana?
"Emang kita punya berapa abi?"
Hafizh mengerjap beberapa kali, berusaha menangkap apa yang sebenarnya sedang Hanum pikirkan. Lalu, ia hela napas lelah sambil menggaruk pelan keningnya.
"Kita punya satu abi. Abi yang ketemu Abang itu laki-laki yang namanya Abi, bukan Abi Alan," jelasnya, membuat si cantik Hanum membulatkan bibirnya membentuk huruf O.
"Kamu mau ke mana?" Hafizh bertanya sambil melihat dompet yang adiknya pegang.
"Mau beli bakso di depan. Anterin, yuk."
"Depan situ?" Hafizh mengedikkan dagunya ke arah kanan, menjurus ke arah tempat di mana penjual bakso langganan Hanum sering menetap dari pagi hingga sore.
Hanum pun mengangguk mengiyakan.
"Deket, ah."
"Siapa yang bilang jauh?"
"Terus ngapain minta dianterin?"
Sontak saja kedua alis gadis itu melengkung ke bawah, nampak... menyedihkan. "Jadi Abang gak mau anterin Hanum?"
Kalau sudah begitu, maka Hafizh tak berdaya. "Yaudah, ayo."
Namun Hanum tak puas dengan jawaban pasrahnya. "Ikhlas, gak?"
"Insya Allah."
Meski bergumam, "gak meyakinkan," Hanum tetap menggandeng lengan Hafizh dan menyeretnya ke luar gerbang.
Hafizh hanya tersenyum simpul. Karena ia tahu, semakin banyak bicara kepada wanita, maka lelaki menjadi pihak yang semakin bersalah.
Berjalan tak lebih dari sepuluh menit, mereka akhirnya sampai di depan gerobak bakso yang dapat cap terenak se-komplek oleh Hanum. Ya, karena hanya itu satu-satunya penjual bakso yang ada di perkomplekan rumahnya.
"Mas, Hanum mau dua, yah. Kaya biasa."
"Siap, Mbak."
"Dua?"
"Hm, buat umi syantik."
"Buat Abang?"
"Mau?"
"Mau, lah."
"Oke, deh."
Sementara Hanum sibuk memesan, Hafizh memilih duduk di sebuah bangku plastik lengkap dengan meja berpapan putih yang ada di sebelah gerobak bakso itu.
Iya tolehkan kepalanya ke kanan, mendapati seorang pria berjalan ke arahnya, atau lebih tepatnya ke arah penjual bakso langganan Hanum ini.
"Antri, Bi," kata Hafizh, saat pria itu duduk pada kursi plastik di sebrang meja tepat di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Hanum [SELESAI]
Roman d'amourRomance-Comedy SERIES WISTARA FAMILY Hanum Maida Wistara Kalau baca cerita ini, kalian gak akan bisa berhenti tersenyum :) Hati-hati! Menimbulkan kebaperan dan penasaran akut. Gemas berkepanjangan dan menimbulkan rasa gak sabaran untuk segera baca p...