ISTRI BOROS PART 3

766 13 0
                                    

Setiap bulan diadakan acara arisan keluarga. Bukan untuk silaturahmi, melainkan ajang untung mamerkan barang branded milik mereka. Dan aku benci itu. Tapi, mau tidak mau aku harus turut serta di dalamnya. Arisan kali ini diadakan di rumah orang tua Risma yang dihadiri semua keluarga dari kakek konglomeratnya.

"Mas, ganti dong bajunya. Minggu lalu sudah dipakai di acara kantormu." ia sering mengomentari pakaian yang kukenakan.

"Kan yang paling baru cuma ini. Mau diganti pakai apa?" sanggahku

"Makanya rajin-rajin beli pakaian. Sampai di rumah orang tuaku, bajumu yang paling jelek" mau beli pakai apa, syukur-syukur kalau ada sisa untuk beli bensin dan uang makan di luar.

"Kan uangnya semua kamu yang ambil. Gimana cara belinya?" Ucapku.

"Ngasih duit cuma segitu, tapi dihitung-hitungnya berkali-kali. Uang dua puluh juta yang sudah dipotong sebagian untuk kebutuhan rumah dan bayar pembantu, kau pikir cukup? Uang jajan waktu kuliah saja jauh lebih banyak. Menyesal aku nikah sama kamu!" seketika remuk harga diriku. Orang tua jarang kuberi nafkah, sedang istri yang amat kukasihi tidak menghotung apa yang telah kuberi.

Diperjalanan menuju rumah mertuaku, dia hanya terdiam sambil menatap layar telepon genggamnya. Ribuan pertanyaan yang kuberi, tak satupun yang dijawab. Setibanya kami, keluarga sudah berkumpul di ruang tengah. Luasnya bisa menampung seratus orang lebih. Entah berapa kali aku tersesat saat masuk ke rumah ini. Sangat luas dengan arsitektur modern menambah kesan mewah disetiap sisi.

"Aduh, anak mama. Rindunya!" Dia ibu mertuaku, yang sindirannya kadang bahkan sering sampai ke hati.

"Kenapa kau terlihat pucat begitu? Seperti tidak terawat. Anak mama. Kasian :(" Setiap waktu ke salon, tapi masih dibilang tidak terawat.

"Ayo ke sana, keluarga besar sudah menunggu" terlihat silau di mana-mana. Cincin berlian yang tidak tahu berapa krat.

"Lagi bahas apa nih" sapa Risma pada kumpulan perempuan-perempuan yang tengah bergosip ria.

"Biasa, lagi bahas cincin berlian. Coba lihat punyaku, 3 milyar yang dihadiahi mas Andi untukku" raut wajah Risma berubah seketika saat kakak sepupunya bercerita soal hadiah. Siap-siap disembur saat di rumah nanti.

"Wah kebetulan, kemarin mas Ibam suamiku juga menghadiahi berlian, tapi ukurannya lebih besar daripada punyamu. Tapi lupa kupakai." apa-apaan si Risma itu, padahal aku sama sekali tidak beli apa-apa kemarin.

" Ibam, kulihat di postingan instagrammu, bukannya baju itu yang kau pakai di acara kantor? Risma, bajumu bagus, tapi jangan lupa suami dong! Hahaha" Wajah Risma seketika memerah menahan malu saat kakak sepupunya yang lain juga ikut bicara.

Ibu mertua memberi kode untuk mengajakku ke teras rumah. Di situ ada Ayah mertua juga.

"Ibam, kamu itu bisa tidak sih menghidupi istrimu, tiap bulan ibu kirim uang belanja untuk Risma karena ia mengadu gajimu hanya dua puluh juta. Seharusnya kau berusaha memberi yang lebih untuk anakku. Bukan cuma mengandalkan upah bulanan yang tidak seberapa itu." perlahan tapi pasti, ucapan ibu mengikis rasa percaya diriku.

"Tapi, Bu. Sudah sepuluh tahun menikah, serupiah pun tidak ada yang disimpan. Bagaimana bisa memberikannya hadiah" sanggahku.

"Anakmu memang yang terlalu boros. Masa gaji segitu tidak disyukuri. Ingat, Bu. Dulu diawal menikah Ayah susah payah di sepuluh tahun pertama. Apalagi orang tuamu sempat tidak merestuiku jadi menantunya. Mereka juga diam-diam sering mengirimkan uang belanja untukmu." Kalimat pengingat yang tidak diterima ibu mertuaku.

"Tapi kau yang terbiasa hidup enak, diturunkan ke anak-anak. Kau biasakan mereka hidup manja dan serba mewah. Sehingga tumbuh menjadi orang yang tidak bisa menghargai yang sedikit" Ayah mertua memang selalu jadi penolong saat semua orang menyerangku. Mendengar itu, ibu meninggalkanku di teras berdua dengan Ayah mertua.

"Sabar yah, ibumu memang begitu!" ucap ayah sambil menyodorkan sebatang rokok di atas meja.

"Aku sudah berhenti merokok, Yah!"

"Ibumu itu, seandainya bukan komitmen dan cinta, mungkin kami sudah berpisah ditahun pertama. Orang tuanya sering menuntut hal yang sulit kulakukan. Tugasmu  sekarang hanya bersabar. Tuntun dia jadi istri solehah. Maafkan ayah yang tidak becus mendidik putri bungsuku itu."  tenang sekali rasanya mendengar itu dari Ayah mertua. Setidaknya aku tidak sendiri.

"Semenjak menikah, berpuluh tahun lamanya selalu diadakan acara seperti malam ini, dan Ayah lebih senang menghabiskan waktu di tempat sepi daripada masuk bergabung mendengarkan harga berlian" timpalnya lagi.

                                             ***

"Kubilang juga apa. Kau betul-betul memalukan!" kalimat yang berulang kali diucapkan setelah pulang.

"Bagaimana mau membeli baju baru lagi kalau tiap bulan semua kebutuhanmu tidak bisa dikurangi. Malah terus-terusan bertambah. Lagipula aku nyaman dengan baju ini." membuatnya semakin marah.

"Aku menyesal menikah sama kamu!" dibantingnya pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

ISTRI BOROSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang