"Kenapa Abang Abi panggil Hanum, An?"
Abi terdiam sejenak sebelum akhirnya ia pun memberi jawaban yang dimengerti oleh Hanum.
"Karena Hafizh panggil kamu Anum, jadi aku panggil kamu An."
Semua orang menghela napas lega. Dan kini tatapan Hanum pun beralih pada Ashwa.
"Ayo Umi, kita pulang."
Dan detik-detik mendebarkan pun terlewatkan.
***
Beberapa minggu kemudian, di kediaman keluarga Wistara, pada sebuah ruangan yang cukup luas dengan pintu yang tertutup rapat, dua orang pria kembali berbincang mengenai persoalan yang cukup serius.
Mereka duduk berhadapan pada sofa di ruangan itu, dengan dihadapkan dua cangkir kopi hangat yang asapnya masih mengepul dan semangkuk kue buatan Nyonya Wistara.
"Hanum masih butuh waktu supaya dia bisa inget semuanya. Itu pun kemungkinannya kecil."
Abi mengangguk mengerti. "Saya pun gak akan maksa An buat inget masa lalunya. Kalau memang semuanya harus menghilang, saya gak keberatan untuk mulai dari awal."
Alan tersenyum tipis mendengar kalimat penuh ketegaran dari pemuda yang duduk di hadapannya. Ia tahu semua yang terjadi pasti berat bagi Abi. Namun anak lelaki yang sejak kecil ada di tengah keluarganya ini sudah bisa menyikapi setiap hal dengan begitu dewasa. Entah kenapa, Alan sangat menyukainya. Ia menyukai pemuda di hadapannya ini. Mungkin, itu karena sejak kecil, Abidzar selalu membawa kebahagiaan untuk Hanum, dan tak pernah sekalipun membuat putri kecilnya menangis.
"Sekarang mungkin Hanum gak suka sama kamu."
"Saya tau. Tapi dia gak punya pilihan lain, 'kan?"
Alan tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan karena keputusan memang sudah bulat sejak beberapa tahun yang lalu.
"Hanum masih sama kaya dulu. Manja, rewel, banyak tanya, jujur, polos dan boros skin care."
Abi tersenyum geli mendengar yang terakhir. Ya, semua itu memang An-nya.
"Kalau kamu udah siap, kita bisa bicarain hal ini ke Opa sama Oma kamu."
"Saya siap. Mereka juga pasti seneng. Tapi gimana sama Hanum?"
"Kita sogok pakai skin care." Alan kembali ke sifat aslinya. Ia terkekeh sendiri lalu berdiri dan menjawab dengan sungguh-sungguh, "tenang aja, Hanum gampang dibujuk, kok."
Ya, itulah kata Alan.
Tapi, mari kita cari tahu jawaban Hanum saat ia dikabarkan akan segera menikah.
***
"APA?""Astaghfirullah, kebiasaan! Perempuan itu gak boleh teriak-teriak!" Ashwa memperingati putrinya yang baru saja memekik hingga suaranya memenuhi seluruh ruangan.
"Umi, gimana Hanum gak teriak kalau abi bilang, Hanum, tiga bulan lagi punya suami baru!"
Ya, memang itulah kata Abi Alan yang tingkat keusilannya melebihi level tertinggi. Tidak ada basa-basi dan asal ceplos. Bahkan kini sosoknya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Hanum [SELESAI]
RomantikRomance-Comedy SERIES WISTARA FAMILY Hanum Maida Wistara Kalau baca cerita ini, kalian gak akan bisa berhenti tersenyum :) Hati-hati! Menimbulkan kebaperan dan penasaran akut. Gemas berkepanjangan dan menimbulkan rasa gak sabaran untuk segera baca p...