1. Pertemuan Kurang Menyenangkan

120K 6.6K 153
                                    

“Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu”
(Sahih, H.R. Tirmidzi no 1956)

💭

"Huft, cape."

Keringat yang hampir mengalir di pelipis kirinya ia seka dengan punggung tangan. Kerudung hitamnya sudah basah karena peluh. Kakinya sudah lelah karena berlari keliling komplek sejak pukul lima pagi sampai waktu kini menunjukkan pukul setengah tujuh.

Gadis itu Hanum, ia tak seorang diri saat berlari begitu pagi tanpa adanya cahaya matahari yang membuatnya berani. Karena faktanya, Hanum ditemani seorang gadis lain di sebelahnya, namanya Rachel, gadis yang sudah berteman dengannya sejak kecil. Gadis yang merupakan tetangganya, sekaligus gadis yang disukai oleh kakaknya, tapi tidak disetujui oleh Ashwa ataupun Alan.

Namun Hanum ataupun Hafizh tahu apa alasan kedua orang tuanya tak setuju jika Rachel menjadi pendamping bagi Hafizh. Bukan bermaksud menentang takdir Tuhan atau menilai Rachel dengan sebelah mata, karena faktanya, Rachel memang tidak masuk dalam kriteria calon istri idaman menurut Ashwa.

Sekali lagi, hal itu bukan tanpa alasan. Karena Ashwa tahu betapa tomboy-nya Rachel, betapa seringnya Rachel membawa teman lelakinya ke rumah, betapa seringnya pula Rachel keluar malam hari dan pulang pagi.

Bagaimana Ashwa bisa tahu itu semua?

Bagaimana bisa tidak tahu kalau rumah Rachel tepat ada di depan rumahnya?!

Karena putra pertamanya berkata ia mencintai Rachel, mau tak mau Ashwa mendadak jadi stalker akut. Dan keputusannya sudah bulat, ia tak merestui kalau Hafizh bersama dengan Rachel. Namun bukan berarti Ahswa melarang anak-anaknya untuk berteman dengan Rachel. Mereka boleh berteman, ambil sisi positif yang ada pada diri gadis kuat itu, dan jangan mencontoh sisi negatifnya.

Jadi tidak heran kalau Hanum begitu dekat dengan Rachel. Karena tak bisa dipungkiri kalau Rachel orangnya sangat menyenangkan.

"Udahan, nih?" Rachel bertanya pada Hanum yang terlihat sudah ingin menyerah. Ia bahkan sudah duduk berselonjor di atas aspal. Kalau abinya tahu, hidungnya pasti ditarik sampai memerah. Karena katanya, seorang wanita harus pemalu. Tapi apa mau dikata, Hanum adalah Hanum, dia gadis ceria apa adanya yang kadang tak punya rasa malu.

"Udahan, ah. Mataharinya udah narsis, padahal baru setengah tujuh, loh."

"Cuaca emang lagi panas akhir-akhir ini."

"Iyah, gak kalah panas dari hati Kak Hafizh kalau lihat Kak Rachel dijemput sama laki-laki."

Rachel tentu tak bisa menganggap ucapan itu seperti angin lewat saja. Namun karena tak tahu harus memberi tanggapan apa, —dan dia juga sudah sangat tahu sifat Hanum yang suka ceplas-ceplos— Rachel hanya bisa berdehem saja.

Hanum berdiri, lalu menepuk-nepuk bagian belakang celana training longgarnya, berusaha menyingkirkan debu-debu yang menempel akibat duduk sembarangan. Lalu ia berjalan kembali bersama Rachel di sebelahnya.

Hanum akui, Rachel ini sangat cantik. Hidungnya mancung, bibirnya merah, tapi lebih merah bibir Hanum. Tubuhnya tinggi, Hanum bahkan hanya setinggi telinganya. Bentuk tubuh Rachel juga bagus, Hanum sangat kalah telak. Tapi sayangnya, Rachel sering memakai celana jeans dan membuat auratnya tetap terlihat meski tertutup. Sekarang saja Rachel memakai celana legging selutut dan kaus hitam.

Hanum memandang ke arah rambut Rachel yang pagi ini terkuncir satu dan warnanya coklat gelap. Padahal seingatnya, minggu lalu rambut Rachel berwarna merah. Namun Hanum tidak heran, bahkan ia pernah melihat rambut Rachel berwarna hijau tosca, tapi hanya pada bagian ujungnya saja. Dan memang terlihat bagus, karena Hanum menyukai warna hijau tosca.

Cinta Untuk Hanum [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang